Fitnah

259 13 15
                                    

Semua terperana melihat foto yang tertera pada mading itu, tidak terkecuali Farah, Silvi, dan juga Nindya. Mereka sama - sama tidak menyangka dengan foto yang mereka lihat, foto itu terlihat begitu nyata tanpa adanya rekayasa. Dalam foto itu tergambar jelas bahwa ada seseorang berwajah mirip Nisa yang tangannya tengah memegang botol ber-alkohol dan pipi kanannya juga di colek oleh seorang pria paruh baya. Tidak hanya itu saja, dalam foto tersebut juga terlihat jelas bahwa Nisa sedang berada di sebuah Bar.

Di sisi lain, Nisa hanya menggelengkan kepalanya saja. Rasanya dia ingin mengatakan bahwa foto itu tidak benar adanya, foto itu hanyalah fitnah belaka. Namun entah mengapa kali ini lidahnya terasa kaku, dia tidak mampu membela dirinya. Dia hanya berdiri mematung sambil menahan isak tangisnya.

"Gila, Nisa gila banget. Cantik - cantik koq kelakuannya kayak gitu."

"Nisa itu cewek apaan sih, mau - maunya deket sama om om bangkotan kayak gitu."

"Aduh gak nyangka banget Nisa berani dateng ke Diskotik."

"Nisa itu emang cewek gak bener. Cantik sih cantik, tapi kalo kelakuannya minus gitu buat apa di jadiin pacar. Mending Yuda putus aja sama Nisa, terus jadian sama aku."

Dada Nisa seakan sesak, ada rasa tidak terima mendengar semua hinaan itu. Apalagi ucapan yang terakhir dia dengar, semakin menandakan bahwa betapa hinanya dia saat ini. Dia tidak suka dengan keadaan semacam ini, lebih tepatnya dia trauma. Semuanya mengingatkan Nisa pada masa kecilnya, masa dimana dia selalu di pandang sebelah mata.

Tidak ingin berlarut - larut dalam kesedihannya, Nisa mulai memberanikan dirinya untuk mengeluarkan suara. "Stop, ucapan kalian itu gak berguna, sama sekali. Dan mungkin saat ini mulut kalian memerlukan isolatip, agar tidak berani mengatakan sesuatu hal yang gak berguna lagi." ucap Nisa sambil memberikan penekanan pada kata 'gak berguna'.

"Hmm mungkin kalian lupa dengan siapa kalian berhadapan sekarang, atau harus aku ingatkan lagi siapa sebenarnya Nisa itu. Iya ? Well, sepertinya kalian ingin bermain - main dengan Nisa. Asal kalian tahu, kalian itu gak punya wewenang apapun untuk menghakimi seorang Nisa. Disini Nisa yang berkuasa, dan hanya Nisa yang boleh menindas."

Semuanya tampak terkejut, Nisa memiliki keberanian yang berada jauh dari pemikiran mereka. Ucapan Nisa ini lebih mirip suatu ancaman, bukan ucapan orang yang sedang terpojokkan. Mereka semua tahu bahwa Nisa punya kuasa, dia bisa melakukan apapun yang dia inginkan. Jadi tidak ada untungnya bagi mereka untuk terus memojokkan Nisa, karena itu sama saja membangunkan singa yang sedang tidur.

"Nisa... Nisa... Udah kepalang basah, masih aja sombong. Dasar cewek gak tau diri, emangnya kamu pikir dengan kesombongan kamu itu kami akan takut. Dengar ya Nis, disini kamu yang salah. Jadi kamu gak usah menebarkan benih kesombongan, karena itu semakin membuat kamu semakin hina"

Nisa tercengang, dia tak menyangka perkataan itu di lontarkan oleh sahabatnya sendiri, Silvi. Hmm ralat, lebih tepatnya mantan sahabatnya. Saat ini memang mereka sudah terlalu jauh, bahkan sangat mustahil untuk kembali seperti dulu. Apalagi ini pertama kalinya mereka berbicara setelah kejadian itu, kejadian yang menjadi awal mula keretakan persahabatan mereka.

“Apa kamu bilang, Sil ? Berani kamu sama aku, berani kamu sama Nisa ? Dengar ya, Nisa gak pernah melakukan semua hal itu. Jadi lebih baik kamu diam, sebelum aku membuat mulut kamu menjadi tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun.”

“Kamu yang harus diam Nis, omongan kamu tidak di perlukan disini. Dasar gadis menjijikkan. ” Ucap Silvi tak mau kalah dari Nisa.

“Oh ya aku menjijikkan, tapi kamu jauh menjijikkan daripada aku. Setidaknya aku selalu berjuang untuk mendapatkan hal yang aku inginkan, bukan seperti kamu. Yang hanya bisa mengharap belas kasihan orang lain, dan meminta orang lain mengalah demi kepentingan kamu sendiri. Kamu itu bukan hanya menjijikkan, tapi kamu juga payah" ucap Nisa dengan nada bergetar. "Mungkin kamu lupa saat kamu memintaku untuk mengalah demi kamu, demi cinta yang tidak pernah kamu perjuangkan. Dan saat itu juga aku sadar bahwa kamu hanya lah gadis yang payah, yang tidak bisa berbuat apa - apa. Kamu hanya bisa mengemis, tanpa berusaha. Apa itu yang di namakan cinta, Sil ? Sepertinya tidak, itu hanya rasa ego-mu semata. Kamu belum mengetahui arti cinta yang sebenarnya. Lalu Cinta macam apa yang kamu punya ? Cinta dari belas kasihan orang lain, apa itu yang kamu sebut dengan cinta ? Cinta tidak bisa kamu dapatkan dengan hanya duduk santai saja, cinta itu perlu perjuangan yang keras. Lihat aku, aku bersusah payah mendapatkan cinta Yuda, walau aku terlihat begitu menyedihkan karena itu. Tapi kamu…  kamu gak pantas mendapatkan cinta, karena kamu sangat menjijikkan.”

Yuda NisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang