Haaaaiiii... Welcome to the next chapter.
I'm so excited buat nulis chapter ini.
So enjoy and Happy reading ^^WRITER (POV)
Abi melihat sekeliling cinema. Matanya berputar mengamati situasi sedangkan Nadine masih menunggu cemilan. Dia coba memaksimalkan topinya. Karena seandainya saja topi hitamnya itu bisa menutupi seluruh wajahnya, dia pasti sudah melakukannya.
Cukup riskan baginya berada ditempat umum apalagi kalau dengan cewek. Bisa-bisa besok pagi wartawan infotaiment sudah berada didepan rumah dan kantor labelnya untuk meminta konfirmasi. Dia ingat betul ketika fotonya bersama Risa tersebar. Kejadiannya pun sama, ketika mereka berdua lagi nonton. Besok paginya wartawan sudah berada didepan rumahnya. Membuat kegaduhan. Sejak saat itu dia memutuskan untuk tinggal terpisah dari orang tuanya dengan pindah ke apartment.
"Harusnya sih aman." Ucapnya.
"Apanya yang aman?" Nadine bertanya sambil celingak celinguk. Dia datang dengan membawa 2 minuman dan satu popcorn ukuran sedang yang dihampit antara perut dan tangan. Dengan sigap Abi mengambil 2 minuman dari tangan Nadine. Karna jelas sekali Nadine agak kualahan membawanya.
"Udah dapet tiketnya?"
Nadine mengangguk senang. "Jam 19.15. Masih ada 10 menit lagi. Kita duduk disana kali yaa."
Abi tidak banyak membantah. Dia mengikuti kemana Nadine pergi.
Dari kejauhan, ada seorang pria berjas rapi mengamati mereka berdua. Ujung bibirnya terangkat, membentuk satu seringai sinis. Dia seruput minuman yang dibelinya.
Kekesalan terlihat dalam ekspresi diamnya. Ingatan flashback beberapa saat yang lalu menjadi dasar kekesalannya. Sebuah memori ketika Nadine yang jelas-jelas menatapnya saat mengantri membeli cemilan malah langsung melengos tanpa memperlihatkan ekspresi apapun. Apapun! Entah itu terkejut, marah, atau takut. Padahal cowok berjas itu ikut mengantre tepat dibelakangnya.
"Sepertinya kamu melupakanku, Nadine. Tapi cepat atau lambat aku akan bikin kamu ingat siapa aku. Aku, Tian. Calon suamimu."
*****
NADINE (POV)
Jantungku tak berhenti berdegup kencang sejak Abi mengiyakan ajakanku. Tuhan, sungguhkah hanya dia yang bisa mengalihkan pikiranku dari Mas Juna? Karena saat aku berada disampingnya aku benar-benar bisa melupakan Mas Juna. Dan, ini sungguh seperti mimpi. Awalnya aku tidak percaya kalau aku bisa nonton berdua dengan Abi. Sejak antri membeli tiket aku tak berhenti mencubit lenganku, bahkan sering kali menoleh kearahnya hanya untuk memastikan dia nyata atau hanya ilusiku saja. Tapi dia terus berdiri ditempatnya, mengamati sekitar.
"Makasih ya Bi. Udah iya-in ajakan aku." Kubuka pembicaraan yang hanya dibalas dengan senyuman berlesungnya itu. "Aku boleh minta foto bareng ngga? Hehehe maaf ya ngelunjak."
Dia hanya mengangguk. Dengan sigap aku langsung siapkan camphone dan kami pun berpose dengan 4 gaya yang berbeda. "Thankyouuuu..." aku tak bisa menyembunyikan rasa senangku. Setidaknya, dengan foto ini, saat aku membuka mata, dia nyata.
Aku tersenyum sendiri melihat hasil fotonya.
"Sejak kapan lo ngefans sama gue, Nad?" Abi akhirnya menanyakan sesuatu padaku.
"Entahlah. Aku ngga bisa mengingatnya. Ibu bilang sih sejak awal kamu debut." Dia memandangku penuh tanya. "Coba kamu lihat ini." Aku membelakanginya untuk menunjukan sebuah bekas jahitan dibelakang kepalaku. "5 tahun yang lalu aku kecelakaan. Katanya terjatuh dari tangga dan kepala belakangku ini terbentur. Dokter bilang aku beruntung bisa selamat. Tapi gara-gara ini aku kehilangan memori permanen. Untungnya hanya beberapa tahun kebelakang jadi aku masih tau siapa aku, siapa keluarga aku, dan siapa teman-teman aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Abi & Nadine
ChickLitNadine : Kalau tiba-tiba kamu dapet tiket buat jadi pacar seorang idola yang selama ini kamu gilai, apa yang akan kamu lakukan? Tapi disatu sisi kamu lagi mencintai seseorang. Mencintai seseorang yang begitu dekat denganmu, namun terasa saaaangat ja...