8. Opposite

10K 1.1K 136
                                    

     Pagi hari yang cerah. Demi mengisi waktu, Digo dan teman-temannya yang terkena skors hari ini berencana untuk touring ke daerah Bogor. Namun waktu yang dijanjikan belum juga tiba, remaja itu memilih berbaringan santai di kursi malas balkon apartemen sembari memainkan salah satu permainan daring di tabletnya.

     Bosan, lelaki itu memeriksa kembali ponselnya dan langsung mengumpat pelan mendapati rentetan pesannya bahkan belum terbaca sama sekali oleh Brama. Janjinya, dia dan sahabatnya itu akan pergi berbarengan menuju mini kafe out door tongkrongan mereka, menyusul beberapa orang yang sudah terlebih dulu berkumpul di sana. Namun yang menjadi masalah, keberadaan Brama justru belum diketahuinya hingga kini.

     Merasakan ketidakpastian, maka Digo memutuskan untuk mencari remaja lelaki itu ke rumahnya. Ditutupnya pintu balkon dan masuk ke kamar, bersiap-siap pergi.

     Tidak jauh. Kediaman keluarga Brama hanya membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit berkendara. Inilah dulu alasan utama mengapa Digo memilih unit apartemen yang sekarang ditempatinya, dia sengaja ingin berdekatan dengan sahabat setianya itu.

      "Brama ada di rumah?" tanya Digo kala melewati gerbang yang ditunggu dua orang satpam.

     "Ada, Mas," sahut salah satu dari mereka berdua.

     Digo mengangguk dan langsung melajukan kembali motornya hingga ke garasi depan. Ada sebuah mobil ikut terparkir di sana yang belum pernah Digo lihat sebelumnya. Mungkin tamu keluarga, simpulnya dalam hati.

     "Brama mana?" tanya Digo pada seorang ART perempuan.

     "Di kamarnya aja kayaknya, Mas. Tapi tadi bareng temennya, sih," beritahu sang ART.

     Digo mengangkat satu alis, tetapi enggan bertanya lebih lanjut hingga wanita itu pergi. Beberapa menit setelah mengirimkan pesan pemberitahuan tentang keberadaannya, Digo memutuskan untuk naik ke kamar Brama. Lelaki itu menaiki anak tangga dengan hati dongkol. Sumpah serapah sudah bergelantungan di ujung mulut, siap disemprotkan bagi sang sahabat yang membuatnya bosan menunggu. Namun belum juga sempat melaksanakan niatnya, tiba-tiba saja rungu Digo menangkap suara erangan bersahut desah berasal dari dalam kamar yang ditujunya. Kontan, amarah remaja itu meledak di depan pintu bercat putih tersebut.

     "Anjing lo, Bram! Gue berjam-jam nungguin, ternyata lo di sini asyik ngewek!"

     DUK! Digo menendang daun pintu tersebut sebelum pergi dengan rasa jijik dan amarah berpadu. Ternyata, Brama yang ditunggunya sejak tadi justru di sini tengah asyik bercinta. Dasar pasangan gila! Digo mencaci di dalam hati. Baru saja semalam berbaikan, pagi ini sepasang kekasih itu sudah kembali menunai dosa.

    Lelaki itu menuruni anak tangga dengan rasa dongkol luar biasa. Masa bodoh! Brama ditinggalkannya begitu saja.

🍂

     "ALLAHU AKBAR!" Sisi memegang  dada sembari mundur kaget dan langsung bersandar pada tembok luar toilet dengan napas tersengal-sengal.

     "Kayak ngelihat hantu aja." Pria di depannya justru tertawa geli.

     Sisi akhirnya membuka kedua mata dengan ritme napas mulai teratur, lalu membungkukkan badannya dengan canggung. Tindakan formalnya tersebut kontan membuat Dimas jadi ikut-ikutan canggung.

     "Tadi aku nyariin kamu," beritahu lelaki itu kemudian. "Nebak aja kamu ke sini pas ngelihat kamu buru-buru keluar dari ruang guru."

    Sisi memberikan gestur tidak nyaman dan salah tingkah. Dia bingung entah harus bagaimana bersikap terhadap sosok Dimas yang sekarang. Teman dekat sekaligus atasan yang baru diketahuinya hari ini.

UNTOUCHEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang