Glosarium 16

13 0 0
                                    

Rara masih menunggu sambungan kalimat yang sengaja dibuat Nata berhenti. Membuat Rara gemas. Ingin sekali Rara mengetahui apa sebenarnya maksud ucapan Nata.

"Lo bener bener yakin buat ninggalin gue ya Ra."

Rara kembali mengerjap ketika mengetahui Nata mengucapkan hal itu.

"G-gue gak ninggalin Nat," ucap Rara gemetaran sekaligus menahan rasa ingin tahunya.

Nata tertawa angkuh. "Terus kenapa lo selalu ngehindar kalo ketemu gue!" Rara kembali membenarkan ucapan Nata tapi tak bisa rasanya mulutnya dikunci, "kenapa lo selalu pergi disaat gue ada di depan lo," sambungnya santai tapi bisa menyayat hati Rara.

Rara menggeleng cepat. "Bukan–"

Lagi lagi Nata memotong ucapan Rara yang begitu ingin untuk melontarkan kalimat itu. "Gue tahu kok Ra," celetuknya ringan.Rara menatap Nata tegang lagi, "dari awal emang lo gak suka sama gue, gak pernah mau buat ngurusin hidup gue yang berantakan, lo juga gak pernah suka buat ikutan acara gak penting," sambungnya.

"Nat.."

"Tapi kalo emang lo gak suka sama gue lo harusnya ngomong dari awal sama gue. Gak usah ngehindar tiap kali ada gue," jelas Nata membuat Rara kembali di skakmat dan tak bisa bicara, "asal lo tau aja Ra, kenapa gue milih lo sebagai asisten gue."

Rara mengernyit sayu. "Kenapa?"

"Karena gue suka sama lo."

JDER.

Entah apa yang membuat Nata mengucapkan hal itu hingga membuat jantung Rara semakin ingin meletus. Mata Rara mengerjap tak percaya, mulutnya yang tadinya tak bisa bicara semakin tak bisa bicara. Rasanya ini bukan dunia lagi. Entah berapa suhu tubuh Rara saat ini. Dia ingin lari saat ini juga. Tapi kakinya juga dibungkam oleh kalimat Nata yang mampu membuat Rara terdiam. Rara benar benar tak percaya Nata mengucapkan hal itu. Selama ini yang ada di pikirannya hanya Andra seorang, tak ada lainnya untuk mengisi kisah cinta Rara. Tapi siapa sangka jika orang yang justru datang tak diduga mengucapkan hal itu pada Rara.

Rara menoleh sayu pada Nata yang tengah bicara lagi. "Gue gak peduli lo mau bilang apa sama gue, lo itu beda dari cewek cewek yang gue lihat di sekolah," Rara lagi lagi merasa dingin oleh hempasan angin yang menyelimuti mereka.

Nata tersenyum, membuat Rara merasa bersalah. "Dari awal gue suka ngeliatin lo, gue suka ngikutin lo, dan sampe akhirnya gue tahu kalo lo suka sama Andra. Itu alesan kenapa gue tahu kalo lo suka sama Andra selama ini. Dan pada akhirnya gue tahu kalo elo gak akan pernah suka sama gue, karena cowok tipikal lo itu Andra bukan yang kayak gue," jelasnya lagi lagi membuat Rara bungkam tak bisa bicara, "lagi, ternyata gue salah sama lo, lo ternyata sama aja kayak yang lain," sambung Nata sambil berpaling dari Rara yang belum sempat mengatakan minta maaf itu.

"Nat.." cegah Rara tapi tak bisa.

Nata tetap berjalan seperti tak mendengar apapun dari telinganya. Bagaikan angin yang lewat di telinga Nata. Rara benar benar menyesal. Air mata yang sedari tadi ditahan tak kuat lagi untuk ditahan, dengan segala upaya menahan air matanya dia menangis di kesepian sekolah yang mulai gelap.

Melihat sahabatnya menangis, Bella dan Tiara yang sedari tadi bersembunyi di balik pohon untuk menyaksikan Rara yang hendak mengucapkan perminataan maaf pada Nata, kini menghampiri Rara yang terduduk menangis itu. Air mata Rara pecah oleh seoarang Nata.

Tiara segera memeluk Rara dengan erat diikuti oleh Bella yang memeluknya juga. Menenangkan segala emosi dan perasaan sakit di hati Rara saat ini.

Nata mungkin hanya teman bagi Rara. Tapi siapa sangka jika Nata jauh lebih memendam perasaan yang dimilikinya selama ini pada Rara. Entah apa yang telah membuat Nata jatuh cinta pada Rara yang justru gadis tak dikenal di pelosok sekolah. Nata justru menyukai seorang Rara yang begitu polos dan tak mengerti soal cinta sekalipun. Tangisan Rara kini semakin menjadi jadi oleh kesakit hatian Nata. Dia berharap penuh agar waktu bisa diulang kembali, untuk tidak melakukan kesalahan ini.

GlosariumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang