Mentari sudah menyinari bilik jendela Nata. Hawa dingin masih menyelimuti dinginnya rumah. Kaca masih berembun, dan Nata masih terlelap dalam kehangatan selimut yang menenangkannya. Suara kicauan burung sudah terdengar beberapa kali. Dan suara detik di jam yang mengisi ruang kosong yang dingin itu.
Matanya masih tertutup dengan kelopak yang indah dan bulu mata yang makin memperkuat tidurnya. Dia perlahan membuka matanya yang berat, masih mengantuk. Jelas saja, semalam dia begadang dengan Andra sampai jam dua belas malam dan mereka tidak peduli jam berapa. Nyatanya dia masih bisa bangun pagi dengan malas.
Dengan ogah ogahan diliriknya ke arah jam dinding yang tengah berputar. Dan menunjukkan pukul 6.34.
Dengan mengumpat sepenuh hati Nata segera loncat dari ranjangnya yang empuk dan berlari mengambil handuk menuju kamar mandinya. Dia telat bangun. Tapi dia tidak peduli. Yang penting dia tiba di sekolah secepat mungkin. Karena pagi ini, Pak Candra ingin memberikan penyuluhan penting.
Setelah dia mandi, dia mengenakan seragamnya yang berlogo SMA Nusantara, dan meraih tas entengnya keluar. Sambil mengenakan kaos kaki dengan tergopoh gopoh.
"Lo masih aja kayak dulu, Kak."
Suara nyaring dari ruang tengah membuat Nata menoleh cepat.Dilihatnya siapa yang bicara barusan, suaranya tidak asing baginya, seperti pernah mendengarnya sebelumnya.Nata berbalik dari menunduknya dengan mengenakan kaos kaki tadi.
Matanya berbinar melihat siapa yang datang dan berdiri di belakangnya. Senyuman indah mengembang di wajahnya, dia bahagia begitu hari ini.
Dengan cepat dia memeluk erat tubuh itu. Memeluk melepaskan semua kerinduan yang melandanya sekian bertahun tahun.
"Gue kangen lo, sumpah!" ucap Nata sambil memeluk erat tubuh gadis yang ia peluk sekarang.
Gadis itu tersenyum dan membalas pelukan hangat Nata."Gue juga kak, maafin gue ninggalin lo gitu aja."
Nata melepaskan pelukan hangat itu. "Lo masih sama begonya kek dulu ya Ra!"
Gadis itu tersenyum manis. "Lo juga masih sama belernya kek dulu bego," celetuknya asal.
Nata segera menarik tangan gadis itu mendekati meja makan. "Lo harus sarapan sekarang, Ra! Lo udah lama kan gak makan masakan Mbok Yan?"
"Lo gak telat kak?" tanya gadis itu mengingat Nata yang masih menggunakan seragam.
Nata menepuk jidatnya. "Mampus gue telat penyuluhan, gue musti lari sepuluh kali sialan!"
Gadis itu mengernyit. "Gue anter gimana?"
Nata tersenyum setuju. "Boleh tuh!"
Nata dan gadis itu segera keluar dari rumahnya. Dikeluarkan mobil sedan dan segera berangkat ke sekolah dan membelah Jakarta pagi yang super macet.
Tak lama mereka sudah tiba di depan sekolah yang besar dan gagah itu dengan berlambang pancasila yang besar di pagar sekolahnya.
"Sekolah lo besar juga ya Kak!"
Nata tersenyum sambil membuka pintu mobilnya. "Mangkanya lo sekolah disini aja."
"Ide bagus tuh!"
Nata segera keluar dari mobil sambil melambaikan tangan ke arah mobil yang melaju itu. Setelah itu, dia berlari menuju gerbang yang hampir saja ditutup. Beberapa murid sudah banyak yang berada dikelas. Tapi kali ini ia menuju lapangan futsal dengan berlari agar ia cepat tiba disana. Tak jauh dari lapangan, sudah ada laki laki setengah baya dengan beberapa murid laki laki dan juga perempuan sedang ada disana. Melingkar dan memadati lapangan yang masih segar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Glosarium
Teen FictionCerita ini mengisahkan tentang perasaan. Memendam, menyimpan, meluapkan dan semua rasa yang ada dalam diri. Dan bagaiamana seseorang harus belajar untuk mengerti perasan orang lain yang teramat dalam baginya. 3 Maret 2017 Copyright © Arimbi Dwi