Aira Frenelia : Sad Graduation

11.5K 785 25
                                    

Holla pembaca setia (aamiin)!

Devair sudah memasuki part-part terakhirnya huhuhu aku sendiri sih ngerasa makin lama alurnya makin cepet ahaha biarin deh yang penting cepet selesai hahaha. Aku ada niat untuk bikin sequelnya Devair, tapi aku butuh bantuan kalian buat promosiin ceritaku ke temen2 kalian yang suka penerbangan atau lagi pengen belajar. Karena dukungan kalian adalah harapan untuk penulis. Biar makin semangat gitu :D

Agak kecewa liat viewers makin part kok makin sedikit ya :( bahkan cuma 10 atau 20 persen dari bab 1 yang viewersnya udh 1k. Ini pada ngilang ditelan Deva apa gimana ya *loljk*

Pokoknya terimakasih deh buat kalian yang udah baca dan spam vote di ceritaku ini. Makasih juga yang udah komen, aku baca kok! Dan aku berusaha buat memperbaiki Devair di setiap partnya. Buat reader baru atau lama, jangan lupa tinggalkan komentar kalian, ya!

***

Situasi di sekolah pramugari milik kakak kandung Caca hari ini sangat sepi. Tentu saja, ini masih pukul tujuh dimana hanya satu dua orang siswi saja yang sudah bercokol di lobby atau tidur di kelas mereka. Deru mesin pesawat yang melintas sejak pagi buta tadi tak membuatku merasa pagi ini berbeda. Hanya saja tatapan aneh Caca yang membuatku sedikit penasaran.

Caca menyuruhku untuk datang ke sini pagi-pagi sekali, padahal tidak ada kelas yang harus aku handle. Caca duduk di kursinya dan menghembuskan nafas gugup.

"Ra.."

"Hm?" aku merapikan dokumen-dokumen yang ada di atas mejaku, kami para pengajar sibuk menyiapkan acara kelulusan para siswi kami bulan ini. Aku pun dibuat sibuk dengan tugas mengurus berbagai macam sertifikat yang harus diberikan kepada mereka.

Aku mendengar langkah Caca semakin keras, dia duduk di atas mejaku dan melipat tangannya di atas dada. "Lo mau gue ngasih tau yang baiknya dulu apa yang buruknya dulu?" tanyanya. Dia ini bercanda, ya?

"Ca, seriously, gue gak akan ke sini pagi-pagi buta buat denger kabar buruk.." kataku, "dan lagi, gue lagi ulang tahun! Lo gak ngucapin dulu gitu kek?"

"Astaghfirullah, Aira! Gue lupa!" Caca memelukku erat, kami persis seperti sandwich isi daging asap. "Happy birthday kesayanganku! Traktirannya boleh dong, ya?"

"Ngarep!" cibirku, kami tertawa sangat keras setelah itu.

"Jadi, karena lo ulang tahun hari ini, gue kasih tau yang baik dul, ya. Kabar baiknya adalah... minggu depan anak-anak batch kita mau ngumpul, foto bareng gitu."

"Serius?! Gue kangen banget sama Nino! Ya ampun! Lo inget gak sih pas dia dihukum sama instruktur? Sumpah itu lucu banget!"

"Itu kan gara-gara lo juga, Ra.."

Aku menarik nafas dan berhenti dari tawaku yang menggelegar akibat mengingat masa-masa training kami di Malaysia beberapa tahun yang lalu. Banyak dari kami yang menghilang, bahkan ada yang resign tiga bulan setelah lulus hanya karena tidak tahan dengan suasana kerja pramugari yang berat. Ada yang masih bertahan, bahkan melanjutkan karirnya menjadi 'pekerja cockpit'. Aku tidak sabar untuk bertemu mereka!

"Buruknya apa?"

Caca diam. Untuk beberapa saat dia tak bergeming. Tangannya juga menarik ujung bajunya sendiri. "Kemarin Deva ke rumah gue.. dan dia minta wajengan gue. Karena gue udah punya anak dan ngerti tentang gituan.."

Deva? Ke rumah Pandu dan Caca?

"Maksud lo?"

Caca mendesah untuk kesekian kalinya. "Lo liat foto dia sama cewek itu, 'kan? Cewek itu hamil, Ra.. jadi dia minta saran gue.."

Devair (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang