Part 7

1.5K 102 0
                                    

Shania, atau lebih sering dipanggil Nju, adik Melody.

"Siapa cewek ini?" tanya Shania tanpa basa-basi.

"Nju, ini Shani, fans Melody. Shan, ini Shania, adik Melody," ujar Dhike memperkenalkan mereka.

"Kenapa dia bisa masuk?" tanya Shania lagi.

"Nju, dia ...."

"Lo! Sialan!" seru Jeje, yang tiba-tiba sudah ada di dekat mereka. Ia menarik tangan Shani.

"Lo mau tahu siapa cewek ini, Nju? Dia yang bikin Melody mati. Dia pembunuh Melody," kata Jeje pada Shania. Kinal terlihat berlari dari kejauhan. Ia kecolongan saat sedang mengobrol dengan pelayat lain.

"Nju, bukan gitu. Dia ...," kata Dhike.

"Bukan gitu apanya? Jelas-jelas dia yang bikin Melody mati. Cuman buat cewek kayak dia, Melody ngorbanin nyawanya. Apa istimewanya cewek ini?" potong Jeje. Ia masih mencengkeram tangan Shani yang sedang menangis.

Kinal yang baru sampai langsung menarik tangan Jeje. Cengkeraman tangan Jeje terlepas dan Ve langsung menarik Shani untuk melindunginya.

Sementara itu, Shania mendengar kata-kata Jeje dengan wajah datar. Tak ada yang tahu apa yang ada dipikirannya.

"Nju, Melody emang ngorbanin nyawanya buat nyelametin Shani. Tapi Shani bukan pembunuh," kata Dhike. Shania hanya diam.

"Nju, lo tahu kan Melody kayak apa. Dia ...," kalimat Dhike terhenti saat Shania tersenyum.

"Gue ngerti. Gue ngerti banget, karena gue pasti juga bakal ngelakuin hal yang sama. Gue nggak nyalahin cewek ini. Siapa namanya? Shani. Gue nggak akan nyalahin Shani. Gue malah berterimakasih sama dia, karena dia, Kak Melody meninggal dengan cara yang baik. Dan, dia pasti bakal dikenang sama banyak orang," ujar Shania. Ve, Kinal, Dhike, dan Gaby tersenyum mendengar ucapan Shania. Sementara Jeje menatap Shania tak percaya.

"Dan, Ci Jeje. Lo baru di band, jadi lo nggak ngerti Kak Melody sepenuhnya. Gue yakin, Kak Melody nggak mau lo bersikap kayak gini," kata Shania lagi. Jeje menatap Shania tajam. "Lo harus bisa nerima Shani, karena mulai sekarang, Shani bakal gantiin Kak Melody. Shani bakal gue anggep saudara gue," tambah Shania.

"Nju, lo ...," Jeje tak melanjutkan kata-katanya. Ia langsung pergi begitu saja. Kinal sudah akan mengejarnya, namun Shania mencegah.

"Biarin aja, Kak. Ci Jeje pasti perlu waktu sendiri," kata Shania. Kinal menghela nafas.

Shania menatap Shani. Ia tersenyum.

"Kamu manis. Dan entah kenapa, wajahmu nggak asing," kata Shania. Shani hanya diam dan menunduk.

"Shan, apa nggak sebaiknya kamu pulang? Kakakmu pasti bingung nyariin kamu," saran Ve.

"Tapi ... aku pengin ... ikut ... ke pemakaman Kak Melody," kata Shani terbata. Ve, Kinal, Dhike, dan Gaby saling pandang.

"Kamu tadi nggak bilang ke kakakmu?" tanya Shania. Shani menggeleng. "Kalo aku ngelakuin kayak gitu ke Kak Mel, dia pasti marah." Shania tersenyum pada Shani.

"Sekarang, kamu pulang dulu dan bilang ke kakakmu kalo kamu ke sini. Biar Kak Kinal sama Kak Ve yang anter. Trus, nanti kamu balik lagi ke sini sama kakakmu. Oke?" kata Shania lagi. Seperti terhipnotis, Shani mengangguk dan langsung menurut pada perkataan Shania.

Kinal dan Ve lalu mengajak Shani untuk pulang ke rumahnya.

Kinal mengetuk pintu rumah Shani. Saktia yang membukakan pintu.

"Kak Kinal? Eh? Kak Ve juga? Ada a ...," kata-katanya terhenti saat melihat adiknya, Shani.

"Shani! Kamu darimana? Kak Nat dan aku bingung nyariin kamu!" seru Saktia.

