tiga.

354 54 6
                                    

Langkah gadis ini mengikuti lelaki yang berada di depannya sekarang. Seakan-akan hidupnya sangat-sangat tergantung dengan lelaki ini, jadi dia mengikutinya.

Niall berhenti, dan itu membuat Tiffany terbentur dengan punggung Niall. Erangan pun meluncur mulus dari mulut Tiffany. Niall terkekeh dan membalikan badannya. "Kepalamu belum boleh menghantam apapun, sayang"

Mata Tiffany terbelalak ketika Niall tiba-tiba mendekatkan wajahnya dengan Tiffany. Tiffanypun mundur sedikit dengan wajah shock.

Tiffany mendorong kepala Niall dengan jari telunjuknya. "Jangan dekat-dekat" ucap Tiffany lalu berjalan mendahului Niall yang tersenyum menyerigai. Niall pun berjalan menyusul Tiffany yang tak tahu apa-apa itu.

Setelah mereka berdua masuk ke dalam mobil, Niall pun segera melajukan mobilnya itu. "Kita mau kemana?"

Demi Tuhan, Niall sangat menyukai Tiffany yang polos ini. Wajahnya yang polos dan tidak mengerti apa-apa itu membuat Niall gemas.

"Suatu tempat yang membuatmu bahagia"

. . . . .

Mobil berwarna merah itu berhenti tepat di gerbang rumah besar itu. "Apa ini rumahku?" tanya Tiffany dengan lugu. "Rumah kita berdua"

Kata-kata itu cukup membuat senyum terulas di wajah Tiffany. Bahkan tak henti-henti dia memandang rumahnya dan Niall dengan mata yang kagum.

Gerbangpun terbuka. Mobil merah itu melaju memasuki halaman rumah. Bisa ditebak Niall, Tiffany masih mengagum-agumi rumah dengan desain dari Louis Tomlinson ini, sahabat Niall.

"Kau menolak semua desain yang diberikan para arsitek itu, dan lebih memilih desain Louis seorang pemalas dengan otak cerdas itu" ucap Niall sambil mengingat-ingat saat itu.

"Benarkah? wow. Seleraku benar-benar bagus" kata Tiffany masih melihat sekitar.

   Niall pun memarkirkan mobilnya. Dengan gentle ia membuka pintu mobil untuk Tiffany.

Niall pun membuka bagasi. "Hey kenapa kau melakukan itu? bukannya ada maid yang akan melakukan itu?"

"Kau meminta agar kita tidak memiliki pembantu" ucap Niall dengan memindah koper mereka keluar.

"Benarkah? padahal kufikir aku akan di sambut oleh para maid seperti putri yang berada di kerajaan" Niall mencoba memaklumi istrinya itu dengan senyuman kecil.

Niallpun membawa koper itu dengan menuntun Tiffany ke kamar mereka berdua.

"Pergilah tidur ini sudah malam" ujar Niall.

"Dimana Zayn?" Tiffany menatap Niall lugu. Niall membalas tatapan itu dengan sedikit marah. "kurasa dia akan kembali besok"

Niall melepaskan tangannya dari bahu Tiffany dan mengalihkan pandangan nya dari Tiffany.

"Dimana Zayn, Niall?" Niall mengepalkan tangannya. Hatinya sakit saat nama itu tersebut dari bibir istrinya. Tapi kepalan tangan Niall kembali ke semula, mengingat Tiffany dalam keadaan yang belum pulih benar

"Niall? kenapa kau diam?"

Niall mulai menghembuskan nafasnya perlahan dan menormalkan emosinya. Ia tidak boleh marah kepada Tiffany yang polos ini. "Dia akan kembali besok. Tidurlah" ucap dingin Niall lalu pergi dari hadapan Tiffany.

Niall menutup pintu kamar mereka. Seandainya Zayn tidak datang, mungkin hal yang berbeda akan terjadi.

Ia berjalan ke dapur dan mengambil sebuah botol wine yang ia simpan rapat di suatu tempat. Tiffany yang melarangnya meminum minuman itu, jadi terpaksa ia menyembunyikannya. Dengan raut muka penuh penyesalan Niall mengambil botol itu dan menuangkannya ke gelas.

Meresap dan mengecap rasa anggur yang telah disimpan bertahun-tahun itu membuat Niall ingin meneguknya lagi, lagi dan lagi. Kesadaran yang ia miliki pun menipis dan membuatnya berjalan lemah ke kamar nya dan Tiffany.

Tiffany menggosok giginya dengan perlahan. Ia sedang memikirkan sesuatu, sesuatu yang sangat membingungkan. Foto dirinya dan Niall yang terpajang indah di kamar mereka membuatnya kepalanya sakit tadi. Dan Zayn? dimana fotonya dengan Zayn?

Tiffanypun sudah selesai dengan ritual sebelum tidurnya dan bersiap untuk tidur. Langkahnya berhenti ketika melihat pria dengan langkah kaki pelan ambruk di ranjangnya. Ranjangnya. Tiffany yang dalam suasana panas itu langsung berjalan dengan menghentakan kaki nya ke pria itu.

Tiffany menarik, memukul, mendorong pria itu dengan sekuat tenaga. Tapi apa? itu semua sia-sia. "Menyingkir dan tidur di kamarmu sendiri!" jerit Tiffany dengan menarik Niall dari ranjang itu.

Niall malah memeluk Tiffany. Niall yang berada dibawah dan Tiffany yang berada diatas membuat Tiffany memukul dada Niall keras.

"Berhenti memukul dan tidur" suara Niall yang serak membuat Tiffany terdiam. Tiffany mulai menciuam bau yang tidak sama sekali ia kenal.

Dengan keras ia memukul kembali dada Niall. Niall merasa jengkel dan sedikit emosi. Ia pun menukar posisi, menjadikan Tiffany yang berada di bawahnya sekarang.

Tiffany diam seribu bahasa, ia ketakutan sekarang. Cengkraman tangan Niall pada bahunya begitu kuat, itu membuat Tiffany kesakitan.

Niall melepaskan cengkramannya lalu duduk. Tiffany membelalak karena tingkah aneh Niall. "Maafkan aku" ucap Niall lalu pergi meninggalkan Tiffany.




don't forget to give a vote and comment!!

Another ↭ n.hTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang