Part 20

1.2K 97 22
                                    

Sesampainya mereka di rumah, Shani langsung naik ke kamarnya tanpa mempedulikan teriakan Gracia. Kembarannya itu terus bertanya apa yang terjadi pada Shani sejak ia kembali dari pengintaiannya. Namun, Shani tak memperhatikan pertanyaan Gracia karena terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri.

Ci Jeje? Ngapain? Kenapa bisa ada di sini? Mana yang lain? Kenapa Ci Jeje sendiri? Rumah siapa tadi? Apa Ci Jeje udah lama ada di sini? Apa Ci Jeje tahu aku di sini? Apa Ci Jeje ke sini buat nyari aku? Shani buru-buru menghilangkan pertanyaannya yang terakhir. Mana mungkin Ci Jeje nyari aku?

"SHANI!!!" teriak Gracia di depan kamar Shani. Ia menggedor-gedor pintu kamar Shani yang terkunci.

"Shan! Buka nggak?! Aku dobrak nih!" seru Gracia lagi. Tak ada respon dari Shani.

"Shan! Aku dobrak bener ya?" seru Gracia lagi. Ia mengambil ancang-ancang untuk mendobrak pintu kamar Shani.

Brak!

"Aduh!" jerit Gracia yang terjatuh di dalam kamar Shani. Rupanya Shani membuka pintu tepat saat Gracia mendobraknya.

"Kamu apa-apaan sih Gre?!" tanya Shani kesal. Gracia berusaha bangkit.

"Kamu yang apa-apaan? Kenapa nggak dibukain dari tadi?! Kenapa tadi kamu tiba-tiba lari? Kenapa kamu nggak jawab pertanyaanku?" tanya Gracia marah-marah. Shani mendorong pintunya agar kembali tertutup, lalu berdiri di dekat pintu.

"Nggak papa," jawabnya pendek. Gracia duduk di kasur Shani.

"Bohong," sahut Gracia yakin.

"Enggak."

"Iya."

"Enggak."

"Iya."

"Enggak!"

"Iya! Aku tahu kamu bohong Shan! Kamu nggak bisa bohongin aku! Aku tahu kamu lagi mikirin sesuatu!" seru Gracia.

"Gre, kita udah besar. Wajar kan kalo aku punya sesuatu yang nggak bisa aku ceritain ke kamu? Aku juga nggak pernah maksa kamu cerita ke aku tentang masalahmu," sahut Shani.

"Itu karena kamu emang nggak peduli sama aku! Kamu nggak pernah mau tahu apa masalahku! Kamu selalu mikir aku nggak mau cerita ke kamu! Padahal aku pengin banget kamu peduli ke aku! Aku mau cerita karena kamu tanya, bukan aku yang cerita sendiri!" seru Gracia lagi. Ia menatap Shani dengan tatapan tajam.

Shani tak balas menatap Gracia. Ia malah membuka pintu.

"Kalo kamu ke sini buat berantem, mending kamu keluar," ujarnya dingin.

Gracia menatap Shani tak percaya. Mulutnya terbuka, seakan hendak mengatakan sesuatu, tapi tak jadi. Gracia berjalan ke pintu tanpa berkata apapun. Sebelum Gracia keluar, matanya sempat bertatapan dengan mata Shani. Shani terkesiap. Pandangan mata Gracia penuh dengan luka dan kekecewaan.

"Gre ... maaf ...," kata Shani lirih. Gracia tak menjawab. Ia langsung berjalan kembali ke kamarnya.

Shani menutup pintu lalu terduduk lesu di tempatnya berdiri. Ia sudah menyakiti Gracia. Shani menangis. Tangis pertamanya setelah tiba di Jepang.

***

Samar-samar Gracia mendengar suara tangisan. Ia menajamkan telinga. Tak salah lagi. Suara tangisan itu berasal dari kamar kembarannya.

Gracia berjalan ke tembok yang memisahkan kamarnya dengan kamar Shani. Ia duduk merapat di tembok, lalu melakukan hal yang sama seperti Shani. Menangis.

Gracia menyesal sudah berkata sekasar itu pada Shani. Seharusnya ia bisa menahan diri. Dan yang lebih ia sesali, sikap Shani tadi saat menyuruh Gracia keluar dari kamarnya. Seumur hidupnya, ia tak pernah melihat Shani sedingin itu.

Gracia tahu betul ada yang tidak beres dengan kembarannya. Seharusnya ia tadi bertanya dengan baik-baik. Bukannya malah marah-marah sampai membuat mereka bertengkar. Kalau saja tadi ia tidak berteriak pada Shani, pasti sekarang mereka sedang duduk di kamar Shani sambil mendengarkan cerita Shani.

***

Shani mendengar tangisan Gracia diantara suara tangisannya. Sambil masih menangis, ia berjalan ke tembok yang memisahkan kamarnya dan kamar Gracia. Lalu ia melakukan hal yang sama persis seperti yang dilakukan Gracia.

Gracia benar. Bukan Gracia yang tidak mau berbagi cerita dengan Shani. Shani yang tidak mau mendengarkan cerita Gracia. Terutama beberapa bulan terakhir ini. Shani terlalu fokus untuk mengejar mimpinya sampai tak lagi peduli pada keadaan di sekitarnya.

Gadis kembar itu menangis bersama sambil menempelkan punggung mereka ke tembok yang sama.

***

Shani menangis sampai tertidur dalam keadaan duduk bersandar pada tembok. Ketika bangun, jam menunjukkan pukul 3 dini hari. Punggungnya sakit semua karena tidur dalam posisi tidak benar.

Shani masuk ke kamar mandi dan mencuci wajahnya. Ia baru akan berbaring di kasur saat teringat Gracia. Apa dia juga nangis sampe tidur? Batinnya bertanya-tanya.

Akhirnya Shani memutuskan untuk menengok Gracia. Ia mendorong pintu kamar Gracia dan mendapati kembarannya itu sedang tidur dengan posisi yang sama persis seperti dirinya tadi.

Shani berjongkok dan memeluk Gracia. Gracia terbangun karena merasakan kehangatan pelukan Shani.

"Shan," panggil Gracia lirih. Shani melepaskan pelukan, namun Gracia menahannya.

"Maafin aku," bisik Gracia. Shani menggeleng.

"Aku yang harusnya minta maaf. Kamu bener Shan. Aku nggak peduli sama kamu. Maafin aku," bisik Shani. Ia mengeratkan pelukan.

"Maaf aku udah neriakin kamu," bisik Gracia juga.

Mereka berpelukan selama beberapa saat. Lalu Shani melepaskan pelukannya.

"Kamu harus tidur," kata Shani, lalu menarik Gracia ke atas kasur.

"Kamu tidur sini ya?" pinta Gracia. Shani tersenyum dan mengangguk. Mereka berdua lalu berbaring di atas kasur Gracia. Gracia menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka.

"Shan," panggil Gracia.

"Hmm," jawab Shani.

"Boleh tanya?"

"Hmm?"

"Apa ... apa yang terjadi tadi?" tanya Gracia takut-takut. Takut Shani marah dan memulai pertengkaran baru.

"Besok aja aku ceritain. Sekarang udah malem, mending kita tidur," jawab Shani. Ia melirik Gracia sekilas sambil tersenyum. Gracia hanya mengangguk pelan.

Lalu suasana menjadi hening, dan Shani menyadari bahwa Gracia sudah tertidur. Ia memeluk saudari kembarnya dan ikut tertidur.

***

Paginya, Nadila sangat terkejut saat mendapati kamar Shani dalam keadaan kosong. Tapi ia berusaha tetap tenang dan menengok ke kamar Gracia. Sebab mereka memang pernah tidur bersama beberapa kali.

Betapa leganya ia saat melihat Shani tidur bersama Gracia. Ia kira Shani pergi setelah bertengkar dengan Gracia semalam.

Nadila memang tak sengaja mendengar pertengkaran mereka. Namun ia juga tak bisa berbuat apa-apa untuk menghentikan pertengkaran itu.

Nadila membangunkan kedua nona mudanya. Shani yang pertama bangun, tentu saja. Gadis itu sangat rajin, bertolak belakang dengan saudarinya.

"Biar aku aja yang bangunin Gre," ujar Shani. Nadila mengangguk.

"Sebentar lagi Tuan akan turun untuk sarapan," ujar Nadila memberi tahu.

"Iya, kita bakal cepet," jawab Shani. Nadila mengangguk lagi, lalu permisi keluar. 

Karena Kita Semuanya Team | JKT48 Band&Shani [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang