Warning : typo dimana-mana
Maaf ya baru update lagi. Silakan dinikmati ^_^
Vomentsnya kalau suka************************
"Tidak seharusnya kau mengajaknya ke sana, kau tahu.."Sedetik, aku bingung dengan pembuka yang Becca pakai di telepon kami kali ini.
Tapi sejurus kemudian aku jadi mengerti."Kenapa tidak? Kukira sudah saatnya Meadow tahu seperti apa ayahnya bekerja."kataku pada Becca, dengan sengit dan sepertinya terdengar nada tidak terima dari sana.
"Tapi aku tetap tidak mengizinkan, oke? Terserah apa yang akan kalian lalukan. Meadow tetap harus tinggal di Illionis."
Sapaan Jordan dari luar kamarku dengan sebotol bir corona membuatku mengangguk dan tersenyum, menyuruhnya menunggu sebentar.
"Tidak bisa kah kau beri kebebasan padanya, Bec? Dia sudah besar--"
"11, Paul. Masih dimana kita saat umur 11 tahun?" Becca memotong.
Huh... Aku mendengus pelan dan mengusap muka. Yah, sudah sepatutnya aku lebih sabar.. Becca yang sekarang lebih protektif pada Meadow....
"Yah..oke.. Terserahlah.." Akhirnya aku menyerah juga.
"Apa?"
Hm..minta pengulangan, ya?.... Yang aku pelajari dari sifatnya yang satu ini adalah, wanita tidak akan berhenti mendebat sebelum ada pengakuan menang dari lawan debatnya...
"Meadow tidak ikut, aku bekerja dengan baik biar bisa mengajakmu tinggal di dekatku." Aku menyimpulkan perdebatan kami kal ini.
Dan yang kuterima sebagai balasan adalah....
Tut...tut...tut...Kurang ajar..., umpatku pelan.
"Sudah selesai?"
Aku menoleh ke pintu kamar. Jordana masih disana.
"Ya."Aku keluar dan mengambil botol corona itu dari tangannya. Kemudian kami melewati sore dengan adegan-adegan lain yang lebih berbahaya, lebih menguras tenaga, tapi menyenangkan.
.
.
.Los Angeles, sebulan kemudian....
Suasana malam Los Angeles ketika kami tiba kembali masih sama seperti saat ditinggalkan. Syuting sudah sepenuhnya selesai, tinggal menunggu konformasi penyelesaian editing. Selama itu, para pemain sepenuhnya meliburkan diri. Biasanya libur yang dimaksud tidak sampai dua bulan.Aku keluar bandara dan akan pulang dengan taksi. Karena tidak ada yang menitipkan mobil disini, jadinya para pemain memakai penyamaran sedari turun dari pesawat. Aku pun begitu. Dengan kacamata hitam, celana jins panjang, dan kemeja lengan pendek, cukup terlihat biasa di mata penduduk Los Angeles.
Ketika baru saja meletakan bemperku dikursi belakang taksi, seseorang masuk ke sampingku.
Dia tersenyum lebar. Gal."Tidak ada yang bilang akan ada perayaan selesainya film di rumahku." kataku pelan, lebih ke heran dengan ekspresi wajahnya itu.
"Katakan terima kasih pada Vin." Gal memotong wajah mengeluh terselubungku. Aku makin heran. Kalau mau bilang terima kasih ke Vin kenapa tidak langsung saja?
"Sung dan aku jadian."
Aku bertampang mengerti. Tapi tak lama berubah jadi agak tidak terima. Kenapa bukan aku yang menerima ucapan itu?
"Dan kau juga."katanya lagi, membuatku menggeleng pelan membalasnya, tidak habis pikir. Aku mengibaskan tangan dan menyuruh supir taksi menjalankan mobilnya.
"Antarkan dia juga ke rumahnya, Pak."
.
.
.Kubuka pintu rumah. Kemudian tanganku beranjak ke saklar semua lampu, dan berakhir di dapur. Memasak sekedar telur goreng plus sosis, ditambah sedikit roti, tentu aku bisa. Sialnya salah satu yang aku tidak bisa adalah memasak makanan favoritku sendiri. Sayur-sop.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEE YOU AGAIN [Fanfiction] ✔
FanfictionIni adalah karya fiksi penggemar. Nantinya akan berbentuk sebuah cerita profesi. Dalam cerita ini, aku akan nencoba merepresentasikan Paul Walker untuk kalian, pembaca, dan khususnya penggemar mendiang. Penulis, Alin Ifa NB: CERITA INI DIREMAKE DAL...