"Sebentar," potong Kinal. Ia menarik Shani ke depan Saktia.

"Biarin adikmu masuk dulu. Kita akan jelasin semuanya," kata Kinal. Saktia membuka mulut seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi tidak jadi. Akhirnya ia mempersilakan Kinal, Ve, dan Shani masuk.

"Tunggu. Aku panggilin Kak Nat sama Gre," kata Saktia. Ia lalu masuk ke kamar Nat. Tak lama, ia keluar bersama Nat dan Gracia yang masih terlihat lemas.

"Shani, kamu ...." Nat sepertinya ingin menyumpah, tapi ia menahan diri.

"Kak Ve? Kak Kinal? Kok bisa ...." Gracia tak sanggup melanjutkan kata-katanya. Ia langsung menghambur dan memeluk Shani.

"Kamu jangan pergi-pergi lagi. Perasaanku nggak enak,"bisik Gracia.

"Iya," balas Shani. Shani lalu melepaskan pelukan dan menarik Gracia untuk duduk. Kinal dan Ve lalu menjelaskan maksud mereka.

"Aku ngerti. Tapi maaf, aku nggak bisa ngijinin Shani pergi," kata Nat setelah mendengar penjelasan Kinal.

"Kalian bisa ikut," sahut Kinal. Gracia, Shani, dan Saktia menatap Nat penuh harap.

"Aku ...." Nat tak bisa menemukan kata-kata yang pas untuk menolak tatapan penuh harap ketiga adiknya. Nat menghela nafas.

"Oke," kata Nat akhirnya. Ve dan Kinal tersenyum.

***

Kini, mereka sudah berapa di area pemakaman. Doa dan penghormatan terakhir sudah dibacakan. Jenazah sudah dimasukkan ke liang lahat. Shania, Gaby, dan Dhike berdiri di salah satu sisi liang lahat. Ve, Kinal, Shani, Gracia, Saktia, dan Nat di sisi satunya. Jeje, yang terlihat masih emosi, hanya menatap dari jauh.

Tak ada yang menangis di pemakaman Melody. Sebab semua orang tahu, Melody meninggal dengan cara yang heroik dan akan selalu dikenang.

Batu nisan sementara telah ditancapkan. Langit mendung, dan orang-orang mulai beranjak pulang. Hanya tinggal Shania, Gaby, Dhike, Ve, Kinal, Gracia, Shani, Nat, Saktia, dan Jeje.

Shania duduk bersimpuh di samping gundukan makam Melody. Gaby dan Dhike ada di sebelahnya. Shani dan Gracia berpelukan. Ve menyandarkan kepalanya ke bahu Kinal. Saktia menatap makam Melody dengan sedih. Nat hanya menunduk.

"Nju," panggil seseorang. Jeje.

"Gue ... minta maaf. Gue emang baru di band, dan gue nggak tau sifat Melody. Gue akan coba ngertiin kalian. Tapi maaf, gue nggak bisa maafin cewek itu," kata Jeje. Shania menatap Jeje.

"Ci, gue tahu ini berat. Tapi kita harus tetep hidup dan ngelanjutin mimpi Kak Mel," ujar Shania. Jeje hanya mengangguk, lalu berbalik dan berjalan pergi.

Selepas kepergian Jeje, Shania berusaha berdiri dibantu Gaby dan Dhike. Saat itu mata Nat dan Shania bertatapan. Nat langsung mengalihkan pandangannya seakan tidak suka dengan Shania. Namun, Shania masih menatap Nat.

Gue kenal mata itu. Gue pernah ketemu lo. Gue lupa, tapi gue yakin kita pernah ketemu, Natalia. Batin Shania. Namun, ia tak mengatakan apa-apa dan berjalan ke mobil. Yang lain mengikuti di belakang.

Hujan turun tepat saat mereka masuk mobil. Hujan pertama di tahun ini, membasahi makam Melody. Rintik hujan yang semakin deras seakan ingin menambah kesedihan. Namun, semua orang yang ditinggalkan Melody tetap tegar. Mereka sadar, Melody pergi dengan meninggalkan sejuta mimpi yang masih harus diwujudkan.

"Gue langsung anter mereka pulang," kata Kinal pada Dhike di mobil seberang.

"Hati-hati Kak," kata Gaby. Kinal mengangguk. Ia lalu tancap gas, membawa Nat dan adik-adiknya pulang.

Karena Kita Semuanya Team | JKT48 Band&Shani [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang