Seorang gadis berjalan gontai menyusuri trotoar jalan raya Bogor. Setiap langkah yang dilaluinya tidak pasti. Suara gemuruh ramai yang mengiringi langkah gadis itu tak urung mengubah raut masamnya. Ia malah kembali menundukan wajah setelah menatap jalanan kota yang sangat ramai.
Ini hari Senin. Jalanan tak diubahnya seperti pasar. Ramai berantakan. Bunyi klakson menggema disetiap penjuru simpang jalan. Meskipun kendaraan itu berhenti karena lampu merah, seharusnya mereka tahu apa itu tata tertib lalu lintas. Bunyi klakson itu semakin banyak jumlahnya. Cukup untuk menjadi pemancing emosi pengendara lainnya. Terkadang manusia mendadak egois ketika berhadapan dengan kerasnya aturan perLalu lintasan. Padahal itu untuk keselamatan mereka sendiri.
Sabriana Cahaya--nama gadis itu- mendesis sinis seraya memalingkan wajahnya dan kembali berjalan. Dia berusaha untuk tidak peduli dengan keriuhan jalanan kota yang sebentar lagi akan menjadi pemandangan baru untuknya--dan untuk selamanya.
"Ayah kebangetan banget, seneng kali liat anaknya tersiksa gini" Sina; biasa dipanggil begitu, menghentak hentakan kakinya gemas menimbulkan bunyi dari sepatu pantofelnya.
"Ini kan hari pertama gue kerja. Ya kali gue harus jalan kaki" sungut Sina menenteng tas kulit hitamnya melewati bahu. Wajahnya ditekuk hampir 90 derajat sambil mengingat deretan kalimat singkat ayahnya tadi pagi buta.
'hari ini dan seterusnya kamu kerja gak usah pake motor ya, ndhuk'
Dan setelah kalimat itu terucap, Sina tak berdaya membalas ataupun membantahnya. Karena sejak semalam ayah , ibu juga dirinya sudah membicarakan hal tersebut dan menyepakatinya bersama. Hari ini dan seterusnya Sina tidak membawa kendaraan untuk hari pertamanya bekerja.
"Harusnya ayah tuh peka. Gak biasanya ayah kaya gini. Biasanya kalo gue pasang wajah melas, ayah langsung berubah pikiran" Sina terus ngoceh sepanjang jalan. Beberapa pejalan kaki yang berpapasan dengannya sempat memerhatikan tingkah gadis itu. Mungkin mereka terheran melihat gadis cantik ngoceh ngoceh tidak jelas di jalan.
"Ayah ga asik, ah!" sina bersungut lagi. kali ini bibirnya dikerucutkan sambil menendang nendang apapun dihadapannya. Seiring matahari menampakan diri seperempat diri, polesan make up diwajahnya semakin memudar. Waktu menunjukan pukul 08:15. Dan ini sudah sangat terlambat. Sina memasukan jam tangannya kedalam saku secara buru buru lalu melangkahkan kakinya dengan cepat. Langkahnya semakin cepat hingga ia memutuskan untuk berlari kecil demi mengejar sang waktu.
Nafas Sina terdengar tak beraturan. Sesekali ia melihat lagi jam tangan dari sakunya hanya untuk mengulur waktu. Katanya jika jam selalu diperhatikan, akan terasa lama. Nyatanya itu hanya mitos belaka. Karena sekarang waktu menunjukan pukul 08:45.
Sina terhenti sejenak. Ia menundukan tubuhnya bertopang pada lutut. Dia mengatur kembali nafasnya seraya mengusap peluh yang mulai membasahi pashmina hitamnya. Peluh ini akan jadi saksi kekejaman ayah sama aku, dendam Sina dalam hati.
Ketika gadis itu memutuskan untuk kembali berlari, bersamaan dengan melajunya mobil xenia hitam melintas tepat disampingnya disertai percikan air yang berasal dari kubangan jalan.
"Astaghfirullah..." Sina berjengit terkejut mendapati percikan air berwarna kecoklatan itu mengotori blezzer abu-abunya.
"Heii !!"
Masa bodoh dengan pandangan orang sekitar yang mengamatinya aneh. Sina berteriak memanggil si pengendara xenia itu. Meskipun sepertinya tidak mungkin mobil kinclong tersebut berhenti oleh teriakannya.
Sina mengamati kondisinya yang sudah tidak karuan. Ia bisa mentolerir jika noda itu mengenai pashminanya. Tapi justru noda itu malah mendominasi blezzer abu-abunya. Sina mendengus sebal. Sungguh ini adalah hari terburuknya. monday is monster day.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya bertasbih
SpiritualWanita mana yang ingin menikah melalui proses perjodohan? kurasa tidak ada. ya, tidak ada! Namun prediksi ku meleset sampai akhirnya aku menemukan wanita yang kurasa ia didatangkan dari zaman Siti Nurbaya. -Azka Syandana Prama- Disaat wanita lain me...