Aira Frenelia : Rutinitas II
Seperti yang sudah kuduga, penerbangan dari Dubai ke Amsterdam tidak berlangsung dengan sempurna. Aku harus disibukkan dengan penumpang ajaib -kali ini tidak membuatku kesal karena status orang itu sebagai penumpang khusus-yang menambah pekerjaan. Apalagi orang itu ternyata tidak bisa berbahasa Inggris yang semakin membuatku kelimpungan. Tak ada satupun dari kru hari ini yang mengerti saat orang itu meminta segelas orange juice dengan Bahasa Perancis.
"Well, that was my first time for having such a weird pax like that," ujar Sharah. Pramugari kulit hitam yang kudengar sudah dua tahun bekerja di maskapai ini.
Sebelas bulan sudah aku lewati semenjak kepindahanku ke maskapai baruku yang sekarang. Setiap hari, setiap penerbangan selalu kulewati dengan perbedaan bahasa dan kebangsaan di antara sepuluh sampai empat belas kru yang bertugas. Sangat menyenangkan, bekerja dengan orang-orang yang berbeda latar belakang membuatku selalu ingin belajar dan terkadang aku juga diajarkan tentang kebudayaan negara mereka masing-masing.
"Tapi aku benar-benar tidak menyangka, senior kita akan memberikan tugas itu kepada Aira. Aku tidak akan pernah mau terbang dengannya lagi." Celoteh Huan, wanita berkebangsaan Cina yang berjalan di samping kiriku. Dua orang lainnya ikut mengangguk.
Oh ya, dalam penerbangan tadi, salah satu seniorku menyuruh aku untuk menggantikannya sementara untuk service di kelas bisnis dimana penumpang khusus tadi duduk. Ini adalah pertama kalinya aku terjun langsung sendirian untuk melayani penumpang kelas bisnis.
"Hi girls," Leon mensejajarkan langkah kakinya dengan kami, "who wants to join me?"
"Please, Leon. Apa kamu tidak lelah?" kata Huan dengan berkacak pinggang.
Leon bersedekap, matanya mengarah kepadaku, "How about you?"
"Aku tidak pernah tertarik dengan tempat apapun yang menjadi tujuanmu, sorry." Aku melambaikan tangan kepada ketiga temanku dan menarik koperku terlebih dahulu.
Aku masuk ke dalam lift untuk menghindari Leon yang selalu mencari cara untuk mendekatiku. Bukannya aku sombong atau jual mahal, Leon Benwilk adalah salah satu pilot asal Jerman yang cukup terkenal karena wajahnya yang cenderung bahkan sangat mirip dengan Ben Affleck pemeran Capt. Rafe McCawley dalam Pearl Harbor. Orang-orang menjulukinya 'pilot setelah perang'. Sangat tidak mungkin bagiku untuk bisa bersanding dengannya, atau jika aku mengambil pilihan untuk dihajar ribuan masa penggemar Leon.
"...iced tea is good for this kind of weather..."
Aku melirik sekilas ke arah LCD hitam yang tertempel di dinding. Musim panas sudah menyelimuti dunia Eropa bulan ini. Berbagai iklan produk minuman dingin membanjiri stasiun tv swasta Amsterdam dan iklan-iklan di pinggir jalan.
"He's on tv!" aku membaca pesan dari Caca. Beberapa kali aku tersenyum melihat foto profilnya, di lingkaran kecil itu terpampang wajah damai seorang bayi perempuan yang baru lahir dua minggu lalu. Sayang sekali dalam beberapa bulan terakhir aku tidak bisa pulang ke Jakarta karena selalu mendapat rute sekitar Eropa dan Asia Timur.
"How is he doing?"
"He's fine, Aira. Dia sangat bahagia sekarang. Mungkin."
"Baguslah."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Devair (Completed)
Romance[BACKGROUND : A320 (local airlines), B777 (int. Airlines), A380 (int. Airlines)] "When everything seems to be going against you, remember that the airplane takes off against the wind, not with it." -Henry Ford Bagi beberapa orang, burung besi itu m...