Kisah Pertama

400 32 11
                                    

Hari ini adalah hari pertama Nisa masuk kuliah. Ya, Icha kecil yang selalu merindukan sosok pangeran penolongnya kini tumbuh menjadi gadis remaja yang cantik. Sekilas, Nisa memang berbeda dengan Icha yang dulu. Wajah cantik, penampilah modis, itulah Nisa yang sekarang. Jadi wajar bila saat ini Nisa pandai bergaul, dan memiliki banyak penggemar.

Semua kebiasaannya semasa kecil telah banyak dilupakannya, kecuali satu hal. Dia masih senang menunggu di luar rumahnya ketika hujan datang. Dengan harapan, Yuda sang pangeran penolongnya akan datang dan memenuhi semua janji-janjinya dulu.

Dia tak pernah lelah melakukan kebiasaan itu selama 10 tahun, waktu yang cukup lama dalam sebuah penantian. Penantian yang berujung. Walau begitu, Nisa masih sabar menunggu sampai kapanpun. Dan biarkan waktu memberikan jalan baginya untuk berhenti atau melanjutkan langkahnya.

"Pagi Ayah, Bunda, Kakak."

Nisa berjalan menuruni anak tangga, dan menghampiri kedua orangtuanya serta kakaknya yang sedang duduk santai di meja makan.

"Pagi banget sih berangkatnya? Dengerin ya nis, mahasiswa itu gak boleh berangkat pagi-pagi. Nanti dikirain anak Es-Em-A lagi," ucap Viola, kakak Nisa.

"Aduh, Kakak. Nisa itu anak rajin, jadi harus berangkat pagi. Emangnya kayak kak Viola," balas Nisa setengah meledek.

Lain halnya dengan Viola, dia langsung menatap Nisa tajam. Seperti tatapan singa yang siap menerkam mangsanya. Namun bukan Nisa namanya kalau tidak mencari gara-gara, dia sama sekali tak menggubris tatapan Viola. Dia hanya melanjutkan langkahnya dan duduk disebelah Viola.

Suasana berubah menjadi hening, tak ada yang memulai pembicaraan. Mereka tengah sibuk menikmati suap demi suap makanan yang berada di hadapan mereka.

"Hmm ... Ayah nanti anterin Nisa ke kampus, kan?"

"Ayah gak bisa, sayang. Icha dianterin sama kak Viola aja ya," ujar Tari, bunda Nisa.

Nisa yang mendengar kata 'ICHA' pun sontak membulatkan matanya, rupanya ada yang salah di sini.

"Ih, bunda kok manggil aku Icha lagi sih. Sekarang panggilnya Nisa aja, aku kan udah gede."

Setelah Nisa mengucapkan perkataan itu, semua orang langsung tertawa keras. Mungkin ada yang salah dengan perkataan Nisa.

"Hehh, Nisa. Apa salahnya sih kalo bunda mau manggil kamu Icha? Itu panggilan kamu waktu kecil," tanya Viola setengah menghina.

Nisa terdiam sebentar untuk sekedar mencerna makanan yang ada dalam mulutnya.

"Ya masalah lah, Kak. Gini ya, aku itu udah gede masak masih dipanggil Icha aja sih. Emangnya aku masih anak-anak apa."

Semua sontak menggelengkan kepala secara serentak, lagi-lagi perkataan Nisa seperti lelucon bagi mereka.

"Aduh masalah panggilan aja sampe dipermasalahin kayak gitu, aneh banget sih," ucap Viola. Nisa yang mendengarnya pun langsung mengangkat sendok yang ada di tangannya, dia hendak melemparkan kepada Viola.

"Bawel banget sih Kak Viola," ucap Nisa mengerucutkan bibirnya.

Kakak adik ini memang tak pernah akur, selalu saja ada hal kecil yang mereka ributkan. Namun percayalah, dalam hati keduanya, mereka saling menyayangi.

"Hmm ... Kak Viola."

"Apa?" Viola masih sibuk dengan makanan di depannya, sehingga tidak menghiraukan Nisa.

"Kakak nanti nganterin aku, kan? " tanyanya memastikan

"Males ah, lagi banyak urusan nih."

Nisa kembali memasang wajah cemberut pada Viola.

Yuda NisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang