Seperti kampus lain, kami biasa mengadakan makrab. Makrab kami disebut dengan "Artbound" karena yang mengadakan adalah jurusan Desain Komunikasi Visual. Makrab kami yang pertama di tahun 2009, namun tidak ada yang spesial seperti yang kuceritakan di pendahuluan karena mata bathinku belum peka.
Artbound yang sangat berkesan terjadi pada tahun 2010 ketika aku mendampingi para junior. Kami menuju Eagle Hills di Puncak.
Jam 7 malam, udara begitu dingin. Kami baru saja tiba, dan harus turun dari bus untuk berganti sarana transportasi menjadi angkot. Jalanan menjadi gelap dan sempit. Aku menaiki angkot ke empat yang tiba tak lama kemudian.
Perasaanku sudah menangkap aura yang tidak enak. Mencoba menenangkan diri dengan melihat keluar jendela pun percuma karena diluar sangat gelap. Aku melilitkan syalku karena udara cukup dingin.
Ketika kami hampir sampai, dalam kedipan mata, aku terkejut. Sesosok nenek dengan wajah keriput pucat dengan rambut acak-acakan berwarna abu-abu dan matanya merah melotot berteriak di depan wajahku. Aku buru-buru memalingkan wajah.
"Kenapa lo Cil?" tanya teman yang duduk berhadapan denganku.
"Gak apa-apa kok." Walaupun temanku sudah tahu ada yang salah. Aku tidak punya keberanian untuk membahasnya di depan mahkluk itu sendiri.
Aku berjalan menapaki jalan setapak yang gelap gulita, memegang erat tangan temanku. Banyak sekali mata memandang dalam kegelapan, merah menyala. Aku berusaha berjalan dengan cepat untuk sampai ke aula utama tempat kami berkumpul.
Sesampainya disana, kami berkumpul untuk briefing sebentar dan pergi ke tenda untuk segera beristirahat. Karena lelah, aku memutuskan untuk tidur cepat agar tidak melihat hal-hal yang tidak ingin kulihat karena terlalu capek.
Paginya, kami berkumpul lagi. Aku merupakan senior yang tidak mengerjakan apapun, jadi aku hanya berkeliling dan membantu beberapa senior lain untuk mengerjakan game. Aku berkeliling untuk mengamati.
Hingga tiba giliran untuk mandi.
Aku masuk ke kamar mandi wanita yang hanya berupa ruangan besar yang dibagi beberapa bilik mandi. Aku masuk ke bilik paling besar. Tidak ada air hangat tentunya, hanya ada air sedingin es.
Ketika menyalakan air, aku mendengar suara pintu dibuka. Pintu kamar mandi hanyalah sebatas mata, aku masih dapat melihat bilik lainnya. Tak ada siapapun. Aku sendirian. Sampai aku menoleh ke sisi satunya. Seorang wanita berkepang dua, berdiri diam mengamati. Aku mencoba mengabaikannya dan meneruskan mandi. Untungnya, sosok itu tidak menyeramkan.
~
Walaupun aku takut, sebenarnya aku adalah orang yang sangat penasaran. Aku senang berkeliling mengitari kemah, mencari tahu. Namun, tak banyak yang kutemukan hari itu dan karena kami cukup sibuk dengan acara yang diadakan himpunan mahasiswa.
Hari kedua pun tidak ada yang salah. Acara berlangsung dengan aman dan menggembiarakan. Namun, hari ini adalah malam terakhir kami. Dan seperti biasa, kami tidak lupa mengadakan "treasure hunting". Game ini dimainkan pada malam hari dan peserta harus mendatanggi pos-pos yang dijaga oleh para senior san beberapa dosen.
Aku kedapatan menjaga pos nomor 4. Ditemani oleh seorang dosen dan seorang senior, kami menjaga di bagian belakang aula. Disini, samping kami hutan yang menanjak. Beberapa junior telah datang dan berhasil melewati pos kami, tetapi mataku tidak dapat berpaling dari samping semak- yang menuju kearah hutan.
Beberapa kali aku terlihat memandang dengan pandangan kosong. Dosenku yang mengetahui ada sesuatu di sana dengan tingkahku yang tidak biasa, hanya diam karena tidak berani bertanya. Pandanganku menjaga "mereka", agar tetap menjaga jarak dan tidak menggangu kami. Jujur waktu itu aku masih takut. Setelah junior terakhir melewati pos kami, dosenku mulai bertanya.
"Cil, ada apaan?" tanyanya. Pandanganku sekali-sekali melirik sebuah tempat kosong, tetapi seperti mengikuti sesuatu yang bergerak.
"Nanti saja, jawabku."
Ingin tahu apa yang kulihat? Di sana berdiri dua mahkluk. Satu menyerupai kuntilanak, dengan rambut berantakan dan satunya lagi menyerupai tuyul dengan badan yang sangat kurus hingga terlihat tulang belulangnya dan tangan yang panjangnya tidak wajar.
Sebelum kami meninggalkan tempat itu, angin bertiup lembut dan terdengar bunyi "SREEEKKK" Seakan pepohonan bergoyang agak keras. Aku menoleh dan melihat mereka terbang menuju hutan.
~
Hari terakhir kami diakhiri dengan hiking menelusuri sungai. Dalam perjalanan, kami menemui sebuah rumah terbengkalai. Kembali mataku menangkap sesuatu. Aku melihat seorang ibu berjalan tertatih menggendong anaknya dipunggung dengan kain yang diikat dibadannya. Ibu itu memakai baju hijau lumut dengan motif bunga merah yang seperti kebaya tetapi sudah lusuh dan kain coklat sebagai roknya. Karena terlihat normal, aku memastikan dengan bertanya,
"Sel, lo liat itu ibu-ibu ga?" temanku berpaling. "Aaaaa.... Cillll ada apaan??? Gw ga liat apa-apa" katanya dengan agak panik.
"Ga apa-apa kok, cuma tadi gue ngeliat ada ibu-bu gendong anak lewat." Temanku yang tidak melihat sosok itupun hanya tercengang dan akhirnya menyadari kalau yang kulihat bukanlah manusia.
Setelah itu, kami kembali bersiap untuk pulang. Menaiki bus yang sudah dibagi beberapa kelas. Ternyata, di dalam bus ku, terdapat seorang junior yang juga indigo. Teman dan dosen yang datang memaksa kami untuk bercerita. Anehnya, semua yang kami berdua lihat itu... sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo's Life
ParanormalKisah dimana kehidupanku sebagai yang mereka panggil "Indigo's Child", dimana anak Indigo memiliki kemampuan yang tidak dimiliki oleh orang-orang biasa lainnya. Bagaimana mengatasi rasa takut dan petualangan melintasi dunia seberang. Disertakan deng...