Bab 11

38 2 0
                                    

Sudah sebulan semenjak rahasia Momo terbongkar. Gadis itu memang masih dibolehkan sekolah asalkan ka mau berhenti bekerja. Tapi tentu saja Momo tidak akan menuruti apa yang dikatakan oleh kepala sekolah, karena bagaimanapun juga Momo harus mencukupi kebutuhan hidupnya.

Keadaannya disekolah tak jauh berbeda. Ia jadi dikucilkan dan dibully. Hanya Bunga yang masih setia disampingnya. Tapi sikapnya terhadap Bunga masih sama, dingin dan cuek.

"Pulang nanti, kau harus ikut denganku!" seru Bunga.

"Untuk apa? Aku masih harus mengerjakan tugas, lebih baik kau meminta orang lain untuk menemanimu."

"Ayolah, untuk sekali ini saja, kau tidak akan menyesal jika ikut denganku hari ini. Sekali ini saja, Momo, aku mohon." ucap Bunga.

Momo merasa sedikit terganggu dengan kata mohon. Jadi tanpa berpikir panjang lagi gadis itu menyetujui ajakan Bunga, meski dengan terpaksa

Sejauh ini, Juno sudah tidak menganggunya lagi. Gadis itu bersyukur dan merasa hidupnya sudah sedikit tenang. Ya, meskipun terkadang ia harus mampu menahan emosinya ketika ia dijadikan bahan tertawaan diskeolahnya.

Tiga jam pelajaran terakhir pun usai. Seperti yang telah dikatakan Bunga, gadis itu akan mengajak Momo pergi ke suatu tempat dengan motor maticnya itu.

"Kita pergi kemana?" tanya Momo ditengah perjalanan.

"Sudah kau ikut saja, tak perlu banyak komentar."

Lima belas menit mereka lalui di jalanan yang untungnya tidak macet, mereka berhenti di depan kedai kopi. Bunga lalu mengajak Momo untuk masuk. Aropi kopi langsung menyergap kedua gadis tersebut.

"Bunga! Kau mampir berkunjung, nak!?" seru seorang wanita paruh baya pada Bunga.

"Ibu! Tentu saja aku datang, bagaimana pekerjaan hari ini?"

Momo membenci adegan manis ini, ia sudah akan pergi jika ia tidak mengingat etika dan sopan santun.

"Baik, pelanggan semakin datang berbondong-bondong. Lalu, siapa yang kau bawa?" tanya ibunya. Bunga tersenyum dan menggeret Momo untuk berhadapan dengan ibunya.

"Bu, ini Momo, teman satu kelasku. Momo, ini ibuku, ia pemilik kedai kopi ini."

"Ternyata kau sangat manis seperti yang diceritakan Bunga. Mari duduk, aku akan buatkan segelas kopi hangat." ujar ibunya, Momo hanya tersenyum tipis dan duduk di meja paling pojok.

"Ini, silahkan diminum. Ngomong-ngomong, ada apa kau membawa Momo kemari?" tanya ibunya. Bunga tersenyum dan berbicara melalui mimik wajah pada ibunya. Ibunya yang mengerti itupun tersenyum.

"Kau mau membantuku, Momo?" prrtanyaan ibu Bunga itu membuat Momo mengerutkan dahinya.

"Maaf?"

"Maukah kau membantuku, dengan bekerja disini?"

Pertanyaan tersebut membuat jantung Momo melonjak kegirangan. Sudah sebulan Momo mencari pekerjaan yang sesuai, akhirnya ia bisa mendapatkannya.

"Dengan senang hati. Terima kasih banyak sebelumnya." jawab Momo.

"Sama-sama."

"Kau mungkin bisa mulai bekerja besok." ucap Bunga.

"Apa tidak bisa hari ini juga?"

"Tidak, tentunya. Kau akan menemaniku ke toko buku Paman Sam!" Momo terkejut mendengarnya.

"Kau mengenal Paman Sam?"

"Ya, beliau adalah kerabat ayahku. Kau juga mengenalnya?"

Momo menggeleng, "Hanya sekedar tahu."

Detik berikutnya Bunga dan Momo permisi untuk pergi ke tempat toko buku milik Paman Sam tersebut. Selama perjalanan, Bunga tak henti-hentinya mengoceh tentang Paman Sam dan toko buku yang menjual banyak buku bekas yang bersejarah itu. Momo hanya bisa menanggapi dengan diam. Lagipula ia masih mempertanyakan bagaimana pamannya itu bisa memiliki kerabat?

Suara berderit nyaring berasal dari pintu menyadarkan sang pemilik toko.

"Paman Sam!" sapa Bunga.

"Bunga! Lama tak berjumpa denganmu!" ucap pamannya itu.

"Dan... Lho? Momo?" Pamannya terkejut saat menyadari kehadirannya.

"Paman kenal dengan Momo?" Bunga bertanya.

"Tentu saja! Dia keponakanku."

Setelah itu pamannya memeluk Momo dengan erat. Bunga terkejut dengan fakta bahwa Momo adalah keponakan Paman Sam. Yah, dunia memang begitu sempit rupanya.

"Nah sekarang, ada apa kalian datang kesini?"

"Hanya mampir sebentar, aku ingin mencari beberapa buku Mitologi Yunani." jawab Bunga. Kemudian pamannya menoleh pada Momo.

"Tidak, aku hanya menemaninya saja." ucap Momo.

"Kalau begitu kau tunggu disini ya, aku tidak akan lama." ujar Bunga.

Sepeninggalan Bunga, Momo berbicara banyak hal dengan pamannya. Tentu saja untuk bagian ia melanggar peraturan sekolah itu tidak ia sebutkan. Gadis itu tidak mau membuat pamannya khawatir.

"Momo, soal buku yang sudah menjadi milikmu itu, tolong dijaga baik-baik ya."

"Ya, tentu saja. Tapi aku tidak tertarik dengan buku itu ketika membaca halaman pertamanya. Jadi kusimpan saja." ucap Momo.

"Benarkah? Buku itu hanya ada satu disini, itupun langsung dari penulisnya. Kau yakin tak ingin membacanya lebih lanjut? Barangkali kau akan menemukan sesuatu?"

"Tidak, paman, banyak tugas dan ulangan menunggu."

"Baiklah, sepertinya Bunga sudah selesai." ucap pamannya saat melihat Bunga berjalan mendekati mereka.

"Ini uangnya paman, aku harus segera kembali ke rumah. Ayo, Momo!" ujar Bunga. Momo menggeleng dan berkata kalau ia akan pulang sendiri. Bunga mengangguk mengerti dan berjalan keluar toko.

Lima menit setelahnya Momo pamit pulang. Gadis itu masih harus mengerjakan tugas sekolah dan istirahat yang cukup. Ia tak sabar untuk bekerja. Namun pikirannya terus tertuju pada buku yang sebulan lalu ia dapatkan dari Paman Sam.

Gadis itu menatap buku tua itu. Judulnya terasa aneh di telinga Momo. 'Yang Layu dan Yang Bermekaran' Momo masih tidak mengerti maksudnya. Gadis itu kembali membuka halam pertama yang dulu pernah dibacanya.

Pada halaman pertama hanya berisi sekumpulan sketsa manusia yang sedang menari. Gadis itu terus memandangi sketsa itu. Kemudian ia membuka halaman kedua, yang beri tulisan miring. Isinya hanya diary, namun gadis itu tetap membacanya.

Hingga pukul sebelas malam gadis itu membaca, ia tak menemukan apa-apa. Tapi yang ia tangkap dari buku itu hanyalah berisi tutorial menari dan diary-diary pendek.

AliveWhere stories live. Discover now