19. nila yang tersembunyi

20.2K 1.2K 15
                                    


Aufa mengabsen ranting ranting yang berserakan di pekarangan. dikumpulkannya menjadi satu media bersama dedaunan yang sudah ia sapu sebelumnya. mata coklat itu menelusuri seisi kebun mini tempat ia menebar ilmu bersama para malaikat kecilnya. acara bermain tadi cukup melelahkan dirinya. untung saja para malaikat itu selalu punya segudang cara agar Aufa tersenyum menutup penat yang mengisi jiwa.
merasa tidak ada lagi sampah sampah kecil, Aufa berjalan menuju ruangannya lalu bersiap untuk pulang.

"aufa" gadis itu menoleh pada si pemilik suara. Idzar berlari kecil menghampirinya. setibanya, pria itu mengatur pernafasannya.

"ada apa, dzar? kok buru buru gitu?" Aufa meneliti alasan Idzar menghampirinya seperti itu.

"ini"

sebuah buku tebal berukuran 19x12 disodorkan kepada Aufa. ia hanya memandang buku tersebut dengan raut bingung. selanjutnya ia menatap Idzar.

"ini buku lo, kan? tertinggal di meja murid. untung lo belum keburu pulang" Idzar menopang tubuhnya pada kedua lutut dengan posisi ruku' sembari terengah tengah.

"ih iya ini punya aku" aufa malah baru menyadari itu adalah bukunya. bagaimana ia bisa lupa? "kok aku bisa lupa ya, dzar?" tanyanya polos sembari menggaruk garuk kepalanya yang berbungkus jilbab segiempat merah marun.

"please.. jangan pikun di usia muda fa. kasian murid murid gue nanti" Idzar turut serta mengikuti Aufa berjalan beriringan melewati koridor.
"aku engga pikun ya. aku cuma lupa" sungut Aufa sambil memeluk buku tersebut di dada. "kalau lupa berkelanjutan disebut apa namanya?" Idzar mengetes ketajaman berpikir Aufa. melalui kilatan matanya menebak apakah gadis itu bisa menjawabnya.

"tidak ingat lah" Aufa menjawab sesuka hatinya. menimbulkan wajah merengut tercipta dari Idzar. gadis itu malah jadi sangat bodoh dimatanya.

"tidak ingat sama lupa mah sama aja neng..." ujar Idzar gemas "kalau lupa berkelanjutan itu ya pikun namanya" lanjutnya.

"aku kan baru kali ini aja lupa, dzar. kemarin kemarin aku inget" Aufa berkelit.
"yakin?" Idzar memicing ragu "lalu sekitar dua minggu yang lalu. ada seseorang lupa bawa kunci loker itu siapa yah?" Idzar mengetuk ngetuk dagunya. bola matanya menatap langit langit. "terus yang datang tiba tiba ke sekolah terus nelpon gue sambil nanya 'dzar, kok sekolah sepi?' padahal itu hari libur. itu juga siapa ya, fa?" matanya melirik Aufa. gadis itu menegang malu.

"oh iya satu lagi. rasanya baru kemarin deh. ada orang yang nanya ke gue jadwal kelas outbond. itu  siapa ya, fa?" Idzar menatap Aufa pura pura tidak tahu. nyatanya ia tahu semua itu kebiasaan mutlak milik Aufa. Aufa mengerjap bodoh lalu menoleh ke sembarang arah. bukan karena malu tentang kepikunannya. tapi ketika si pemilik mata elang itu mengintimidasinya.

"sebutin aja semuanya. kalau perlu pake toak masjid" ada perasaan aneh ketika Idzar mengetahui semua insiden konyol kepikunannya. bahkan hampir sedetail itukah?

"bener nih?" sahut idzar antusias sekali. "oke. ga usah pake toak masjid. kejauhan. di ruang guru juga ada, toak" bibir Idzar berkedut mendapati Aufa mengerucutkan bibirnya sebal.

"idzar apaan sih. nyebelin banget" Aufa tertular kepecicilanya Sina. ia menghentakan kakinya seraya menggerutu. tapi ia menyukainya.
"walaupun aku lupa dalam hal sepele, tapi insya allah aku ga lupa dalam hal penting" Aufa tetap membela diri. disini, harga dirinya sedang di uji oleh makhluk bernama Idzar.

"contohnya?"

Aufa terdiam. matanya bergerak gerak. "cuma aku yang hafal karakteristik siswa keseluruhan. termasuk fino si anak bandel tapi memiliki kecerdasan luar biasa. atau syifa, anak paling aktif di sekolah tapi kalau berada di dekat kamu, dia berubah jadi gadis manis kalem dan pendiam" idzar bergeming. dalam kelas, salah satu siswa yang bernama Syifa memang terkenal pendiam jika ia tengah mengajar kelasnya. lalu Idzar bersendekap membiarkan Aufa mendeskripsikan kelebihan dirinya.

Cahaya bertasbihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang