Part 25

1.1K 82 10
                                    

Shani dan Yona saling bertatapan.

"Kak Yona kenal Ci Jeje?"

"Kamu masih harus nanya kayak gitu? Udah deh, langsung aja. Apa maumu? Apa kamu mau minta ke aku buat nggak bilang ke Jeje soal keberadaanmu?" tanya Yona keras. Shani terdiam. Yona tahu persis apa yang ada di pikirannya.

"Kalo emang itu maumu, oke," kata Yona lagi. Shani terbelalak.

"Kak ... Kak Yona serius?"

"Kasih aku alasan kenapa aku nggak boleh bilang ke Jeje soal keberadaanmu," ujar Yona santai.

"A ... apa?" tanya Shani.

"Gini ya, aku tahu keadaan Jeje dan bandnya. Mereka bener-bener kehilangan kamu. Mereka bahkan udah hampir bubar cuman gara-gara kamu pergi gitu aja dan nggak ngasih kabar. Jadi, aku minta kamu kasih alasan kenapa aku nggak boleh ngomong ke Jeje soal keberadaanmu. Karena, yang aku tahu, kalo mereka ketemu lagi sama kamu, mereka bakal bangkit dari keterpurukan mereka," ujar Yona panjang.

Shani baru membuka mulut, namun Yona terus berbicara.

"Pertama-tama, kasih tau alasan kamu pergi. Sejujurnya."

"Kak, aku ...."

"Shan, jawab aja deh. Ato aku bakal pulang dan langsung bilang ke Jeje," sahut Yona. Shani menghela nafas.

Rencananya tadi, ia yang akan mengancam Yona untuk tidak berbicara apapun tentang keberadaannya. Namun, sekarang yang terjadi adalah kebalikannya. Yona adalah sang serigala, dan Shani adalah anak domba yang dipermainkan.

"Buruan," kata Yona tak sabar.

"Ehmm, kata Kak Nat, aku harus pergi biar aku bisa ngejar impianku," kata Shani akhirnya.

"Kata Kak Nat?" Yona mengutip perkataan Shani. "Berarti kamu nggak punya alasan apapun pas pergi dan ninggalin band?"

"Ehmm, bukan kayak gitu Kak. Aku juga mikir gitu awalnya. Tapi ...."

"Tapi?"

Shani lalu menceritakan percakapannya dengan Gracia beberapa waktu yang lalu.

"Jadi, sekarang kamu nyesel udah pergi?" tanya Yona menyimpulkan.

"Nggak nyesel juga, Kak. Cuman kayak ... gimana ya?" Shani mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan perasaannya.

"Gimana?"

"Ya gitu deh Kak," jawab Shani tak jelas.

"Hmm, aku ngerti. Jadi kamu sekarang nurutin semua kata Nat? Makanya kamu nggak mau aku kasih tau Jeje kalo aku ketemu kamu, gitu?" tanya Yona.

"Iya Kak. Plis ya Kak, jangan bilang apapun ke Ci Jeje. Aku nggak mau Kak Nat marah," pinta Shani. Yona terlihat berpikir.

"Kita lihat nanti," jawab Yona, lalu berdiri.

"Eh, maksud Kak Yona?" tanya Shani terkejut.

"Yaahh, tunggu aja. Kalo emang kalian ditakdirin ketemu, ya pasti bakal ketemu," jawab Yona sambil berjalan pergi.

"Eh? Kak Yona nggak akan bilang ke Ci Jeje kan?" tanya Shani setengah berteriak dan bangkit dari duduknya. Yona yang sudah berjalan agak jauh hanya melambaikan tangannya tanpa berbalik.

Shani terduduk lesu. Habislah ia. Sudah pergi malam-malam tanpa pamit Nat, pulang tanpa membawa hasil yang baik pula. Ditambah, Nat mungkin akan tahu semuanya. Shani merasa hidupnya tak bisa lebih buruk lagi.

***

Gracia menunggu Shani kembali dari misinya di ruang tamu dengan cemas. Nat sudah masuk ke kamarnya dan tidak menanyakan Shani sama sekali, untungnya.

Shani masuk, dan Gracia buru-buru berdiri dan berjalan di samping Shani.

"Gimana?" tanya Gracia. Namun, dari raut wajah Shani saja Gracia sudah tahu jawabannya. Gagal.

"Apa ... apa kata Kak Yona?" tanya Gracia setengah berbisik. Shani menghela nafas.

"Ayo kita masuk kamar dulu," ajak Shani tanpa menjawab pertanyaan Gracia. Gracia merangkul Shani, lalu mereka berdua kembali ke kamar.

"Sst, Gre," bisik seseorang saat mereka akan naik ke lantai 3. Gracia menoleh. Ternyata Saktia yang sedang berjongkok di balik vas bunga besar di kaki tangga.

"Kak Sak ngapain di situ?" tanya Gracia agak heran sekaligus geli. Kakaknya itu memang konyol.

"Gimana?" bisik Saktia. Gracia menatap Shani yang tertunduk lesu.

"Naik yuk," ajaknya. Saktia keluar dari balik vas bunga, lalu berjalan bersama kedua adiknya ke lantai 3.

Mereka masuk ke kamar Shani. Begitu masuk, Shani langsung berbaring di kasur. Matanya menatap langit-langit dengan tatapan kosong.

"Jadi?" tanya Saktia lagi. Shani menghembuskan nafas keras.

"Gagal," jawabnya.

"Gagal gimana? Ceritain," desak Saktia. Shani menatap kedua mata Saktia yang penuh permohonan. Akhirnya Shani menceritakan semuanya pada Saktia dan Gracia.

"Orang itu maunya apa sih?" tanya Saktia geram.

"Udahlah, Kak. Kak Yona ada benernya kok. Kalo emang takdir juga nggak bisa diapa-apain. Yang penting kita udah berusaha kan?" sahut Gracia. "Iya kan Shan?" Gracia mengelus pundak Shani. Shani hanya mengangguk lesu.

Iya sih. Yaudah deh," kata Saktia setuju. Ia lalu bangkit dari duduknya.

"Mau kemana Kak?" tanya Gracia.

'Tidur," jawab Saktia pendek. Ia lalu keluar dari kamar Shani.

"Kamu tidur di sini ya, Gre," pinta Shani. Gracia mengangguk. Mana bisa ia meninggalkan Shani sendiri seperti itu.

Saat jam menunjukkan pukul 12 malam, Shani dan Gracia sama-sama sudah tertidur.

***

Tak ada kejadian apapun di hari-hari berikutnya. Yona tak terdengar kabarnya, Jeje belum datang sambil marah-marah pada Shani, dan Nat masih belum tahu kebenarannya.

Tepat satu minggu setelah itu, Nat mengajak ketiga adiknya jalan-jalan.

"Kok Kak Nat tiba-tiba ngajak kita jalan ya?" tanya Shani pada Gracia saat mereka makan siang bersama.

"Kan kita udah lama nggak jalan bareng. Mungkin Kak Nat kangen. Ato mungkin dia lagi capek ngurusin skripsi," jawab Gracia sambil memotong baksonya.

Ya, meski mereka tinggal di Jepang pun, mereka tak bisa lepas dari makanan Indonesia, terutama bakso. Untungnya, di dekat kampus Gracia ada sebuah restoran yang menyediakan makanan-makanan dari negara lain. Rasanya memang berbeda dari bakso Indonesia, namun sudah lumayan untuk mengobati kerinduan mereka pada makanan Indonesia.

"Aku takutnya ...."

"Ssssstt," Gracia mendesis untuk memotong ucapan Shani.

"Positive thinking aja lah," katanya. Shani mendesah dalam hati. Mudah memang berkata seperti itu, tapi kenyataannya? Shani sangat mencemaskan hal tersebut sampai-sampai bakso di hadapannya belum tersentuh.

"Kamu mau makan nggak?" tanya Gracia dengan mulut penuh. Shani mengangkat alis.

"Kalo nggak mau aku makan," kata Gracia. Shani melirik mangkok Gracia. Masih ada dua butir bakso di sana. Ia lalu mengalihkan pandangan ke tubuh Gracia.

"Kamu gendut," katanya singkat, namun sudah cukup untuk menjawab pertanyaan Gracia secara tersirat.

"Berarti ini membuktikan kalo aku sama stressnya kayak kamu," kata Gracia.

"Heh?"

"Ya, aku kalo stres pasti bakal makan banyak. Makin banyak aku makan, berarti aku makin stres," jelas Gracia.

"Kalo itu sih emang kamunya yang rakus," sahut Shani mengejek.

"Mana ada? Selama ini aku makannya sedikit. Kalo pas lagi stres aja agak banyak," kata Gracia tak terima.

"Tapi kamu kan stress terus, jadi makannya banyak terus," cibir Shani.

"Ihh, kamu tuh ...," gerutu Gracia kesal. Shani tertawa.

Karena Kita Semuanya Team | JKT48 Band&Shani [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang