Aira Frenelia : Hero

10.7K 634 6
                                    

This part is dedicated to my lovely purser on my flight from PNK to CGK as GA507. I just can't forget her smile when she gave me support to join the airlines as flight attendant—fortunately I could catch up the bus after take a picture with her lol—and this part also dedicated to my readers who wished to be a flight attendant and my idol Neerja Bhanot--you can read some articles about her everywhere and why I called her as a hero. Please leave your comment on my story, guys! Happy reading!



Aira Frenelia : Hero


I am in love with you. And I know that love is just a shout into the void, and that oblivion is inevitable, and that we're all doomed, and that one day all of our labors will be returned to dust. And I know that the sun will swallow the only Earth we will ever have. And I am in love with you.- The Fault in Our Stars

Keluar dari lift, aku disambut dengan suasana ketenangan di lobby hotel. Para tamu sibuk mondar mandir mengambil sarapan mereka atau hanya sekedar menonton The Fault in Our Stars yang diputar di tv gantung. Kata mas-mas barusan, taksiku baru akan datang sekitar dua puluh menit lagi. Mungkin hanya aku saja yang terlalu bersemangat pagi ini sampai-sampai turun terlalu awal.

Sambil menunggu taksi, aku memilih ikut menonton kisah ... di salah satu sofa di lobby.

Perhatianku tertuju kepada beberapa kru penerbangan yang seragamnya cukup kukenal, karena memang menurutku seragam mereka adalah seragam yang terbaik menurut 'design' dan keanggunannya. Rambut disanggul rapi, make up yang hampir sama, dan segala properti yang mereka gunakan hampir sama persis. Menjunjung kesamaan di atas segalanya dalam berpenampilan.

"Kamu gak kangen sama kabin, Ra?"

Tiba-tiba aku merasa seperti ada angin yang mendorongku bangkit dari sofa dan mendekati salah satu pramugari berseragam biru tua. Wajahnya tak berkeriput walau aku tahu umurnya pasti sudah di atas empat puluh tahun.

"Mm.. Mbak?" aku menyolek punggungnya. Dia berbalik dan tersenyum kepadaku, suaranya sangat lembut dan keibuan. Ya Tuhan, andaikan aku punya ibu seorang pramugari, pasti aku tak akan pergi ke mana-mana.

"Saya cuma mau tanya, di maskapai Mbak ada recruitment untuk experienced flight attendant gak, ya?"

"Mbak dulu pramugari? Di mana, Mbak?" dia mulai tertarik dengan arah pembicaraan kami. Sambil menunggu urusan hotelnya selesai, kami berdua mengobrol di sofa tempatku duduk tadi.

Dia hanya mengangguk saat aku menceritakan pengalaman pramugariku. "Nanti Mbak buka website kita aja, pasti ada infonya, kok. Mbak punya banyak rating pesawat, 'kan? Pasti maskapai kami akan mempertimbangkan hal itu.."

Di ujung obrolan kami, dia memberiku jadwal recruitment di maskapainya. Katanya, dia juga sering mewawancara calon-calon pramugari yang mendaftar. Dia sangat berharap aku bisa ikut mendaftar juga.

Tepat saat aku masuk ke dalam taksi, aku melihat mereka sedang bersiap-siap untuk menuju ke bandara.

"Sudah bisa jalan, Mbak?"

"I-iya.. Pak.."

***

Tak ada spesial dari rumah ini.

Perumahannya sepi, walaupun masih tergolong 'elit' karena semua rumahnya paling sedikit bertingkat dua. Di depan pagar ada sebuah mobil yang sedang dihidupkan.

Devair (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang