FOUR

4.7K 330 38
                                    


FOUR

***

[Author POV]

Ardan dan Raqhel berjalan seiringin, setibanya mereka berdua didepan para karyawan yang terdiam, mereka sama-sama mematung, apalagi disana ada Olin dan Rike.

Ardan berdekham, "Ada apa?" suaranya berubah berat, matanya melirik kiri dan kanan.

"Bapak kok disini?" tanya Olin dengan bingung. Hanya gadis itu yang berani berbicara dengan Ardan.

"Emang kenapa kalo saya disini? Apa tidak boleh?" balas Ardan yang membuat Olin bingung untuk mengangguk atau menggeleng.

Raqhel hanya diam ditempat. Disebelah Ardan yang berdiri tegak dengan beraninya.

"Dan kamu Olin, kamu kenapa disini? Kenapa kamu tidak ada diruangan kamu, mana ada pengacau yang masuk ke ruangan saya lagi," tegur Ardan melirik Olin malas.

"Saya lagi ngantar berkas ke Rike Pak, dan pasti itu Pak Fabi, kalo nggak Chef Zeo, yakan?" senyum Olin mengembang senang karna dia percaya, jikalau ia benar.

"Ck, bukan mereka,"

Ardan beralih pada Raqhel, "Lo ikut gue sekarang!" perintahnya dan langsung berjalan menuju lift.

"Nggak. Emang lo siapa gue?! Dasar onta arab!" maki Raqhel dan langsung membekap mulutnya. Beberapa pegawai kebingungan, walaupun ada yang cuek saja terhadap kejadian ini.

Olin berjalan sembari membawa map ditangannya. Berjalan melewati Raqhel dan menyusul Ardan.

Ardan tengah menunggu lift. Dan kedua tangannya mengepal geram. Matanya terpejam kesal.

TING

Dengan gerakan cepat, Ardan berjalan menuju tempat Raqhel berdiri, lalu menarik gadis itu dengan kuat dan tanpa ampun menuju lift.

Tak sengaja tubuh Raqhel menabrak bahu Olin dan membuat map-map yang dipegang Olin terjatuh. Raqhel tak sempat mengucapkan kata maaf, ia sudah masuk kedalam lift khusus petinggi. Tepat setelah ia masuk, pintu lift tertutup rapat.

Ardan menetralkan nafasnya perlahan. Ia mengucapkan kata-kata yang membuatnya tenang. Lalu dengan mata elangnya ia  segera menatap gadia disebelahnya.

"Lo tuh nggak punya pendidikan apa?!"

"Lo seenaknya aja ngejek gue didepan karyawan gue!"

"Gue udah mau nolongin lo,"

"Kalo tau lo bales gue kayak gini, mending gue biarin lo mati ketakutan dikamar mandi!"

"Gue nggak kebayang yah punya calon istri kayak lo!"

"Ngurus diri lo aja nggak becus! Apalagi ngurus anak gue besok!"

Nafas Ardan terus menderu kencang karena memarahi Raqhel yang tertunduk diam. Raqhel hampir menangis sekarang juga, seumur hidupnya tak ada yang pernah memarahinya sekejam itu.

Ardan menghela nafas lelah.

"Gue nggak peduli kalo lo keturunan dari keluarga Miquelo!"

"Lo sama aja kayak cewe pasar yang mulutnya perlu dikasih pelajaran!"

Ardan membuang wajahnya dan tak mau menatap Raqhel. Tetapi bahu Raqhel sudah bergetar hebat. Ia ketakutan dan menangis sesegukan. Ardan melipat tangannya. Ia tak mau melirik Raqhel sesikitpun.

"Gue emang cewe yang nggak punya tata krama, tapi setidaknya gue cewe yang punya harga diri," ucap Raqhel serak dan penuh dengan nada pelan.

"Kalo lo emang nggak suka sama gue, kenapa lo nggak milih jadi geladang aja, daripada lo sama gue,"

[TCS-3] DesoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang