CHAPTER 11

215 16 1
                                    

NADINE (POV)

"Gue akan merebut kembali apa yang seharusnya menjadi milik gue. Ingat itu baik-baik Abi."

Badan yang sama-sama tinggi itu saling berhadapan. Kilatan kebencian Tian terhadap Abi terlihat jelas dari tatapan matanya.

Tapi, apa maksud ucapan Tian barusan? Sebuah kalimat ancaman atau peringatan? Lagipula, apa yang seharusnya menjadi milik Tian dan apa yang sudah direbut darinya?

Argh! Saking banyaknya pertanyaan membuat otakku mau pecah.

Kulirik Abi.
Dia diam namun matanya menyipit. Menatap tajam orang didepannya sebelum sebuah seringai terlihat.

"Ayo pergi." Ucapnya singkat seraya menarikku pergi meninggalkan Tian yang terpaku.

"ELO UDAH GILA YA?! Mau cari mati? HAH?!" Abi membentakku. Saat kami sudah berada diparkiran.

"Kamu yang gila! Kamu yang mau cari mati! Kamu ngga akan tau apa yang bakalan Tian lakuin kan?"

Dia diam. Melotot kepadaku menyuruhku masuk kedalam mobil.

Sepanjang perjalanan dia hanya diam. Sesekali mengehembuskan nafas panjang. Apa yang dia pikirkan aku ingin mengetahuinya.

"Kamu menyesal?" Tanyaku akhirnya.
"Menyesal kenapa?"
"Menyesal karena datang."
"Ngga sama sekali."

Jawaban itu membuatku terdiam. Lagi-lagi berfikir dan bertanya-tanya.

"Kenapa kamu datang? Padahal kamu bilang sendiri kamu mau melindungi orang yang udah lama kamu kenal, dibandingkan orang yang baru kamu kenal. Kenapa... kamu datang?"

"Entahlah. Apa itu penting?"

"Iya. Itu penting. Kenapa kamu datang? Kamu berubah pikiran?"

"Ngga. Gue ngga berubah pikiran. Hanya saja mulai sekarang, gue akan melindungi orang yang udah lama gue kenal lebih dari sebelumnya."

Kalimat itu kenapa begitu menyakitkan?
Rasanya sesak.

Kuhembuskan nafas perlahan. Mencoba menetralkan sakit hati, maksudku rasa perih aneh didalam dadaku.

"Haaaaah lebih baik kamu ngga usah datang kalau alasannya seperti itu." Aku terkekeh. Menertawakan diri. Menyadari betapa bodohnya aku mengharapkan jawaban lain.

"Tolong berhenti Bi. Turunin aku dihalte depan situ."

Kurasa, menjauh darinya adalah hal yang tepat. Setidaknya untuk saat ini.

"Kenapa? Lo marah? Kecewa? Makanya lo mau turun."

"Hahahahaha. Ngga kook. Aku ada janji sama temen di Sency. Jam 7 sih janjiannya tapi ga papa bisa muter-muter dulu."

"Gitu."

Tanpa pikir panjang dia menepi. Hazard pun dipasang.

"Thanks ya Bi. Bener-bener makasih banget. Oh iya, kalau nanti kamu tahu aku menemui Tian. Please, jangan tiba-tiba dateng kayak tadi. Jangan dateng kalau alasannya masih sama. Lagi pula, aku punya alasan sendiri kenapa aku menemuinya. Jadi, jangan ikut campur."

"Oke. Just take care of your self, Nadine."

Kubalas dengan sebuah senyuman sebelum akhirnya keluar. Tanpa basa-basi ataupun membuka jendela, dia pergi. Ya, dia pergi meninggalkan rasa perih ini, lagi.

WRITER (POV)

Abi berjalan lesu memasuki sebuah ruangan. Ruangan dimana segerombolan artis, aktor, model, dan penyanyi itu berkumpul.

"Lemes amat kayak tisu toilet kena aer. Kenapa lo?" Celetuk Andika. "Abis berantem sama Nadine?" Pertanyaan candaan itu berhasil membuat Abi menoleh galak. Tatapan matanya seolah berkata 'dari mana lo tau?'

Abi & NadineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang