CHAPTER 13

211 14 5
                                    

NADINE (POV)

"Makasih ya, Bi. Maaf ngerepotin." Ucapku saat BMW putih itu sudah terparkir manis didepan rumah.

"Nggalah. Kan gue sendiri yang maksa lo naik."

Benar juga. Dia yang ngotot ingin mengantarku. Mungkin karna dia khawatir kalau Tian akan berbuat sesuatu. Aku yakin sesungguhnya dia peduli padaku, hanya saja....

"Nad," cegahnya sebelum aku turun. "ngga jadi. Lupakan."

Apa-apaan sih dia. Bikin deg-degan aja!

BUK! BUK!

Suara gedoran itu membuatku dan Abi terlonjak. Si Ari tuh bener-bener ya!

"Kamu mau bikin mba mati muda ya?!" Omelku begitu turun dari mobil. Dia malah tertawa.

"Aku seneng mba ngga kenapa-napa. Mas Abi, thanks ya. Ngga tau deh kalo ngga ada Mas."

"Kamu berlebihan tau ngga. Tian nice. Gantle. Sweet. Sopan." Kulihat Ari melotot. "Lagi pula dia bilang, mba boleh percaya semua kata-kata kamu kecuali satu hal."

"Apa itu?" Wajah Ari berubah serius luar biasa.

"Bukan dia yang mencelakai mba. Ada orang lain disana. Dia hanya berada diwaktu dan tempat yang salah."

"Wah wah wah! Apa-apaan ini?!" Ari kesal. Dia seperti ingin melampiaskan sesuatu namun tertahan. "Psyco itu sendiri yang mengakui perbuatannya mba. Dia sendiri yang ngaku dipersidangan. Bukti-bukti mengarah ke dia."

"Kenapa mba ngga tau soal persidangan itu? Kenapa mba ngga jadi saksi atau apalah?"

"Karna mba hilang ingatan. Ngga ada yang bisa diharapkan dari kesaksian mba."

Aku terdiam. Bodoh juga menyanyakan hal itu. Kalau sudah seperti ini, aku harus percaya pada siapa?

"Mba, kita berkali-kali pindah rumah itu untuk melindungi mba dari dia. Dia psyco yang selalu ngikutin mba kemana pun mba pergi. Bapak bahkan pernah mengusirnya karna mba lari ketakutan masuk kedalam rumah. Dia saiko mba, dia akan lakuin apapun supaya mba luluh. Aku yakin, ngga lama lagi dia akan tau rumah ini. Jadi please mba, jangan bertindak bodoh dengan masuk perangkapnya."

Benarkah aku masuk perangkapnya? Apakah yang Ari katakan itu benar kalau Tian semengerikan itu? Tapi, Tian yang kulihat belakangan ini ngga seperti yang Ari katakan. Yaaa walau sisi ngikutinnya itu bener tapi saat aku melihat matanya, dia tidak sedang berbohong.

"Ayo kita bicarakan ini didalam." Ucpanya. "Mas sekali lagi thanks ya."

****

ABI (POV)

Tunggu-tunggu! Kalian berdua ngga mau melanjutkan disini saja biar aku bisa mendengarnya. Aku penasaran. Sangat penasaran. Semakin banyak teka-teki yang aku belum tahu jawabannya. Pertama soal Juna sekarang Tian.

Ya Tuhan, Nadine kenapa lo rumit banget sih?

"Sepertinya lo tau apa yang ngga gue tau. Tolong ceritain ke gue, Abi."

Lagi-lagi aku nyaris jantungan. Seseorang dengan cepat sudah duduk menggantikan Nadine. Bersyukur dia orang yang kukenal. Bayangkan saja kalau bukan. Sial, ternyata langsung mengunci pintu itu baik juga.

"Kok lo bisa disini, Juna?"

"Tadi pagi ada orang yang datengin gue. Dia aneh. Mengancam gue buat jauhin Nadine, kalau ngga Risa... lupain. Gue rasa itu orang yang sama dengan yang mereka perdebatkan barusan. Dan gue yakin lo pasti tau hal itu."

Sudah pasti Tian gila. Dia sampe bela-belain nyamperin Juna?! Ckckck... Jadi ini salah satu alasan Nadine nekad nemuin dia -tentu saja selain alasan dia ingin dekat denganku. Tapi, kenapa Juna bisa ada disini? Bukankah seharusnya dia disamping Risa kalau dia tau pacarnya lagi ga aman ?

Abi & NadineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang