sebelas.

235 28 1
                                    


Mom melihat aku dan Luke secara bergantian. Sementara Luke, dia melihat kebawah. "Ti-tidak ada apa-apa. Sudah, ayo masuk ke kamarmu"

Mom berjalan ke arahku dan mengiringku masuk ke kamarku layaknya domba yang digiring ke kandangnya. "Tapi mom, aku harus tau"

Dan aku sudah berada di dalam kamarku, sekarang. "Belum saatnya" lalu mom menutup pintuku.

Aku duduk di sudut ranjang dan berfikir apa yang terjadi selama 4 hari ini. Tapi jujur kepalaku ini terasa sakit bila kupaksa untuk mengingat suatu hal. 

Sebaiknya kulupakan saja pembicaraan Luke dan mom. Dan mungkin  seharusnya aku membaca sesuatu agar rasa bosanku ini hilang. Instingku mengatakan bahwa aku harus mencari buku diaryku

Kamar ini begitu sulit kupahami. Bila difikir aku tidak melihat adanya buku kimia, ataupun matematika disini. Buku keramat itu menghilang entah kemana.

Lemari

Ya, mungkin kutaruh buku diaryku disana. "Ini dia!" sedikit ku tiup bagian atas buku ini. Kapan terakhir kali aku membukanya?

×N i a l

Setelah menyelesaikan beberapa pekerjaanku di kantor, aku melajukan mobilku ke rumah.

Sesampainya di rumah semua begitu sepi dan damai. Tidak ada suara Tiffany yang menyambutku gembira, tidak ada alunan musik rock kesukaan Tiffany yang berisik, dan hal gila lainnya. God, aku merindukan wanitaku.

Ztt zttt..

Ponselku bergetar di sakuku. "Ada apa? Kuharap aku membayarmu tak percuma"

"Saya menemukan nyonya Horan."

Reflek, aku bangkit dan  melakukan kebiasaan yaitu mondar-mandir.  "Lanjutkan"

"Nyonya Horan tidak lagi berada di apartement mr. Malik. Dia ada di rumahnya" great. "Kirim nomer rekeningmu dan kutransfer bayaranmu"

Dengan itu aku menutup telefon. Aku bergegas ke kamarku dan bersiap. Bila dipahami,  ini seperti  kencan pertamaku saja. Karena aku yang begitu gembira dan excited

...

×a u t h o

"Tiffany, Niall menunggumu di bawah!" Tiffanypun menutup buku diarynya. Ia baru membaca seperempat buku diary itu. Dan hal terakhir yang ia baca adalah, 'aku dan Zayn berpacaran'  hal itu kemarin terjadi atau mungkin sudah beberapa hari kemarin, pikirnya. Jadi Tiffany tidak mempermasalahkan hal itu.

Tak terasa ini sudah malam. Tepatnya jam enam malam sekarang.

Tiffany turun cepat cepat tanpa mempercantik diri atau mengganti baju. Tak perduli dengan apapun inisiatif Niall kesini, Tiffany membenci Niall. Ia masih bingung kenapa momnya itu mengenal Niall, mengapa Niall datang ke rumahnya,  dan sejak kapan Niall mengetahui rumahnya.

Niall yang merasa akan kehadiran Tiffany pun bangkit dengan senang. Tak perduli Tiffany yang notabene masih acak-acakkan dan tak terurus.

Tiffany menarik nafasnya dan menghembuskan nya, "Pergilah"

Satu kata itu membuat Niall jatuh melengkungkan bibirnya ke bawah . "tapi kenapa?"

"Aku tidak mau bertemu dengamu atau kencan denganmu. U too old for me" Tiffany membuang muka darinya.

"Kencan? Siapa yang mengajakmu- ken-can?" Tiffany melihat Niall tajam. "Sangat ke ge-eran" goda Niall

Tiffany membuka mulutnya ingin melontarkan kata kata. "Tiffany kenapa kamu tidak bersiap?"

"Mom Liz" Niallpun tersenyum ke wanita yang berada di belakang Tiffany. "Hai Niall"

Seakan akan tidak ada acara-amnesia Tiffany, Liz menyuruh Tiffany untuk keluar bersama Niall.

Niall membukakan pintu mobilnya dan menatap mata Tiffany sekilas dengan tatapan sayang. Sementara Tiffany, ia hanya menatap remeh Niall. Dan Niall tak memperdulikan hal itu.

"Apa ini, kalau bukan kencan? Apa kau tau kau-dan-aku, kita sangat berbeda"

Bukannya marah atau membalas Niall malah terkekeh. "Apa yang berbeda, Tiff? Kau pirang-aku pirang. Kau bermata biru-aku bermata biru. So, there is nothing for be a problem"

"Bukan itu maksudku! Kau- 20 tahun dan aku 16 tahun!" Niall sekali lagi tertawa kecil. Dan melihat Tiffany sekilas. "Hanya berbeda 4 tahun mengapa harus dipermasalahkan"

"Kau sangat menjengkelkan" sindir Tiffany. "Kau sangat menyenangkan" puncak kemarahan Tiffany sudah diubun-ubun. Ia sungguh ingin melempar Niall jauh jauh darinya.

Wajah Tiffany yang merah itu menarik perhatian Niall. Tangan Niall meremas pelan bahu Tiffany dengan satu tangannya, "maafkan aku okey? Aku hanya bercanda"

Tiffany melihat tangan dan wajah Niall bergantian. "Kau! Be-berani-beraninya kau menyentuhku!" dengan cepat Niall menyimpan tangan nya kembali. "Astaga, jahat sekali . aku takut"

"Berhenti membuatku marah, Niall"

Niall tertawa sementara Tiffany masih marah dan malu akan kelakuannya.

...

Zayn Malik. Lelaki ini dilanda oleh rasa rindu yang sangat. Dia kali ini menunggu sms dari seorang wanita.

Zaynpun meletakkan ponselnya dan berjalan mengambil susu kesukaannya. Dengan cepat ia menghabiskan susu itu dan kembali ke tempat dimana ponselnya berada.

Zayn mendengus kesal ketika motif pesan dari Tiffany belum muncul juga.

Zayn yang baru sadar akan hal yang mustahilpun menepuk pipinya pelan. "Stop Zyan! Dia sudah bersuami, for godsake!"

Tapi kemalangan nya pupus seketika. Zayn mendengar dering panggilan di ponselnya, "Halo Tiff!"

"Zayn! Kau-apa! Kau memanggilku Tiffany? Istri Niall, oh my God" Zayn memutar pupilnya. "Perrie? Sorry aku hanya sedang ada urusan dengan dia. Dan ya kau tahulah"

"Great! Aku kira ada hal lain yang lebih dari itu" padahal iya. "Ada apa?"

"Maukah kau menemaniku ke Malibu?"

...

"Niall! Kau! Mengajakku ke Malibu tanpa membawa pakaianku? Dan astaga! Bagaimana dengan  keluargaku yang megkhawatirkanku?! Dan juga Za-" Niall membekap mulut Tiffany erat.

"Forgodsake Tiffany! Kau membuat mereka melihat kita" pelan Niall. Masih dalam bekapan Niall, Tiffany melihat kanan-kirinya.

Niallpun melepaskan tangannya. dan Tiffany mendengus kesal.

"Lain kali akan aku hentikan ocehanmu dengan ciuman"


Another ↭ n.hTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang