"maaf, sampai dimana kita tadi"lanjutku setelah duduk bersamanya lagi, kudengar helaan nafasnya yang begitu panjang aku hanya bisa memandanginya dengan perasaan tak mengerti.
Aku mendengar suara ketukan sepatu yang semakin mendekat, hingga kulihat dirinya aku terkejut untuk yang kedua kalinya, itu Gilang. ia kini menatap keberadaan kami dengan heran. Asky bangun dari duduknya berdiri untuk menatap Gilang, "kenapa kau tidak menjawab telfonku"ucap Asky dengan sedikit penekanan, aku hanya bisa mengendahkan pandanganku seolah-olah tak melihat mereka berdua, aku merasa berada disituasi yang canggung.
"aku tidak mendengarnya"jawab Gilang acuh tak acuh, ia bahkan tak mau menatap mata wanita itu, lagi-lagi aku merasa bingung dengan keberadaanku ditempat ini berada diantara mereka. apakah ini tanda bahwa aku harus pergi?. Aku mendengar Asky menarik ingusnya "apa dia menangis?"tanyaku dalam hati, aku berusaha untuk tidak meletakan pandanganku pada mereka meski aku ingin sekali mengetahui apa yang sedang terjadi. Aku sedikit mencuri-curi pandang hingga Gilang kembali memergokiku aku membuang muka ketika pandangan Gilang menjadi milikku "Adis, sebentar lagi kita harus meeting"ucapnya, aku kini menatapnya dengan membelalak saat ia menghampiriku dan lantas menarik pergelangan tanganku, aku berdiri karenanya. Asky kini menatapku sendu bisa kulihat matanya yang kemerahan ternyata dugaanku benar, dengan segera aku melepaskan genggaman tangan Gilang merasa tak enak dengan Asky, mengapa Gilang melakukannya didepan Asky? Satu lagi pertanyaan yg mendesakiku kini. namun Gilang kembali meraih tanganku ia mengencangkan genggamannya agar aku tak bisa melepaskannya.
"pulanglah"ujar Gilang pada Asky, aku menatapnya dengan tatapan menohok "apa yang kau lakukan?"tanyaku tak mengerti dengan jalan pikiran Gilang. ia segera beranjak pergi begitupun dengan diriku yang ikut terbawa pergi oleh tangannya, aku menundukan badan sebentar pada Asky untuk pamit.
"lepaskan aku"ucapku berontak, ia menatapku kesal lalu melepaskan genggaman tangannya, aku memengangi pergelangan tanganku yang sakit karena cengkramannya.
"hei, apa kau ini gila? apa kau sadar dengan apa yang baru saja kau lakukan?"ujarku ikut kesal sebenarnya aku tidak mau mencampuri urusan orang lain tapi melihat perlakuan Gilang tadi membuatku panas terlebih lagi aku sangat benci dengan pria yang suka mencampakan hati perempuan. "kau tau, ini sudah yang kedua kalinya kau menguping, apa kau tidak punya pekerjaan yang lain selain ingin tahu masalah orang lain"ujar Gilang ikut tersulut emosi,kini suaranya meninggi. aku berdecak kesal "apa katamu? Beraninya kau mengatakan itu padaku"ucapku sembari menolak pinggang, amarahku sudah sampai dipuncaknya. "sudahlah, aku malas berdebat denganmu"ujarnya lalu beranjak pergi mendahuluiku. "hei, Gilang selesaikan dulu urusanmu!"teriakku kesal. Gilang terus berjalan tak memperdulikanku "ah benar-benar"ujarku menghela nafas mencoba mengatur amarahku yang sudah tak terkendali.
Aku berjalan cepat menyusul Gilang didepan sana, dan benar saja tanganku mendarat dengan sempurna dikepala Gilang, ia berbalik untuk menatapku tangannya memengangi kepala meringis kesakitan karena pukulanku "kau tau kau memang tidak waras"ujarku lalu segera pergi meninggalkannya tanpa menjelaskan apapun lagi, "hei Adis!!"serunya tak terima ia terus mengusap kepalanya. Mungkin aku terlalu keras memukulnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beloved Crime Goals
Mystery / ThrillerSebuah kejahatan yang dilakukan oleh orang terkasih bersembunyi bahkan berbaur dengan identitas palsu berusaha ikut terlibat sebagai penyelidik dalam kasus kematian seorang gadis pewaris tunggal dari Luis seorang presdir kaya raya. Sabotase dan mani...