Part 28

1.1K 82 19
                                    

Sementara itu, di taman ....

"Kamu kenapa Shan?" tanya Nat cemas melihat keadaan Shani. Shani tak menjawab.

"Kenapa Gre, Sak?" Kali ini Nat bertanya pada kedua adiknya yang lain. Namun mereka juga hanya diam.

"Apa kalian ngelakuin sesuatu yang salah?" tanya Nat lagi. Tak ada yang menjawab.

"Saktia, Gracia, jelasin ke Kakak," kata Nat sambil menatap kedua adiknya. Tapi mereka malah mengalihkan pandangan dengan rasa bersalah.

"Shani, jelasin ke Kakak. Kakak nggak akan marah, tapi tolong jangan bohong ke Kakak," ujar Nat lembut. Shani terisak. Nat menarik Shani ke dalam pelukannya.

"Ssst, udah. Nggak papa kalo kamu nggak mau jelasin. Kakak ngerti. Ssst," kata Nat berusaha menenangkan.

"Ma ... maaf, Kak," Shani akhirnya berbicara di sela tangisnya.

"Maaf kenapa?" tanya Nat bingung.

"Aku ... aku nggak nepatin janji aku ke Kakak," jawab Shani tersedu-sedu.

"Janji apa?" tanya Nat masih tak mengerti. Lalu, meluncurlah pengakuan itu dari mulut Shani. Nat tak mengatakan apapun selama Shani berbicara. Tadi ia sempat kelihatan terkejut, tapi selebihnya ia berusaha bersikap penuh perhatian.

"Ma ... maaf Kak Nat. Maafin Shani," kata Shani mengakhiri pengakuannya. Nat mengelus rambut Shani lembut.

"Nggak papa. Sekarang kamu ngerti kan, kenapa Kakak ngelarang kamu berhubungan sama band? Mereka nggak baik buat kamu, Shan," kata Nat lembut. Shani masih terisak dalam pelukannya.

***

Shani menjadi pendiam setelah kejadian itu. Sifat dasarnya yang memang pendiam membuat ia menjadi sosok yang dingin. Ia hanya berbicara bila perlu, jarang tersenyum apalagi tertawa. Nat, meskipun risih dengan sifat Shani itu, membiarkannya untuk sementara. Dan Gracia serta Saktia juga tak berbuat banyak. Mereka tak tahu harus bersikap bagaimana. Entah suatu keberuntungan atau malah kesialan, Mario masih belum kembali dari kunjungan kerjanya.

Siang itu, tiga hari setelah peristiwa di taman, Ronald datang ke rumah Nat. Mereka sama sekali belum bertemu sejak peristiwa itu karena Nat sibuk dengan Shani dan Ronald berusaha memaklumi. Tapi tadi malam Nat tiba-tiba meminta Ronald untuk datang ke rumah.

Dengan membawa beberapa bungkus makanan ringan, Ronald masuk ke rumah Nat setelah dibukakan pintu oleh seorang pelayan. Pelayan itu menuntun Ronald ke taman di halaman belakang karena Nat sedang menunggu di sana.

"Hai Nat," sapa Ronald saat melihat Nat sedang duduk dan membaca majalah di gazebo. Nat menurunkan majalahnya dan tersenyum.

"Makasih, Paw," kata Nat pada si pelayan. Pelayan itu mengangguk, lalu meninggalkan mereka berdua.

"Kamu bawa apa?" tanya Nat melihat bungkusan di tangan Ronald. Ronald mengangkat bungkusan itu.

"Oh ini ... cemilan," jawab Ronald.

"Cemilan?" Ronald mengangguk.

"Cemilan cepuluh cebelas," candanya. Nat tertawa kecil. Ia lalu mengisyaratkan Ronald untuk duduk.

"Kenapa kamu tiba-tiba nyuruh aku ke sini?" tanya Ronald. Ia duduk di hadapan Nat.

"Kok kamu tanyanya gitu?" Nat balik bertanya dengan nada kesal.

"Lah? Emang harusnya gimana?" tanya Ronald agak terkejut.

"Harusnya kamu bilang, "kamu kangen ya sama aku?" Bukannya malah tanya kayak gitu." Ronald tertawa.

"Jadi kamu kangen sama aku?" tanya Ronald lembut. Nat berdecak.

"Tauk ah," serunya kesal. Ia kembali menaikkan majalah ke depan wajahnya. Ronald masih tertawa.

"Yee ngambek," ejeknya. Ia bergeser ke samping Nat, lalu merangkul gadis itu.

"Aku juga kangen sama kamu," bisiknya. Nat menusuk perut Ronald dengan jarinya.

"Kamu nyebelin ahh," rajuk Nat. Ronald mencium pipi Nat sekilas.

"Udah jangan marah gitu," katanya. Nat tidak menjawab.

"Gimana adikmu?" tanya Ronald. Nat mendesah.

"Justru itu yang mau aku omongin ke kamu," jawabnya. Ronald menaikkan alisnya.

"Shani berubah banget sejak hari itu. Dia nggak mau ngomong banyak dan jadi dingin. Gimana kalo pas Papa aku pulang nanti dia masih kayak gitu? Aku harus bilang apa ke Papa?" Nat mencurahkan semua isi hatinya pada Ronald. Tepat saat Nat selesai berbicara, handphonenya berdering.

Nat mendesah saat membaca nama penelpon di layar handphonenya. Papa.

"Halo Pa," sapa Nat berusaha terdengar ceria.

"Halo, Sayang. Gimana kabar kalian?"

"Baik Pa," jawab Nat bohong.

'Bagus kalo gitu. Papa besok pulang'

"Eh? Besok Pa?" Nat menatap Ronald khawatir.

"Iya, besok sayang. Kamu nggak suka Papa pulang?"

"Emm, suka kok Pa. Mana ada anak yang nggak suka Papanya pulang," Nat kembali berbohong.

"Yaudah kalo gitu. Papa masih ada beberapa kerjaan lagi. Dah sayang."

"Dah Pa," Nat berkata dengan lesu, lalu menutup teleponnya.

"Papa kamu pulang?" tanya Ronald hati-hati. Nat mengangguk.

"Besok."

"Oh." Ronald merengkuh Nat ke dalam pelukannya.

"Nggak akan terjadi apa-apa," kata Ronald menenangkan.

***

Sayangnya, Ronald salah.

Hari itu diawali dengan cukup baik. Shani bisa tersenyum meski hanya sekilas dan kelihatan dipaksakan, tapi setidaknya ia tak terus-terusan murung. Nat lebih bisa bernafas lega saat Shani kembali mengomeli Gracia yang terlambat bangun.

Mario bilang akan tiba pukul 10 pagi. Nat berusaha mengatur sikapnya. Sepertinya Shani sudah tak perlu dicemaskan. Tapi entah kenapa perasaan Nat tak nyaman.

Pukul 10 lebih 13 menit, terdengar deru mobil memasuki pekarangan.

"Nona, Tuan sudah tiba," ujar Haruka memberitahu Nat yang sedang berdiri di depan kulkas. Nat seperti tersadar dari lamunannya dan menatap dengan terkejut.

"Eh? I ... iya makasih," gumam Nat, lalu berjalan ke depan.

***

Shani menatap kakaknya yang berjalan dengan linglung menuju pintu depan. Ia jadi makin sedih dan merasa bersalah.

"Kak Nat," panggilnya. Nat menoleh, lalu tersenyum kecil.

"Kenapa?" Shani menggeleng ragu.

"Ayo ke depan," ajak Nat. Shani turun dari tangga dan berjalan bersama Nat.

Saktia dan Gracia sudah duduk dengan manis di ruang tamu.

Beberapa menit sudah berlalu tapi Mario tak kunjung masuk. Malah, terdengar deru mobil lain memasuki pekarangan rumah mereka. Shani menatap Nat dan mengangkat alis curiga. Apa Kak Nat nyuruh Kak Ronald ke sini? Batinnya bertanya.

"Papa lama banget sih," Saktia akhirnya mengungkapkan pertanyaan itu dan berjalan ke pintu. Belum sempat ia membuka pintu, pintu sudah terbuka dari luar.

Deg ....

Jantung Shani serasa berhenti saat melihat siapa yang masuk bersama Mario.

Karena Kita Semuanya Team | JKT48 Band&Shani [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang