09 : Sleepover

1.1K 295 8
                                    

15 Maret 2016
20.31PM

~

Halo Diary!

Wew, aku pasti terdengar sangat excited, haha. Maklumkan saja, sleepover di rumah Darin benar-benar menyenangkan, oke!

Serius, aku bisa merasakan kalau rasa kosong dalam hatiku--so dramatic--menguap begitu saja.

Dan aku jauh merasa lebih ... apa ya? Hidup, mungkin?

Yang pasti, sepertinya otakku terus-terusan melepas hormon bahagia. Tetapi yah ... ada sedikit masalah saat itu.

Tidak, tidak. Itu sama sekali bukan masalah. Haha, apa aku berhasil membuatmu penasaran?

Aku, Anindita S berjanji akan membuat teman-teman baruku ini bahagia. Serius, hei jangan tatap aku dengan berlebihan begitu, aku sedang tidak membuat drama, karna kata-kata barusan memang berasal dari lubuk hatiku yang terdalam.

Aku ... benar-benar bersyukur bisa bertemu mereka berlima. Iya, kurasa kali ini aku benar-benar mensyukuri keberadaan mereka.

Kurasa itu saja, hahaha, serius, bukan masalah kok yang tadi aku sebutkan.

Anindita S

~

"Kalian dari mana aja coba?" Lira berdecak sebal saat Anin dan Alvin baru tiba satu jam setelah waktu yang disepakati.

Alvin meloyor dan langsung menghempaskan bokong ke salah sofa yang sudah diisi Darin dan Resta. Lira dan Laras duduk di sofa single sehingga mau tak mau, Anin duduk di sebelah Alvin. Agak jauh sih, mengingat besarnya sofa itu.

"Hehe, Alvin takut ga kebagian makanan, jadi ...." Anin menggantungkan kalimatnya sembari melirik kantung plastik yang Alvin taruh di meja persegi panjang.

Laras ber-oh ria lalu bersama Lira, mereka berdua beranjak dan mulai membongkar tumpukan DVD di atas meja persegi panjang.

"Gimana kalo ini?" Lira mengacungkan sebuah DVD berkover film Insidious terbaru.

Anin sontak menggelengkan kepalanya kuat-kuat tetapi Resta malah tertawa keras melihat reaksi Anin. Darin terlihat tertarik sedangkan Alvin hanya menguap malas dan mengangguk ringan.

"Udahlah, kan bareng-bareng gini nontonnya, sekali ini aja kok, Nin." Lira membujuk sambil memasang tampang memelas.

Anin menghela napas pelan. Dia tidak punya pilihan.

"Yaudah deh, tapi jangan pada kaget kalau gue teriak kekencengan."

Mereka berlima mengangguk setuju meskipun Resta masih menunjuk-nunjuk ekspresi pucat Anin.

Anin jadi ingin melempar remote televisi pada muka sengak Resta.

~

"Gimana filmnya?" Anin hampir saja melompat kaget tetapi diurungkannya saat melihat Darin tengah menbawa dua gelas susu vanilla.

Satu gelasnya Darin sorongkan pada Anin yang cewek itu terima dengan senang hati dan duduk di salah satu kursi yang menghadap langsung ke taman rumah Darin.

"Yah, ga jelek-jelek banget sih." Anin berusaha membuat suaranya terdengar seyakin mungkin dan mulai meneguk susunya.

Darin ikut duduk di sampingnya dan dari jarak sedekat ini, Anin dapat mencium aroma mint dari cowok itu.

"Ooh, tapi gue kaget loh waktu lo teriak pas hantunya muncul tiba-tiba." Darin terkekeh pelan membuat Anin memalingkan wajah. Memerah karena malu atau karena jarak mereka yang sedekat ini?

"Err, sorry, gue kaget banget soalnya," ujar Anin setelah berhasil menetralisir rasa malunya.

Omong-omong, yang lain sudah tertidur pulas di dua kamar tamu Darin. Harusnya Anin juga sudah tidur bersama Lira dan Laras tapi cewek itu memutuskan untuk menghirup udara malam dulu. Kalau tidak, mungkin Anin akan bermimpi buruk tentang film tadi.

Tiba-tiba, Darin menghadap ke arah Anin dan menatapnya serius. Anin jadi sedikit kikuk ditatap seorang cowok sedekat ini tetapi cewek itu berusaha keras untuk tidak menunjukannya.

"Umm, Nin, gue mau nanya sesuatu, boleh?" tanya Darin sambil mengusap tengkuknya.

Anin menelan salivanya susah payah dan mengangguk pelan. Berusaha menatap mata Darin.

"Jadi gini--"

PRANG

Duh, Anin jadi teringat salah satu adegan di sinetron yang ditonton ibunya, tapi kali ini benar terjadi. Darin dan Anin langsung menoleh cepat dan beranjak ke arah suara.

Dapur.

Mereka menemukan seekor tikus kumal tengah berlari menuju Anin yang langsung melompat kaget.

"Tikus!!" Anin sampai tidak sadar kalau sudah menubruk Darin yang langsung oleng dan jatuh.

Barulah setelah Anin membuka matanya yang terpejam, iris hitamnya langsung dihadapkan pada iris hazel Darin.

"W-wuah, maaf, Rin." Anin bergegas bangkit begitupun Darin yang sedari tadi hanya diam. Anin memalingkan wajahnya hanya untuk menemukan tikus yang tadi sudah berlari ke arah taman.

Iris hazel Darin rasanya masih terbayang di benak Anin.

Entah kenapa, wajahnya terasa panas.

"U-um, kalo gitu, gue tidur dulu deh, hehe." Anin tidak menunggu jawaban Darin dan bergegas menaiki tangga.

Darin sendiri masih terpaku lalu tiba-tiba mengusap wajahnya kasar. Entah apa yang dipikirkan cowok itu sekarang.

~

Diary of an Unseen One [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang