FIFTEEN

2K 169 15
                                    

FIFTEEN

***

[Author POV]

Nyonya Dina menangis sedari tadi menatap ayah mertuanya sudah tak ada didunia ini lagi. Arzan menangis tanpa ia sadari. Bara sudah memeriksa keadaan Opa Flam yang diduga terkena serangan jantung mendadak. Tetapi ia menyimpulkan ini memang sudah ajal Opa Flam.

Bonbon menangis juga sedari tadi. Ia masih menyimpan rekaman suara Opa Flam untuk terakhir kalinya diponselnya. Zeo menghela nafas dan menatap nanar Opa Flam yang kini terbaring disofa ruang tamu villa yang ditempati Nyonya Dinata itu.

Mereka semua berkumpul namun tidak ada Ardan dan Raqhel disana. Nyonya Dinata histeris memanggil nama Ardan karna anaknya itu tidak ada ditempat. Bonbon memeluk Nyonya Dinata dan membisikkan penjelasan mengapa Ardan tak ikut berkumpul sekarang ini.

Nyonya Dinata meminta Ardan datang sekarang juga. Akhirnya Zeo dan Fabi berunding. Namun akhirnya Fabi yang pergi ke kamar Ardan. Bara mengatasi penjelasan mengapa ini terjadi kepada Opa Ardan itu kepada pihak rumah sakit. Zeo berada ditempat bersama Arzan untuk menggotong Opa Ardan itu masuk ke dalam mobil ambulance.

Bulan dan Bonbon memapah Nyonya Dinata yang tampak terpukul sekali. Wanita paruh baya itu tak berhentinya menangis. Kepalanya menyandar kebahu Bonbon dan ia berjalan dengan tertatih-tatih mengikuti tandu yang membawa mertuanya itu.

Setelah disiapkan segalanya oleh pihak rumah sakit. Mereka sore ini juga akan terbang ke Jakarta.

Fabi berjalan dengan tergesa-gesa ke kamar Ardan. Ia melupakan semua ego dan kemarahan Ardan yang nantinya ia terima. Situasi siang ini sangat genting. Fabi menghela nafas ketika ia berada dipintu kamar Ardan.

Kakinya berdiri dengan tegapnya. Tangannya mengambang diudara untuk mengetuk pintu kamar Ardan itu. Ia sempat ragu namun tak urung segera mengetuknya.

TOK.. TOK.. TOK..

Fabi terdiam. Lalu ia menutup matanya. Bagaimana mungkin ia mengganggu pasangan yang baru saja bercinta?

Fabi menelan salivanya. Ia jarang gugup. Tapi kali ini ia gugup sekali. Otak pintarnya segera mengajak perasaan gugupnya untuk berkompromi, setidaknya untuk sekali ini saja.

TOK.. TOK... TOK..

"Ardan.." panggil Fabi berat, ia tak mau menggunakan nada halus, karna ia tau sendiri.. Ardan itu kalo tidur susah dibangunin. Apalagi sekarang ini ia baru saja bercinta..

"Ardaaan!"

"Ardaaaaan!"

"Ardaaaaan!" panggil Fabi mulai tak sabar untuk mendapat respon dari dalam.

TOK.. TOK.. TOK..

"ARDANNN!!"

"Kaga mempan kalo sama si kebo!" rutuk Fabi tersadar, ia lalu menghela nafasnya karna jengah karna tak mendapat respon.

BRAK.. BRAK..

"DANN...! PLIS DAN.. GUE MOHON.. BANGUN DAN..!"

Fabi menutup matanya. Ia tak boleh marah. Karna tak sabar, ia tak mengetuk pintu lagi namun menggebraknya dengan kesal. Ini genting sekali, kenapa Ardan tidak bangun? Kamar villa ini kan tidak kedap suara. Emang tu anak kebo banget sih!

BRAK.. BRAK..

"Ardan bangun..!" jerit Fabi keras.

Lorong yang sepi membuat suaranya menggelegar dengan besar. Namun tak ada respon sama sekali. Fabi sudah kesal. Akhirnya ia menghilangkan rasa malunya, ia segera mendorong gagang pintu kamar Ardan.

[TCS-3] DesoulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang