Chapter 4 : Kepergian

5.8K 286 9
                                    

Chapter ini adalah kisah tersedih dalam hidupku. 

Nenekku tersayang, aku mencintainya lebih dari apapun. Ia pergi setelah 3 bulan tinggal bersama kami. Ia pindah kerumah kami karena kami takut tidak ada yang mengurusnya, karena waktu itu rumahnya sangat jauh dari keramaian. Jangankan penjual makanan yang lewat, toko-toko kecil pun harus keluar dari komplek yang sangat dalam. Maka, setelah diputuskan agar ia pindah ke rumah kami, aku sangat senang. Ia sangat menyayangi aku sehingga apapun yang aku minta ia pasti mencoba memenuhinya tanpa pikir panjang. Ya, aku sangat dimanja. Canda tawanya menenangkan hati, dan tidak ada hari bosan ketika bersamanya. Ia sangat suka memasak, dan ketika makanannya matang, ia akan memanggilku dengan panjang, "Cillaaaaaaaaa... makaaaaannn" sampai gigi palsunya lepas karena mangap yang terlalu besar. Ia juga sangat suka membeli jajanan yang lewat, apalagi keripik singkong dan bakso kuah serta es tok tok.

Tetapi kebahagiaan itu hanya bertahan selama 3 bulan. Ia pergi tepat hari ulang tahunku yang ke-12.

Pagi itu, semuanya terasa kosong. Walaupun aku bergermbira karena hari ulang tahunku, tetapi terasa ada yang kurang. Seperti biasa nenekku memberikan selamat ulang tahun dengan sebuah angpau untuk hadiah. Akupun mandi dan bersiap untuk pergi ke salon karena waktu itu aku mengundang kakak kelas yang kusukai. Kami berkali-kali menanyakan,

"Nek, nenek mau ikut makan tidak? Yuk ikut!" kataku dan ibuku.

"Kalian saja, lagipula ada teman-temannya Cilla. Kan gak enak ." jawabnya.

Setelah beberapa kali ditanyakan dan ia menolak, akhirnya kami menyerah dan pergi. Kami sampai di mall pada pukul 11 siang dan aku langsung menuju salon sementara ibuku membooking tempat untuk beberapa orang. Aku menggulung rambutku dengan imutnya, sampai handphone ku kemudian berbunyi.

"Cilla dimana? Nenek jatuh! Ibu tidak bisa dihubungi!" terdengar suara pembantu kami yang panik. Aku terdiam. Pikiranku langsung menjelajah kepada kemungkinan terburuk. Aku mengabarkan bahwa aku sedang tidak bersama ibuku. Aku panik, namun tidak dapat berbuat apa-apa. Rambutku pun belum selesai digulung. Aku berusaha mengatakan pada diriku sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Akhirnya handphoneku pun berdering lagi. Kali ini yang menelepon adalah ibuku. Dengan gugup, aku mengangkatnya. Apa yang kutakutkan pun terjadi. 

"Cilla..... nenek meninggal." Kata ibuku sambil terisak. Air mata langsung membanjiri pipiku dengan deras. Bahkan mbak-mbak yang sedang menggulung rambutku pun bersimpati karena ini hari ulang tahunku. Tak lama, tanteku datang menjemput agar aku segera menuju rumah sakit. Dadaku terasa sangat sesak. Aku mengabarkan seorang temanku kalau acara dibatalkan dan langsung menuju rumah sakit.

Aku sangat membenci rumah sakit karena aku dapat melihat apa yang orang lain tidak dapat lihat. Tetapi dengan hati yang berdebar aku pergi untuk melihat orang yang aku sayangi terakhir kalinya. Aku melihatnya terbujur kaku. Wajahnya pucat, bibirnya membiru. Inikah orang yang paling kusayangi?
Aku menangis sejadi-jadinya. Aku menggenggam tangannya. Dingin. Aku tidak sanggup melepaskan tangan itu, walaupun hati kecilku merasa takut karena yang dihadapanku adalah sosok badan tak bernyawa, aku mengecup keningnya untuk terakhir kali.

***

Tiga hari sejak kepergian nenekku tercinta. Tepat pukul delapan pagi, kedua anjing shitzu nenekku melolong. Menandakan ia telah kembali masuk ke rumah. Walaupun orang menganggap ini hanyalah kepercayaan mitos belaka, namun aku dapat merasakaannya dengan jelas. Pagi itu sepertinya lain dari pagi sebelumnya. Aku berjalan keluar kamarku menuju teras. Di teras terdapat sebuah bangku panjang tepat didepan kandang anjing yang cukup besar. Pagi begini biasanya nenekku sedang duduk menikmati pagi bersama kedua anjing kesayangannya. Dari balik jendela besar itu, aku melihat sosoknya. Namun, ketika aku berjalan melewati pintu, sosok itu menghilang.

Didalam rumah, aku tetap merasakan kehadiran nenek. Ia bersamaku ketika makan siang, duduk di tempatnya biasa duduk. Ia bersamaku ketika bermain di kamar, walau hanya memperhatikan. Ia tetap kesayanganku. 

Sampai pada suatu malam, tepat hari ke empat puluh. Aku memimpikannya. Aku melihatnya begitu cantik, mengenakan baju terusan kesayangannya yang berwarna hijau putih. Aku menangis mengatakan bahwa aku merindukannya. Tetapi ia hanya tersenyum, seakan menyampaikan bahwa ia baik-baik saja. Setelah itu, aku tidak merasakan kehadirannya lagi, namun aku tahu, ia akan selalu menjagaku.

Sampai sekarangpun aku masih merindukannya. Aku masih ingat dengan jelas suaranya, sentuhan kulit keriputnya dan kehangatannya. Aku harap nenekku tenang dan bahagia di alam sana....

Indigo's LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang