CHAPTER 16

106 8 6
                                    

Holla!!

Kita bertemu lagi. Semoga kalian masih menantikan kelanjutan Abi dan Nadine yaa.

Cus langsung baca. Enjooyyy! ^^


NADINE (POV)

Aku memasuki kamar yang sangat sunyi. Rasanya aneh dan kesepian. Aku teringat ketika Ari mengomeliku habis-habisan soal Tian. Sejak di store, diperjalanan, bahkan sampai depan pintu kamar. Haruskah aku berterimakasih padanya? Karna dia aku enggan untuk menangis.

Kuhampiri sudut kamar yang terpampang poster Abi. Diposter itu dia tersenyum memperlihatkan lesung menawannya itu. Rasa sesak kembali muncul. Mataku kembali berkaca-kaca saat mengingat percakapan terakhir kami ditelepon. Saat itu aku merasa dia berkata terpat didepanku. Aku bahkan bisa membayangkan ekspresinya saat mengucapkan kalimat itu.

"Lo akan baik-baik aja Nad. Semua akan baik-baik saja. Bukankah bagus semua sudah jelas dari awal? Iya kan Bi?" Ucapku pada poster itu.

Tok tok!
Ari langsung memasuki kamar padahal aku belum menyuruhnya untuk masuk.

"Besok hari pertama shooting Mas Abi dan Hana. Mba ingat kan?"

"Oh iya! Untung kamu ingetin. Semua udah siap sih tinggal angkut. Jam berapa shootingnya?

"Startnya jam 10."

"Oke, mba akan datang lebih awal."

Tanpa banyak basa-basi dia pergi. Entah dia tau atau tidak soal aku dan Abi. Karna aku enggan untuk menceritakan ini padanya.

"Aku harus bersikap seperti apa untuk menghadapimu besok, Abi?"

Ah sudahlah. Biarkan itu mengalir. Sebaiknya aku mencari box untuk menaruh semua kenangan tentang Abi. Aku akan melepas poster itu kemudian memasukan bingkai - bingkai kusam itu kedalamnya. Tidak ketinggalan, aku mengganti foto kami berdua dihandphoneku.

Hari ini aku akan menghapus semua kenangan kami supaya besok aku bisa memiliki kenangan lain dengannya. Kenangan sebagai teman ataupun rekan kerja.

****

Studio besar ini sudah disibukan dengan beberapa crew produksi juga rekan-rekan kerja Ari. Mereka sibuk menata lampu dan perlengkapan lainnya. Kulihat Ari berdiri sambil membolak-balik lembar skenario. Baru kali ini aku melihatnya bekerja. Sebagai seorang kakak, aku bangga padanya. Mungkin kalau aku bukan kakaknya akan kepincut juga. Dia terlihat keren.

Yup, dan disinilah aku sekarang. Disebuah ruangan khusus, sendirian, menunggu makeup artist dan juga artistnya datang. Jam masih menunjukan 8.35. Sepertinya aku memang datang kepagian. Seandainya saja Ari tidak menyeretku untuk berangkat bersamanya.

"NAD!!" Seru seseorang yang sukses bikin aku terlonjak.

"TATA!!"

"Hehehehe soriiii. Nih gue bawain lo sarapan."

Dia taruh seporsi bubur didepanku. Tanpa ragu langsung kubuka dan melahapnya. "Thankyou."

"Are you ok, Nad?" Pertanyaan ragu-ragu itu akhirnya muncul juga. Aku tau betul, dia pasti akan menanyakannya.

"Entahlah. Sebenernya, I'm not okey. Gimana mungkin gue baik-baik aja setelah apa yg gue hadapi kemarin. Hati gue rasanya dicabik-cabik, muka pengen gue amplas tau ga saking malunya. Tapi lo ga perlu khawatir. Gue bisa lewatin ini. Temen lo ini kan muka badak."

"Itu gue tau kok. Lo pasti strong. Persetan dengan netijen!"

Aku tersenyum simpul. "Lo tau ngga sih Ta, setelah instalive kemarin, gue nungguin Abi untuk ngehubungin duluan. Nungguin kayak orang bego. Sampai akhirnya gue nurunin harga diri gue buat nelepon dia duluan."

Abi & NadineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang