Glosarium 3

138 43 1
                                    

Pagi ini tak secerah biasanya. Mendung berawan, seperti hati Rara saat ini. Pikirannya tak karuan kemana mana. Sifat pendiamnya kini tumbuh lagi. Rara enggan untuk pergi ke tempat terkutuk itu. Karena dipikirnya, tempat itulah yang sudah menyebapkan dirinya terjerumus dalam kesakit hatian. Sesekali ia memandang ke arah awan yang mendung dan tak menampakkan sinar mentari sedikitpun. Luka yang ada di hatinya sekarang tak bisa diobati. Sosok orang yang selalu ia kejarnya berujung kesakitan.

Dibukanya buku itu, tempat dimana ia menuliskan banyak hal tentangnya.

Bagian 1324, kategori L

Luka : perih, tersakiti, menyesal.

Sudah berujung sakit. Ia belum pernah berkontak langsung dengan Andra. Tapi pertama untuk sejarah cintanya, Rara malah sakit hati dengan perlakuan Andra yang sengit.

"Ra, lo nganggur kan?"

Rara menoleh ke belakamg. Melihat siapa yang sedang memanggilnya. Reno. Ketua kelas Rara. Cowok yang disibukkan dengan segala sesuatu tiap harinya.

"Eh, iya sih, kenapa?" jawabnya ragu.

Riko menyerahkan tumpukan buku tulis di meja Rara, berharap Rara segera mengabulkan permintannya.

"Ini dong anterin di meja guru, kasihin ke Bu Ratna, gue sibuk nih," jelas Reno.

Rara tersenyum tipis dan memganggukan perintah Reno, segera dibopongnya buku yang tebal dan berat itu.

"Sini gue bantu, Ra."

Rara segera memberikan sebagian tumpukan itu pada Tiara yang mungkin sedari tadi mengamati Rara yang terdiam tanpa aksi. Melamunkan harapan pupus seketika.

Rara dan Tiara membawa tumpukan berat itu ke meja guru. Lumayan jauh dari kelas mereka. Berharap langkah kakinya segera bisa cepat sampai di tujuan karena, Rara sedang kacau hari ini.

Tiba tiba, Tiara berucap lirih ke arah Rara, "Gue denger denger, lo kemarin abis ada masalah sama Erika, Andra juga?" katanya sambil menyamakan langkah kakinya dengan Rara.

"Andra mah siapa gue, kok ada masalah aja," Rara terkekeh sambil melangkahkan kakinya ke ruang guru.

"Gue serius, Ra."

Rara menghela nafas kasar, "Cuman dikatain aja sama Andra kok," ujarnnya.

"Ra–"

"Gue tau kok Tir, gue cuman penggemar rahasia Andra yang gak capek mengejar semuanya," ucapnya cepat memotong ucapan Tiara yang sedang memberinya nasehat.

Tiara menoleh ke Rara heran, "Lo bisa buktiin ke gue? Kenapa lo bisa gak capek ngejar Andra?"

Rara terkekeh, "Lo mau buktinya? Gue gak pernah lupa tulis di buku Glosarium tentang dia," ujarnya menyindir.

"Cinta itu manis ya, tapi kadang kadang bisa pahit."

"Gue udah terbiasa dengan seperti ini, bertepuk sebelah tanganlah, gak dianggep lah, gue udah biasa sejak gue lahir," jelas Rara sambil tertawa geli dan berjalan pelan membawa tumpukan buku buku, diikuti dengan Tiara, "lo gak bakal tahu dimana letak hati kecil gue yang sembunyi jauh dari angan angan, Tir," jelasnya semakin mendrama.

Tiara berhenti melangkah, diikuti dengan Rara didepannya,  "Kalo gue jadi lo, gue bakal berhenti ngarepin dia Ra, karena dia itu angin yang susah untuk dikejar," jelasnya menasehati.

"Lo mungkin capek, tapi gue enggak, gue masih penasaran sama hati kecil gue Tir," ucap Rara segera melanjutkan langkahnya ke ruang guru diikuti oleh Tiara dibelakangnya.

Tiara mengatupkan mulutnya menatap sedih Rara. Dia menghela nafasnya, begiu juga dengan Rara yang menahan rasa pedih dan tangisnya dari kemarin dalam hatinya. Hatinya ingin berteriak, tapi dengan siapa.

GlosariumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang