Tapi untuk malam ini
Tidakkah semestinya kita bersabar?
Menunggu bulan yang masih berias diri
Dan memandangi matahari yang tampak bermalasan
Bersabar dalam tiap detik keabadian
Menunggu malaikat maut yang seakan bekerja lembur
Dalam balutan kemeja usang dan setelan yang terlalu longgar
Menikmati tiap detik tempo
Tiap kepul uap dari secangkir kopi panas
Dan tiap senti dari jarak yang makin mendekat
Sambil mengawasi
Apakah pipit mulai pulang sarang?
Ataukah masih sibuk mencari remah-remah?
Dalam tiap hening yang menjelma jadi bisik
Dalam tiap alir yang mengubah deru
Tiap deru aliran sungai, yang mengalir tepat diseberang kamar kos milikku
Menikmati pemandangan yang sama di seberang jendela yang seringnya tertutup gorden
Daun bambu yang rindu saling membelai dan saling memeluk
Bukankah mereka berasal dari satu rumpun?
Sekali lagi denganmu
Duduk bersama dalam tiap degup jantung
Menikmati tiap sesap kopi yang mengalir di lidah
Sambil menghembuskan asap rokok yang menari di kehampaan
Saling menunggu
Antara siang yang menjelang senja
Antara senja yang menjelma malam
Antara Maghrib yang mengganti Dzuhur
Antara gema adzan yang mengganti deru mesin
Antara hening yang menghibur kalut
KAMU SEDANG MEMBACA
Journey: Sebuah Kumpulan Puisi
PoetrySebuah antologi puisi Apa yang membuat seorang manusia menjadi manusia? Berkembang biak? Tumbuh? Atau hal lain? Bagiku manusia ada karena perjalanannya. Jejak yang mereka tinggalkan. Manusia menjadi nyata melalui berbagai gejolak. Manusia berjalan d...