11 : Kebahagiaan

1.1K 275 2
                                    

17 Maret 2016
21.19PM

~

Halo, Diary.

Kurasa...

Aku...

Bisa sedikit berharap pada perasaan Darin padaku.

Tunggu, jangan tatap aku seolah aku hanyalah beralasankan kege-eran, aku punya alasan, oke. Yah, meskipun unsur ge-er itu sendiri masih ada sih, haha.

Apa salahnya berharap?

Kemarin sore, tepat setelah guru pelajaran terakhir meninggalkan kelas, Darin melongokan kepalanya dari pintu kelas. Otomatis, aku yang duduk tepat di samping pintu langsung mengerutkan kening.

Darin tersenyum lebar seolah lega melihatku. Sesaat, aku sempat merasa canggung karena teringat kejadian sleepover tetapi kelihatannya Darin sudah melupakan hal itu.

Hah, entah kenapa, sedikit bagian dari diriku merasa kecewa, ha ha ha.

Dan Darin menanyakan sesuatu yang membuatku hampir melonjak kegirangan. Tidak, bukan pernyataan cinta kok, setidaknya belum. Hahaha, pede sekali kau, Anin. Menggelikan.

"Sabtu sore besok ada acara nggak?"

Untungnya, aku seorang pengendali ekspresi yang baik. Jadi, selama beberapa saat, aku berpose seolah berpikir dan menjentikkan jari. Lalu mengiyakan ajakannya untuk jalan pada hari sabtu.

Bukankah itu pertanda baik?

Sempat terlintas di benakku kalau Resta ikut berperan dalam hal ini. Jadi mungkin aku akan berterimakasih padanya kalau bertemu.

Dan jalan-jalan pada hari sabtu bersama Darin benar-benar menyenangkan!

Aku jadi sedikit berpikir dia membalas perasaanku. Tapi kadang-kadang, aku juga melawan harapan itu, karena yah, aku masih terlalu pesimis pada diriku sendiri.

Itu saja, sampai jumpa!

Anindita S

~

"Mau makan disitu?" Telunjuk Darin mengarah pada sebuah Restoran Pizza. Otomatis, Anin langsung menganggukan kepalanya seolah ada per yang tertanam di sana.

Setelah memesan, Anin dan Darin bercakap-cakap ringan sambil sesekali diselingi tawa.

Saat ini, mereka tengah berada di salah satu Mall di Jakarta dengan alasan Darin butuh teman untuk menonton film kesukaannya yang baru saja keluar.

Anin sedikit menyayangkan kata 'teman' yang Darin gunakan saat mengajaknya pergi. Hah, Anin berharap terlalu tinggi lagi.

Selesai makan, Darin mengajak Anin pergi lagi.

"Gapapa 'kan?" tanya Darin sambil mulai menyalakan mesin mobil.

Anin berpikir sebentar lalu mengibaskan tangannya santai.

"Gapapa, nggak ada banyak tugas buat minggu depan," ujar Anin sambil berusaha tersenyum menghilangkan rasa kegugupannya.

Entah sejak kapan Anin menyadari kalau ia sudah benar-benar jatuh cinta pada lelaki yang mengangguk sambil tersenyum simpul itu. Siapa juga yang dapat menolak pesona yang khas dari Darin Satria?

"Emang kita mau kemana sih?" tanya Anin sambil melihat jalan raya. Tanpa tahu tempat tujuan mereka.

Darin memberikan cengiran yang bagi Anin membuat lelaki itu terlihat berkali-kali lipat lebih manis. Oh, Anin mulai berlebihan.

"Ra-ha-si-a," ujar Darin sok misterius.

Anin mengerucutkan bibirnya. 

"Tenang, gue nggak bakal nyulik lo, kok." Anin dapat menghela nafas lega walaupun sebenarnya hatinya dag-dig-dug sejak tadi. Sebenarnya mereka ini mau kemana, sih?

~

"Duh, lo aneh-aneh aja, Rin." Anin menggerutu pelan saat matanya tak dapat melihat apa-apa karena kain hitam yang menutupi kedua matanya.

Darin yang memasangkan kain hitam itu sebelum mereka sampai di tempat tujuan mereka.

"Hehe, tenang oke, lo bakal baik-baik aja."

'Lo bakal baik-baik aja.' Diam-diam, Anin tersenyum samar.

"Nah, sekarang boleh dibuka."

Anin melepas kain hitam itu dan matanya langsung menyipit saat sinar matahari berusaha menerobos kelopak matanya.

Setelah berhasil menyesuaikan diri dengan sinar matahari, tangan kanan Anin refleks menutup mulutnya yang melongo. Terkesima.

Hamparan bunga berbagai jenis memenuhi pandangan Anin. Anin sampai terpaku selama beberapa menit sampai menyadari kalau Darin menarik tangannya menuju sebuah pohon besar di antara hamparan bunga tersebut.

Darin lalu duduk di rumput yang terlihat nyaman untuk diduduki dan menepuk tempat di sebelahnya.

"Gimana? Bagus nggak?" tanya Darin sambil tersenyum lebar menatap hamparan bunga sejauh mata memandang.

Anin tak bisa berhenti bersyukur pada hari itu. Melihat senyuman lebar Darin di antara hamparan bunga benar-benar membuatnya akhirnya mensyukuri hidupnya yang monoton.

"Ya, bagus banget."

~

Diary of an Unseen One [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang