Part 1 chapter 7

59 15 2
                                    

Fikiranku kacau aku hanya wanita bertubuh mungil lagi seorang diri apalah dayaku untuk menolong mengangkatnyapun rasanya aku tak sanggup, jika saja ia tidak mabuk pastilah mudah untuknya berjalan.

Tanpa kompromi aku mengambil jalan pintas, membopong dan membawanya agar terus melangkahkan kakinya dengan itu aku tidak akan mengalami kesulitan walau seorang diri. Tangan beratnya bagai menekan bahuku, ia masih dibawah pengaruh alkohol aku harus mencengkrami jaketnya agar dirinya tetap stabil. Bau alkohol begitu menyengat disekujur tubuhnya "berapa banyak kau meminumnya"ucapku terengal harus bersusah payah nyatanya Nick benar-benar tak berdaya untuk membawanya melangkahpun tak semudah itu.

Jika ini yang dikatakan bersusah-susah dahulu bersenang-senang kemudian, apa aku akan mendapat kesenangan setelah ini. Aku tak mampu lagi bahuku terasa sakit dan leherku terasa tegang terlebih kedua kakiku mendadak menjadi kram, aku terjatuh didasar lantai sekaligus menghempaskan tubuh Nick jatuh beberapa jengkal dariku, aku memukul-mukul bahuku dan meregangkan otot leher syukurlah kami tiba diparkiran. Satu tugas lagi pekerjaan untuk mengangkutnya kedalam mobilku dan itu bukanlah pekerjaan mudah. Kini aku memandangnya iba ia masih terbaring disana. Kulihat perlahan ia membuka matanya yang kemerahan aku tidak tau apa itu karena pengaruh alkohol atau karena ia sudah menangis sangat lama.

"Dimana Lucia?"kalimat pertama yang dilontarkan pria kesepian itu, aku menghela nafas untuk sesaat, hatiku berkecamuk pria ini sudah gila. "Nick sadarlah!"ucapku tak tahan lagi dengan kelakuan konyolnya. "Adis"lirihnya aku hanya bisa terdiam pilu memandangnya. Masih dalam keadaan berbaring ia membiarkan debu menempeli sebagian wajahnya tatapannya lurus sesekali air terjatuh dari pelupuk matanya "katakan padaku Lucia masih hidup, pada siapa harus kuminta agar ia kembali, tidak bisakah ia hidup lebih lama?"air matanya mulai menganak sungai, aku menyeka air mataku. Nick terus merintih ia memukul lantai keramik sebagai pelampiasannya sembari itu ia terus meronta sedih, aku menutup kencang mulutku berusaha keras agar aku tak ikut membuang air mata kepedihan disini.

Beloved Crime GoalsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang