CHAPTER 15

166 12 9
                                    

Haii semuaaaa!!!!
Maaf banget baru bisa update lagi. Huhuhu
Semoga masih pada setia menanti kelanjutan cerita Abi dan Nadine yaa.

Selamat membaca.
Komentarnya ditunggu looh 😊

***

NADINE (POV)

Suasana foodcourt ini jauh lebih tenang dari biasanya. Iringan musik klasik terdengar jelas. Ditemani semangkok soup jamur dan segelas earl grey tea favoriteku, Aku duduk menatap mas Juna yang sibuk mengunyah steik didepannya.

Dia mendadak diam. Setelah percakapan dengan ibu-ibu tadi moodnya langsung berubah.

"Kita selesaikan makan lalu pergi."

Akhirnya dia bersuara setelah mendiamkanku. Kini Dia mempercepat kunyahannya lalu mulai melahap lagi.

"Keluarkanlah apa yang ada dipikiranmu Mas. Aku akan mendengarkan."

Dia mengatur nafanya yang memburu. Kemudian menenggak air mineral botol.

"Dia bilang hari ini ada praktek. Gak taunya sama Abi." Ucapnya seraya mengelap bibirnya dengan punggung tangan. "Kenapa juga dia harus bohong? Kalo dia mau jalan sama abi ya bilang aja."

Ternyata dugaanku benar, itulah alasan kenapa Mas Juna kesal. Aku pun akan seperti itu kalau aku tahu pacarku tengah berbohong.

"Mungkin Risa hanya ingin me time dengan sahabatnya tapi ngga enak ngomong sama mas Juna. Bisa dibilang ga enak nolak mas. Intinya mereka udah janjian duluan sebelum mas ngajakin Risa. Percayalah, ga ada apa-apa diantara mereka. Mas Juna tenang aja."

"Bukan masalah itu Nad." Dia makin menggebu. Kurasa dia ngga menyadari gebrakan kecilnya membuat orang sekeliling melirik kearah kami. Dia kembali diam. Menatapku. "Kamu ngerasa ga sih, Nad? Sepertinya Abi menyukai Risa."

Mendengar kalimat itu tubuhku kaku seketika. Hatiku seperti dihantam sesuatu. Ya, aku tahu betul hal itu. "Kenapa mas berfikir begitu?"

Sebuah senyum simpul terekam oleh mataku. Senyumnya seakan mengetahui sesuatu. "Hanyaa... firasat cowok."

Firasat cowok.

Ya, aku pun menyadarinya. Rasa peduli Abi pada Risa, bukanlah rasa peduli biasa. Pilihannya untuk melindungi Risa. Bukankah itu sudah sangat jelas?

"Mas aku mau nanya sesuatu." Dia mendadak sigap. Memasang telinganya baik-baik. "Misalnya mas terjebak dalam satu situasi, dimana mas harus menyelamatkan seseorang diantar 2 orang yang harus diselamatkan. Manakah yang akan mas pilih? Menyelamatkan seseorang yang mencintaimu, atau seseorang yang kamu cintai?"

Dia terdiam. Menatapku. Entah apa yang ada dipikirannya. Cukup lama dia memikirkan jawabannya. Entahlah. Mungkin dia enggan menjawab.

"Orang yang aku cintai. Aku memilih menyelamatkannya."

Kini giliranku yang bungkam. Mendadak dadaku seperti tersengat sesuatu. "Ke-kenapa?"

"Karna aku ngga mau kehilangan dia. Akan lebih menyesal kalau aku gagal melindungi orang yang aku cintai. Bukankah begitu?"

Kali ini aku benar-benar tak berkutik. Rasa sesak ini entah darimana asalnya.

"Walaupun orang yang kamu cintai itu belum tentu memiliki perasaan yang sama?"

Dia membisu. Menatapku seolah menganalisa. "Hmm, kalau keadaan seperti itu aku akan menjawab, tergantung situasi. Dalam hal ini, saat berada diposisi itu apakah kita berada dilevel menyerah, atau maju terus terhadap orang yang kita cintai. Ketika kita tau batasan kita, disitu kita bisa memilih akan menyelamatkan yang mana. Kamu pahamkan maksudnya?"

Abi & NadineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang