2. Kenyataan pahit

32.3K 1.5K 12
                                    

"Apa? putus?"

"Aku minta maaf"

"Kamu bercanda kan, bas" ucap Sina lirih tidak percaya. matanya menyimpan keingintahuan yang besar. Sampai detik ini pun Sina masih belum percaya kalau Abbas---kekasihnya tiba tiba saja memutuskan hubungan dengan dirinya. Sina memutar 90 derajat tubuhnya hingga menghadap penuh pada abbas. Sorot matanya menuntut kejelasan yang pasti dari pria itu.

"Aku serius" abbas memberi jeda seraya memejamkan matanya lalu membuka lagi tepat menghadap Sina. seolah mendapat asupan keberanian. "ku rasa hubungan kita sudah tidak sehat. Aku mau berubah, sayang" bahkan disaat seperti ini abbas belum mau melepas sapaan 'sayang' pada gadis yang dicintainya.

"Berubah dalam hal apa, bas? dan tidak sehat bagaimana?" Sina masih menahan kesabarannya. Bisa saja ia menangis sekarang juga. Tapi suasana disini begitu ramai pengunjung. Abbas meminta Sina bertemu di salah satu taman kota tak jauh dari rumahnya.

"Sejak awal kita memutuskan untuk berpacaran itu sudah salah. hubungan yang kita jalani tidak benar. Dan aku baru menyadarinya sekarang"
Sina menyipitkan matanya heran. sungguh ia masih belum mengerti jalan pikiran Abbas saat ini. Apa maksud perkataannya? dan mengapa ia bicara seperti itu?

"Apa yang membuatmu sadar?" Sina berpura pura paham, membiarkan Abbas melanjutkan penjelasannya. Abbas belum menjawab. Ia malah mengeluarkan sesuatu dari tas kecil. dan benda itu adalah Al Qur'an mini miliknya.

"Seseorang memberiku ini" Abbas mengarahkan pandangannya pada qur'an tersebut. menarik perhatian Sina dari tadi.

"Dan janganlah kau mendekati zina. zina itu sungguh suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk"

Abbas membaca arti dari surat Al isra ayat 32 diakhiri bersama tatapan tajam miliknya. Sina menangkap sesuatu dari sana. Mata memang selalu jujur, tidak mampu berkhianat seperti mulut. Tatapan Abbas padanya cukup mewakili alasan ia meminta putus dari Sina. Gadis itu menundukan wajah sebelum akhirnya satu aliran bening menyusuri wajahnya.

"Apa kamu menangis?" Abbas mendengar samar isak tangis dari gadis yang kini menjadi mantan kekasihnya. Mendengar pertanyaan sederhana itu malah membuat Sina tak mampu membendung lagi. Secara tidak langsung ia memutuskan untuk menangis begitu saja. tangisnya menjadi jadi. Tak peduli dengan tatapan heran dari pengunjung yang mengarah pada mereka.

"Sayang, aku minta maaf sudah membuatmu menangis. aku,----"

"Cukup, bas" sina mendongak seraya mengusap sisa air mata di wajahnya. menangis sedikit saja sudah membuat wajahnya memerah, terutama bagian pipi dan hidungnya.

"Sapaan 'sayang' kamu itu juga bagian dari zina, kan?"

Keadaan berbalik. Abbas menunduk malu. ia menggigit bibir bawahnya lalu kembali menatap Sina dengan wajah sedih. Sedih diantara dua kenyataan. Karena membuat Sina menangis atau karena meratapi perbuatannya bersama gadis itu? Abbas tak kuasa melihat Sina dalam keadaan seperti itu. hampir 1 tahun ia berpacaran dengan Sina, ini pertama kalinya ia melihat gadis itu menangis.

"Zina hati, misalnya" Sina menambahkan.

"Ya, kamu benar" jawaban Abbas merendah seiring bersama rasa tidak percaya diri pada ilmu yang baru baru ini ia peroleh dari seseorang. seseorang yang sudah menggugah hatinya.

"Aku minta maaf, Sina" lidah abbas terasa kaku karena sudah terbiasa menyapa Sina dengan panggilan 'sayang'. Lagi lagi sisi lain dirinya berontak untuk tidak mengulang. Ia bertekad untuk menjadi manusia lebih baik. langkah awal yang bisa ia lakukan hanya itu.

"Jika memang kamu melakukan itu semua karena Allah, mohon ampunlah padaNya. Minta maaf lalu minta RidhoNya. Agar kelak kamu mendapat syafa'at dariNya"

Cahaya bertasbihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang