Kenyataan Dibalik Kenyataan

329 27 15
                                    

"Hai Nisa,"

Senyumku luntur ketika melihat seseorang yang turun dari taksi, dan benar saja itu bukan Yuda. Aduh bodoh sekali aku bisa berharap bahwa Yuda akan datang menemuiku, jelas-jelas dia tadi begitu dingin padaku. Mungkin aku terlalu terbawa oleh impian masa laluku yang mungkin kini tidak akan pernah terwujud, ya itu semua karena si pemberi mimpi telah hilang dan melupakan semua janjinya.

Tak lama kemudian orang itu mulai berjalan kearahku, dan bayangannya semakin jelas kulihat.

"Zavira .... "

Zavira hanya diam saja dan tidak mengeluarkan sepatah katapun, kemudian dia langsung memelukku dan menangis sejadi-jadinya. Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya, tapi yang jelas sedih rasanya melihat sahabatku menangis seperti ini.

"Za, kamu kenapa? Cerita dong sama aku, jangan buat aku bingung."

"..."

"Mending kita masuk aja, mungkin kamu bisa cerita di dalam. Di luar udaranya dingin banget, takutnya nanti kamu malah masuk angin," ucapku mempersilahkan.

Zavira hanya menganggukkan kepalanya dan aku langsung membawanya masuk ke dalam rumahku.

Kami duduk di sofa berdua, tetapi Zavira belum bercerita apapun padaku. Dia masih bungkam dari tadi, dan ini membuatku makin merasa khawatir padanya.

"Za, kamu kenapa sih? Kamu lagi ada masalah? cerita dong sama aku."

Zavira masih terisak dalam tangisnya, sepertinya masalah ini adalah masalah yang sangat berat untuknya.

"Papa sama Mama berantem, Nis. Aku gak tahu penyebabnya. Tadi Papa mukul Mama, makanya aku kabur ke sini. Aku benci papa, Nis. Aku benci banget sama papah," tangis Zavira semakin pecah ketika mengatakan hal itu.

Aku memeluk tubuh sahabatku ini, aku tahu rasanya begitu sakit sekali. Tetapi setidaknya aku lebih beruntung darinya, karena aku lahir dari keluarga yang harmonis dan penuh kasih sayang.

Aku menghapus air mata yang terus mengalir dari mata indah Zavira, aku tak ingin air mata ini menutupi wajah cantiknya.

"Udah, gak usah sedih gitu. Untuk sementara waktu kamu boleh tinggal di sini kok. Aku dengan senang hati menerima kamu."

"Makasih ya, Nis. Kamu baik banget."

"Iya, Za, sama-sama. Sahabat kan harus selalu ada disaat sahabatnya membutuhkan." Kami saling berpelukan seperti dua orang saudara yang sudah lama berpisah, bahkan aku dan kak Viola tidak pernah berpelukan seperti ini. Yang kami lakukan hanyalah bertengkar saja, dan itu sudah kuanggap sebagai ungkapan sayangku pada kak Viola.

"Kamu bawa baju ganti?"

Zavira hanya menggelengkan kepalanya saja.

"Yaudah, kamu nanti pake bajuku aja. Terus nanti aku minta Bi Imah supaya buatin kamu teh panas biar kamu gak kedinginan," ucapku. Zavira hanya menganggukkan kepalanya saja.

Setelah itu aku mengajak Zavira untuk pergi kekamarku yang berada di lantai dua, kini keadaannya sudah jauh lebih baik daripada tadi.

Dia melihat sekeliling kamarku, dan matanya melirik ke arah aquarium pemberian dari Yuda.

"Nis, kamu suka banget ya sama ikan?" tanyanya.

Aku langsung menganggukan kepalaku. Tentu aku tidak sekedar menyukai ikan. Bagiku, ikan adalah teman kecil yang harus selalu kupelihara.

"Ikannya udah gede banget ya, pasti kamu meliharanya udah lama banget, kan?" tambahnya.

"Lumayan, kira-kira udah sepuluh tahun," ucapku. Yap sepuluh tahun, usia ikan ini hampir 10 tahun. Usianya sama dengan lama perpisahanku dengan Yuda.

Yuda NisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang