18. Broken

10K 1.1K 283
                                    

A/n :

Gue update chapter ini nggak pake diedit karena buru-buru. Jadi, mohon partisipasinya dalam sweeping typo. Lo bisa komen di paragrafnya kalo ada typo atau kalimat yang rada kurang efektif.

Oke, gengs, selamat membaca dan semoga terhibur :)

🍂

     Digo masih di sini, menatap datar tembok ruang kepala sekolah yang hanya diisi oleh empat orang manusia. Tiga di antaranya tengah duduk di bangku mereka masing-masing, yaitu kepala sekolah, wali kelas dan juga guru Biologi kelasnya. Sementara itu Digo sendiri dalam posisi berdiri dan dimintai berkata jujur.

     "Duduk," sang wali kelas kemudian memerintah. Sementara itu, Digo menurutinya dalam bisu. "Kamu ingat ini apa?" tanya wanita itu kemudian seraya menyodorkan sebuah buku jurnal besar yang cukup familier ke hadapan sang murid lelaki.

     Digo menatap buku jurnal tersebut tanpa minat. Kendati demikian, dia mengerti apa yang dimaksudkan wali kelasnya. "Saya nggak ada melecehkan siapa pun," kilahnya kemudian.

     "Tapi CCTV di lantai empat nunjukin kalau kamu lagi-lagi menganggu Ibu Sisi!" bentak sang wali kelas, tersulut emosi. "Mau bohong gimana lagi kamu, hah?! Siapa aja bisa ngelihat dengan jelas gestur kekerasan kamu menekan beliau. Itu artinya kamu melanggar janji yang kamu tulis secara berulang-ulang di buku ini!"

     Digo memilih diam, terlampau lelah dengan segalanya.

     "Bu Helen...."

     Semua orang di dalam ruangan kontan menolehkan kepala dan menatap ke arah panggilan dari kursi yang sederet dengan kepala sekolah dan Bu Helen sendiri, wali kelas Digo.

     "Sebenarnya ... kejadian ini bermula dari saya."

     Tatapan Digo semakin lekat pada wajah sang guru.

     "Saya sepertinya bertindak sesuatu di luar kendali sehingga Digo merasa terusik, terus mengonfirmasikan hal tersebut dengan cukup keras. Tapi, saya bisa memakluminya. Ini mungkin sepenuhnya salah saya."
    
     "Bu Sisi," kepala sekolah langsung menatapi wajah Sisi dengan raut menyelidiki, "apa Ibu dalam kondisi tertekan? Maksud saya, Bu Sisi sedang ditekan oleh Digo?"

      Sisi menggeleng dan tersenyum tipis. "Sama sekali tidak, Pak," tegasnya, "saya rasa di sini sayalah yang berlebihan terhadap Digo. Jadi dari saya, mungkin masalah ini sampai di sini aja. Baik saya maupun Digo ke depannya bisa sama-sama saling memperbaiki diri."

     Hening. Semua orang masih menatap lurus wajah gadis berambut sebahu tersebut.

     "Boleh kita tahu permasalahan kalian berdua?" tanya sang kepala sekolah kemudian kepada Sisi.

     "Saya ... saya sedikit mengusik ranah pribadi Digo."

      Kepala Sekolah dan wali kelas serta merta menolehkan kepala ke arah Digo. Ternyata, murid lelaki tersebut masih menatapi sang guru dengan ekspresi tak tertebak.

     "Benar begitu, Digo?" tanya Bu Helen memastikan.

      "Dia sudah ngejelasin semuanya," tukas Digo tanpa memutuskan tatapannya dari wajah Sisi.

      "Oke." Bu Helen mengangguk walaupun raut wajahnya jelas menunjukkan ketidakpuasan.

     "Tapi dari pantauan maupun penilaian kami, tindakan Digo tetap di luar batas seorang murid terhadap gurunya, Bu Sisi. Gimana bisa Ibu memberikan pemakluman atas hal seperti ini?" tuntut Pak Bastian, sang kepala sekolah. "Sesalah-salahnya Ibu, Digo tidak semestinya bersikap keterlaluan, seolah menganggap bahwa dia sedang bermasalah dengan musuhnya, bukan gurunya."

UNTOUCHEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang