The School Trip - Part 3

3.5K 190 8
                                    

Semua murid berbaris rapi dengan perasaan gembira. Tentunya karena semua sudah menunggu-nunggu hari terakhir, yaitu waktu bebas. Bebas berbelanja di Malioboro. Jalan Malioboro yang penuh dengan pedagang kaki lima membuat kami bersemangat. Menawar harga barang serendah mungkin dan memamerkan kemampuan menawar kami, konyol memang—tetapi ini salah satu bagian dari kesenangan kami, jadi biarkan sajalah.

Berisiknya pasar, para pedagang berlomba menawarkan barang mereka kepada setiap pejalan kaki yang lewat. Kami memutar cukup jauh, sehingga jalan utama sudah tidak terlihat lagi. Kami lupa waktu sampai akhirnya matahari mulai lelah dan meredup, digantikan cahaya merah keabuan. Ketika disadari langit sudah semakin gelap. Kami mencari jalan kembali ke titik pertemuan yang sudah disepakati bersama. Kami menelusuri beberapa lorong sempit dan minim pencahayaan. Tentunya, belum ada google map waktu itu dan kami tersesat. Entah mengapa lorong yang kami lewati, kurasakan semakin gelap dan sempit. Kami menarik nafas lega ketika akhirnya keluar di jalan raya besar.

Walaupun sudah berada di jalan besar, perasaanku tidak tenang. Entah bagaimana, jalanan sangat sepi, semuanya terlihat hitam putih. Mungkin aku sudah lelah. Dalam pandanganku yang buram, aku melihat sesosok wanita berambut panjang diseberang jalan. Wanita berpakaian putih selutut itu hanya terdiam seakan menunggu sesuatu datang padanya. Yang aku tahu, ia bukan manusia. Tetiba, jalan itu ramai orang berlalu lalang. Aku hanya terdiam saking kagetnya. Namun, tidak seperti jalanan sebelumnya. Semua orang terlihat mengenakan pakaian tradisional, dan para wanita mengenakan kebaya. Langit seakan memerah, dan semuanya berwarna sephia. Mataku semakin lama, semakin buram. Bisikan-bisikan kata-kata yang bahasanya yang tidak kuketahui semakin jelas. Kepalaku pusing.

Aku tersentak ketika pundakku ditepuk dari belakang.

"Cil, busnya ternyata uda dekat." Kata salah satu temanku.

Aku melihat sekelilingku. Langit sudah gelap dan jalanan meremang oleh lampu kuning. Semuanya terlihat normal, dan para pedagang kios masih duduk disamping sambil meneriakkan jajanannya. Aku merasakan distorsi dalam kepalaku. Semuanya tampak tidak nyata.

"Kok lu bengong?" Tanya temanku yang lain. Aku menatap mereka seraya ia menggapai tanganku, menuntunku kembali ke dalam bus.





NB : Ini adalah salah satu distorsi waktu. Ketika semua energi memori berkumpul dan aku yang dalam keadaan tidak sadar sedang menerawang masa lalu.

Indigo's LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang