Enam

61 7 0
                                    

--

Seperti biasa, Velove selalu menunggu Vero lebih dulu didepan gerbang rumahnya.

"Bun, Coro mana kok lama banget?" Teriak Velove pada Bundanya Vero yang sedang menyapu di teras.

"Baru selesai sarapan dia. Masuk dulu! Udah sarapan belum?" Balas Bundanya Vero -Lia-

"Udah sarapan tadi. Suruh cepet tuh si Coro, Bun."

"Yaudah, Bunda masuk dulu nyari Vero." Bunda pun masuk kedalam rumah.

Ditengah ke sendiriannya di depan gerbang, ada seorang laki-laki memakai sragam biru putih -sragam SMP- mendekatinya.

"Eh mbak Velove. Udah nangkring aja disini. Nungguin saya ya?" laki-laki itu bernama Nanda yang merupakan teman dari Aziz.

"Embak, embak. Sejak kapan gue nikah sama kakak lo!" Sengak Velove. Karna memang Nanda ini selalu menggodanya. Katanya Aziz sih, dia suka sama Velove. Tapi, Velove ngga tertarik tuh sama berondong.

"Yeee siapa juga yang bilang mbak Velove nikah sama kakak saya. Yang ada mbak Velove nikahnya sama saya." Goda Nanda lagi.

"Pagi-pagi udah ngerayu macan. Ati ati di cakar nanti." Vero ikut nimbrung sambil menuntun sepedanya.

"Tau rasa lo. Pawangnya macan udah dateng." Kekeh Velove.

Nanda hanya memasang senyum tak berdosa.

"Yuk, No."

Vero dan Velove pun mulai mengayuh sepedanya.

"Bang! Jagain masa depan saya ya?!" Teriak Nanda. Vero menoleh sambil mengacungkan jempolnya.

"Pagi-pagi udah ketemu masa depan, jadi semangat sekolahnya." Gumam Nanda dengan nada yang terlihat senang.

"Siapa maksud lo?" Gumaman Nanda masuk ketelinga Aziz.

"Aziz! Lo ngagetin gue aja!" Nanda sedikit terlonjak dengan kedatangan Aziz yang tiba-tiba itu.

"Siapa masa depan lo?" Tanya Aziz lagi.

"Udah Yuk berangkat." Nanda sudah menaiki seperanya mendahului Aziz. Aziz pun menyusul dan menjejerkan sepedanya dengan Nanda.

"Kak Velove. Dia masa depan gue." Ucap Nanda menjawab pertanyaan Aziz tadi.

"Yakin lo?" Tanya Aziz nggak yakin. Sebaliknya, Nanda menganggukkan kepala yakin.

"Selamat berjuang kawan." Aziz menepuk pundak kanan Nanda dengan tangan kirinya.

--

Suasana kelasnya Bayu cukup ramai karna memang kelasnya di dominasi oleh orang-orang yang gokil.

"Din. Minta kontak nya Velove dong " pinta Bayu.

"Gue cuma punya Linenya aja. Nih!" Udin menyodorkan ponselnya.

"Gila! Cantik juga ya ini orang." Puji Bayu setelah melihat foto profil pada Line milik Velove.

"Nggak usah ngiler gitu. Kalau mau, deketin aja. Tapi jangan dimainin. Kalau lo mainin, lo bermasalah sama kita-kita." Ini bukan peringatan, melainkan jni perintah terselubung yang artinya, tidak boleh dan dilarang keras menyakiti Velove.

"Udah kayak emaknya aja lo men. Tenang gue ngga suka mainin cewek juga kok."

"Velove itu bagaikan anak kecil mungil dan imut yang harus kita jaga. Dia sudah kita anggap keluarga." Sidik ikut nimbrung dalam perbincangan.

"Persahabatan kalian keren juga." Puji Bayu dengan mengacungkan jempolnya.

"Dulu kami sering main bareng waktu SMP. Pas orang tua gue belum bisa bayar uang sekolah gue, dia dengan murah hatinya membayar uang sekolahku dengan tabungannya." Tutur Udin dan mulai menerawang ke masa SMP.

VeloVeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang