Gadis itu terduduk memeluk lututnya. dibenamkannya wajah cantik itu diantara lutut yang berhimpit. menyembunyikan buliran bening yang sedari tadi membasahi wajahnya. tetap saja sisa sisa air mata suci itu membekas. meninggalkan mata yang membengkak juga hidung memerah hangat.tangisnya semakin menjadi jadi. sesekali ia meraung raung seperti manusia yang kehilangan jiwa. tangis itu kadang terdengar menyakitkan. kadang dibarengi tawa yang aneh. kadang hanya berupa sesegukan. lalu ia menarik kasar jilbab merah marun yang dikenakannya kemudian membuangnya ke sembarang arah. ia mengacak acak rambut hitam pekatnya disusul kedua jemarinya menangkup wajahnya sendiri.
sebuah luka baru saja ia dapatkan hari ini. luka menganga yang sangat dalam. sedalam sebuah perasaan yang sejak lama ia pendam. namun kini perasaan itu hancur menjadi butiran debu yang teramat kecil lalu hilang terbawa hembusan angin.
"mengapa bukan aku yang menjadi istrimu, Dana!" gadis itu berteriak murka. tak peduli suaranya yang menggema hampir terdengar keluar kamar.
"aku mencintaimu melebihi aku mencintai diriku sendiri, Dana" lirih gadis itu lagi. ia mengusap kasar wajah basahnya. tangisnya sesegukan seperti anak kecil yang ditinggal ibunya.
Maudy mengeluarkan ponsel dari tas bermereknya. di bukanya menu gallery lalu terpampang jelas wajah Dana yang sedang memimpin sebuah meeting. Maudy mengambil gambarnya secara diam diam. ia tatap nanar foto tersebut yang telah di zoom sebelumnya.
"andai kamu tahu, bahwa diam itu menyakitkan, Dana. mempertaruhkan perasaanku lewat kebisuan omong kosong" Maudy mengelus layar ponselnya dengan nanar. menyusuri wajah Dana lewat sentuhan jarinya.
"dan kamu lebih memilih menikah dengan seorang wanita yang bahkan tidak berjuang sedikitpun untuk kamu!" Maudy mendesis sinis "hidup kadang selucu itu!"
Maudy membuang ponselnya ke ranjang yang berada dihadapannya. kini ia kembali meraung raung tak berdaya. memeluk lututnya erat. seolah hanya tubuhnya penopang setia sebagai pelindung hatinya yang tersayat meninggalkan luka membekas.
Maudy semakin terpuruk ketika mendengar kabar tentang pernikahan Dana dengan Sina. tak hanya Sina yang dikejutkan dengan kehadiran Dana sebagai calon suami misteriusnya kala itu. Maudy yang mendengarnya pun butuh penjelasan beberapa kali hingga akhirnya ia benar benar percaya bahwa Dana resmi menikah dengan Sina.
kini penyemangat hidupnya sudah tidak ada. sudah menjadi milik orang lain. tak akan ada lagi kesempatan atau waktu luang yang dimanfaatkan Maudy untuk bisa dekat dengan Dana. Pria idamannya kini sudah berstatus suami orang. tak ada pundi pundi harapan lagi disana. bagaimana ia bisa bekerja dengan baik kalau setiap harinya ia disuguhkan wajah pria bernama Dana itu. jika biasanya ia begitu antusias dengan keberadaan Dana, mungkin setelah ini ia tak akan sanggup bertatap muka dengan atasannya tersebut. terlalu menyakitkan baginya.
"haruskah aku tinggalkan pijakan bumi ini, agar tak ada lagi bayang bayang wajahmu terus menteror pikiranku? haruskah aku bertindak sesuatu, agar kamu merasakan sakit disini?" Maudy menunjuk dadanya. kini tatapan gadis itu kosong. kepalanya memiring ke kanan dan ke kiri. seperti manusia tanpa roh. terkadang ia tertawa sendiri. terkadang ia menangis tersedu dan terkadang ia menangis menjerit seperti sedang kesakitan.
***
"panggil suamimu,ndhuk. kita makan siang bersama" Ibu menaruh semangkuk besar sop iga sebagai hidangan terakhir diantara berbagai macam menu di meja makan.
"ibu saja ya, Sina masih sibuk goreng bawang, nih" Ibu menggeleng seraya menipiskan bibirnya. ia tahu anaknya sedang mencari alasan.
"kamu ajak Dana turun sekarang juga" ibu mengambil alih pekerjaan sina. memberi tanda agar Sina sendiri yang harus menemui suaminya langsung. gadis itu menurut pasrah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya bertasbih
SpiritualWanita mana yang ingin menikah melalui proses perjodohan? kurasa tidak ada. ya, tidak ada! Namun prediksi ku meleset sampai akhirnya aku menemukan wanita yang kurasa ia didatangkan dari zaman Siti Nurbaya. -Azka Syandana Prama- Disaat wanita lain me...