Chapter IV

1.1K 72 1
                                    

Mata kami bertatapan tetapi hanya sebentar, lelaki itu dengan cepatnya mengalihkan pandangannya ke tempat lain.

Aku masih belum mengalihkan pandanganku darinya. Aku sangat terkagum melihat matanya yang indah.

Badanku membatu, aku hanya berdiri diam disana tanpa bergerak sedikit pun.

Tiba-tiba laki-laki itu berjalan kearah ku, aku sangat gugup. Jangan-jangan aku akan di marahi karena menyanyi di tempat umum.

Aku hanya diam membatu menatap laki-laki itu berjalan selangkah demi selangkah kearahku.

Dari tadi laki-laki itu tak pernah sekalipun menatapku, aku kan hanya menyanyi bukan berbuat kejahatan Atau jangan-jangan dia takut nanti dikirain temanan sama aku yang nyanyi sendirian di taman kayak pengamen gitu.

Ugh.. aku kan cuma nyanyi.

Laki-laki itu semakin dekat, aku harus apa? Aku tak tahu harus bagaimana. Aku hanya diam menatap mata biru yang sedari tadi tak menatapku lagi, dan...

Laki-laki itu berjalan melewatiku begitu saja, seperti sedang tidak melihat apa-apa.
Kenapa dia seperti itu?
Segitu tak maunya kah dia merasa malu karena nanti dikirain temanan sama aku.

Aku berbalik dan terus melihatnya berjalan pergi menjauh hingga bayangan dirinya menghilang di ujung jalan sana.

Walaupun begitu, bayangan akan dirinya tak bisa hilang dari kepalaku. Aku terus berpikir tentangnya.

Terutama warna mata miliknya lah yang paling tak bisa hilang dari kepalaku. Mata seseorang yang berwarna biru bukanlah hal yang jarang dan aneh tuk dijumpai.

Aku sudah banyak melihat orang yang memiliki warna mata biru ketika aku liburan ke luar negri bersama keluarga.

Tetapi, mata orang tadi tidak terlihat seperti mata biru biasa. Mata itu menyiratkan kedalaman, kesakitan dan kesedihan serta terasa dingin saat ditatap.

Rasanya orang itu sedang...
Hmmm...? Apa yah..? Sulit tuk kuutarakan dengan kata-kata.
Hmm.. Ah! Aku tahu..

Orang itu seperti sedang membeku dan tertidur di dalam es batu besar yang tenggelam di dasar laut es yang sangat dalam dan gelap...

Cahaya matahari takkan sampai ke dasar laut es yang sangat dalam itu untuk menghangatkan dan mencairkan es tersebut, Orang itu seperti sedang menunggu dengan harapan akan datangnya sinar matahari yang hangat tuk menyinarinya.

Yah... walaupun mungkin orang itu sendiri tak sadar akan harapannya tersebut.

****

"Hana-chan..oii...Hana-chan? Kau mendengarku"

Tiba-tiba lamunanku terbuyarkan, aku berbalik dan melihat haruka-chan sedang berdiri disana bersama adik kecilnya.

"Oh, haruka-chan? Kau sudah pulang"
Jawabku dengan cepat.

"Ckck.. kau tak mendengarku, sudah hampir 10 kali aku memanggil namamu tapi kau tak menjawab sama sekali" omel haruka-chan.

Ahh.. aku terlalu sibuk memikirkan laki-laki tadi sampai-sampai aku tak menyadari suara haruka-chan yang sedari tadi memanggilku.

"Haha..maaf..maaf.. Sepertinya aku keasikan melamun hingga tak bisa mendengar suaramu.. maaf yah?"
Jawabku.

Haruka-chan hanya memandang ku pasrah.

"Hah..kau tak boleh menghayal separah itu hanya karena bunga, kau harus lebih memperhatikan lingkungan sekitarmu" kata haruka-chan dengan nada mengomelnya seperti biasa.

Winter Vs SpringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang