NADINE (POV)
Dalam hati aku berharap Abi ngga akan mengeluarkan sebuah kalimat yang membuatku menahan nafas serta menahan perih yang mendadak menjadi berkali-kali lipat dari sebelumnya.
"Gue kasih tau lo dari awal. Kalau lo pikir dengan menjadi personal stylist gue, gue akan jatuh cinta sama lo, lo salah Nad. Ini bukan drama atau novel roman picisan. Gue profesional enough buat itu. Tapi, kalo lo tetep bersikeras dengan niat lo itu, terserah. Cuman ya siap-siap aja patah hati, karna yang seperti ini ga cuma sekali terjadi dalam hidup gue. Lo, akan bernasib sama dengan yang lainnya."
Apakah aku baru saja ditolak?
Kalimat penolakan itu rasanya sama seperti penolakan mas Juna. Sakitnya, sesaknya, putus asanya. Semua sama.Lidahku kelu. Sulit berucap.
Mengontrol ekspresi wajah supaya ngga terlihat menyedihkan ternyata sulit juga.
Tatapan matanya menusuk. Sebuah anti pati."Aku ngga akan mundur." Kuputuskan untuk melanjutkan meski tau salah satu konsekuensinya. Setidaknya, aku bisa membuat Label lebih besar lagi. "Lusa aku akan sign kontrak. Kita akan sering bertemu, Abi."
Abi tersenyum memperlihatkan kedua lesung pipinya. "Oke." Dia beranjak. "Gue pergi."
"Tunggu. Kenapa kamu kesini?" Pertanyaanku membuat langkahnya terhenti.
"Tadinya gue mau ngajak lo nonton. Tapi, gue ga pernah nonton berdua dengan personal stylist gue."
Lagi-lagi kalimat menohok keluar dari mulutnya. Mataku mulai berair. Ya Tuhan, aku harus bagaimana?
Lamunanku buyar saat sebuah telepon masuk. Aku sempat bingung. Angkat atau ngga. Karna ini telepon dari Tian.
"Ya? Kenapa?" Suaraku terdengar lemah. Sulit untuk keluar.
"Bisakah kita ketemu? Ada yang perlu aku luruskan."
"Aku lelah. Aku mau tidur."
"Pembohong. Aku melihatmu sedang duduk. Coba lihat kebelakang."Terlonjak, kaget, reflek memutar badanku. Ternyata benar saja. Dia berdiri beberapa meter dibelakangku.
Dia mematikan teleponnya. Berjalan cepat menghampiriku kemudian menarik tanganku.
"Ayo kita makan. Aku tau kamu belum makan dari tadi."
Tunggu dulu. Bagaimana dia tau aku belum makan? Jangan-jangan....
"Kamu ngikutin ya?" Tanyaku sambil berusaha mengimbangi langkah kakinya yang lebar.
"Iya."
What the... Apa-apaan ini?! Dia ngga ngebantah sama sekali. Sejak kapan dia membuntutiku? Ya ampun dia mengerikan.
Kini kami sudah berada direstaurant paling mahal yang ada didalam mall. Dia duduk membolak-balik menu.
"Aku tau kamu bukan tipe cewek yang jaim buat makan malem karna takut gendut. Jadi, pesen aja apapun yang kamu mau." Ucapnya dengan mata terus menatap menu. "Yang paling mahal juga ngga papa."
"Kenapa kamu buntutin aku?"
"Pesen aja dulu. Aku akan cerita setelah kita pesan makan."
Tanpa harus berdebat, aku buru-buru pilih menu. Apa yang pertama kali kulihat, aku memesannya. Begitu kami selesai memesan, Tian dengan santai menatapku sambil tersenyum. "Pertemuan kita tadi tertunda karna penyanyi itu. Well, karna kamu udah tau siapa aku, so apa yang mau kamu tanyain?"
"Entahlah. Aku ngga tau. Saking banyaknya aku ngga tau harus mulai dari mana."
Tian tersenyum. "Cerita kita panjang. Tapi, satu hal yang kamu harus percaya dan ketahui. Luka dikepala kamu itu, bukan aku pelakunya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Abi & Nadine
ChickLitNadine : Kalau tiba-tiba kamu dapet tiket buat jadi pacar seorang idola yang selama ini kamu gilai, apa yang akan kamu lakukan? Tapi disatu sisi kamu lagi mencintai seseorang. Mencintai seseorang yang begitu dekat denganmu, namun terasa saaaangat ja...