Sehari setelah Juno mendeklarasikan kebohongan yang selama ini disimpan oleh Momo, ia dilanda dilema dan rasa bersalah. Ada apa 'sih dengan dia? Ia mencoba setengah mati supaya berhenti untuk menyakiti ataupun menganggu spesies yang disebut perempuan itu, tetapi sepertinya kebiasaan itu sudah menjadi makanannya sehari-hari.
"Hei, Juno, ayo ke kantin!" seru salah seorang temannya. Juno menggeleng.
"Kau ini kenapa 'sih? Sejak kemarin siang kau sama sekali tidak bersemangat. Kau sakit?" tanya temannya itu.
"Cukup, aku sedang ada banyak masalah saja. Kalau kalian mau pergi ke kantin, pergi saja."
Teman-temannya menghela nafas, mencoba memberi waktu untuk Juno.
Sementara itu, Bunga terlihat rempong membawa setumpuk buku. Juno awalnya ingin menjahili gadis itu, tapi ia urungkan ketika melihat gadis berambut piranh itu datang dan memmbantu Bunga membawakan buku-buku itu. Juno kembali dilanda rasa bersalah. Ia heran sendiri, kenapa hari itu ia membocorkan rahasia Momo. Tanpa alasan yang jelas pula.
"Tumben sekali." ucap Bunga yang dapat di dengar oleh Juno.
"Diamlah atau aku akan kembali menaruh buku-buku ini di tanganmu." ancam Momo.
Gadis itu tampak biasa-biasa saja setelah ia mengumumkan kebohongan gadis itu. Tapi bohong bahwa Juno tidak tahu kalau gadis itu sebenarnya khawatir. Juno yakin gadis itu khawatir. Momo hanya melakukan hal positif untuk menghilangkan masalah. Mudah sekali membacanya.
----
Siang itu Juno bersandar pada dinding di depan ruang kepala sekolah hingga kurang lebih setengah jam, hingga gadis berambut pirang yang sering ia ganggui itu muncul.
"Hei, pirang." panggil Juno, yang kesekian kalinya di abaikan oleh Momo.
"Dengar, aku mengerti kalau kau marah padaku karena aku membocorkan rahasiamu. Lagipula untuk apa kau bekerja? Aku yakin orangtuamu akan mencukupi kebutuhanmu selama ka-"
"Berhentilah mengangguku, bodoh!" suara nyaringnya bergetar. Begitupula dengan bibir, tangan dan kakinya yang ikut bergetar.
Juno mematung ditempat. Tangannya mengepal kuat ketika melihat cairan bening mengalir melalui kedua bola matanya. Ia membenci hal ini. Dan ia tahu ia pantas untuk dihukum saat ini.
"Tahukah kau bahwa aku sudah mencoba untuk bersabar menghadapi setiap perlakuanmu yang mengangguku?" Momo bertanya dengan nada tinggi.
"Dan siapa kau menyebut bahwa orangtuaku mencukupi kebutuhanku?! Kalau memang iya, untuk apa aku bekerja?!" Momo melanjutkan kalimatnya hingga suaranya menjadi serak dan kering.
"Momo..." Hanya itu yang dapat meluncur dari bibir Juno.
"Kau tahu 'kan kalau kau mengangguku itu sama dengan menyakitiku? Jika ya, maka tolong berhentilah." suara gadis itu melemah.
"Kau dikeluarkan dari sekolah?"
"Tidak, aku tidak dikeluarkan. Tapi aku akan berhenti berkerja."
"Aku minta maaf." ujar Juno. Sementara Momo hanya menghela nafas dan juga merasa bodoh sudah menangis dihadapan laki-laki yang ia benci.
Gadis itu berbalik dan pergi meninggalkan Juno yang masih berdiam diri disana.
Aku membuat dirinya menangis. batinnya.
♂
a/n
Haloo semuanya!! Sebelumnya aku mau ngucapin makasih banyak karena 3 Second udh nyampe 1000 pembaca. Cuman seribu tapi aku udh bersyukur bangettt!!
Sebagai hadiahnya sih, aku akan berusaha untuk update sesering mungkin mulai besok senin sampe seminggu seterusnya.
Btw, ini a/n aku untuk yg pertama kalinya di cerita ini. Sorry kalo jarang ngasih beginian, karena ga tau hal yg mau di omongin apa.
Sekali lagi makasih banyak!
Regrads, Neva.

YOU ARE READING
Alive
Dla nastolatkówMomo berharap bahwa kehidupan disekolahnya akan tenang. Tetapi nyatanya tidak. Yang mulanya menjadi bahan tertawaan satu orang, menjadi bahan tertawaan satu sekolah. Penyebabnya hanya lah seorang bernama Juno. Lelaki berdarah Amerika-Indonesia menye...