Bagian 11

100 3 0
                                    

Keysha's pov

London, 18 April 2016

Aku menyesap hot chocolateku di sebuah cafe di London. Hmm.. aku memutuskan untuk melanjutkan kuliahku disini. Awalnya aku disuruh oleh papa untuk kuliah di Jerman. Tapi aku tidak mau bertemu dengan Dhika.

Dhika.

Satu nama yang membuatku gila 4 tahun ini. Kalian tau? Aku sama sekali tidak bisa melupakannya. Menghapusnya dari memoriku untuk selamanya adalah hal yang sangat sulit bagiku.

Semenjak dia pergi, aku mengecek akun socmedku. Ternyata semuanya sudah diblokir oleh Dhika. Aku tidak bisa lagi bertemu dengannya.

Aku melirik HPku yang sejak tadi berkedip. Ternyata sms dari temanku, Lily.

Oh, aku lupa untuk menceritakan Sindy. Sekarang ia sudah berada di New York untuk melanjutkan karya lukisnya disana. Aku juga heran, temanku yang super cerewet itu bisa juga memiliki bakat melukis.

Kali ini HPku berkedip lagi. Telpon dari Lily. Huh, dasar gak sabaran.

"Halo?" Dengan malas aku mengangkat telfon darinya.

"Ish, lo kemana aja sih Key? Gue barusan ke apartemen lo malah lo pergi. Bukannya kita udah janjian buat jalan bareng?" Cerocos Lily dengan logat inggrisnya. Nah, Lily ini sangat mirip dengan Sindy. Makanya aku selalu teringat pada Sindy jika aku bicara tentang Lily.

"Lagi di cafe" Jawabku dengan bahasa inggris lalu menyesap lagi hot chocolateku. "Lo dimana sekarang?" Tanyaku lalu beranjak untuk pergi dari cafe. Hot chocolateku sudah habis dan aku juga sudah membayarnya tadi.

"Gue di rumah nih. Lo cepetan kesini!!" Seru Lily membuatku menjauhkan HPku dari telingaku.

Aku jadi heran, tidak adikku, mamaku, temanku, semuanya serba cerewet dan yang utama, bersuara cempreng.

"Iya-iya" Jawabku santai lalu segera menjalankan motorku ke rumah Lily.

Btw, aku masih suka naik motor lho, yah walaupun aku terkadang diomeli oleh Lily. Katanya terkesan cowok. Tapi tetap aku biarkan.

Sesampainya di rumah Lily, ternyata Lily sudah di depan rumahnya dengan wajah ditekuk. Abaikan wajah ditekuknya, aku yakin moodnya akan kembali baik nanti.

"Kenapa muka lo tekuk gitu? BT sama gue?" Tanyaku langsung to the point karena aku tau pasti penyebab mukanya ditekuk adalah aku.

"Udah tau nanya!" Jawabnya dengan kesal lalu masuk ke rumahnya. Aku hanya mengedikkan bahu lalu mengikuti Lily.

"Key, lo tau gak. Tadi pagi di kampus gue ditembak sama James!!" Ujarnya heboh lalu melompat-lompat seperti orang sinting. Ternyata ada juga bule yang sinting -_-

Sebenarnya Lily adalah keturunan Prancis, namun entah dia malah tidak bisa berbahasa Prancis dan membenci Prancis. Dan anehnya lagi, dia malah menyukai Indonesia dan dia bisa berbahasa Indonesia bahkan bahasa Jawa.

Tapi kita tetap memakai bahasa Inggris walaupun dia bisa berbahasa Indonesia. Katanya karena ini di London jadi kita harus menghormati orang Inggris dengan memakai bahasa Inggris. Alasan macam apa itu
-_-

Kembali ke realita, aku hanya diam dan sama sekali tidak merespon apa yang diucapkan Lily.

"Lo kenapa sih Key? Jangan diem dong!" Lily mengguncangkan badanku membuatku menoleh padanya. "Terus gue harus gimana?" Tanyaku dengan malas. Lily tampak kesal melihat ekspresi malasku.

"Kenapa sih Key lo itu jadi males setiap gue bahas cowok?! Apa lo gak seneng gue bisa ditembak sama cowok?" Tanyanya dengan wajah kesal lagi.

"Kan lo tau masalah gue sama mantan gue, jadinya jangan bahas cowok didepan gue" Jawabku dingin.

Amor InvenietTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang