WRITER (POV)
Abi memacu mobil BMWnya dengan kecepatam tinggi. Buku-buku tangannya memutih seiring semakin dalam pedal gas yang diinjaknya. Pikirannya berkecamuk. Bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa Risa? Apa yang diinginkannya dari Risa?
BUK!!
Dia limpahkan kekesalannya pada stir dan semakin memacu gasnya. Beberapa mobil dia salip layaknya pembalap F1. Jarum speedometernya merujuk ke angka 120 km/jam. Dia tidak peduli sudah melanggar batas kecepatan di jalan tol. Karena bila dia tidak cepat, seseorang mungkin dalam bahaya.
Kini mobilnya sudah terparkir sempurna didepan rumah Risa. Dengan gesit dia matikan mesin, melepas seatbelt, mencabut kuncinya, lalu keluar dari mobil dan menguncinya.
Dia amati sekeliling jalanan.
Sepi. Tidak ada orang. Didepan rumah Risa juga tidak ada satupun mobil yang parkir.Mungkin dia sudah pergi. Pikirnya.
Buru-buru dia menuju gerbang rumah. Membuka gembok dengan kunci duplikat yang diberikan Risa. Badannya kaku seketika ketika dia mendengar suara langkah sepatu pantofel berjalan pelan kearahnya.
ABI (POV)
Suara langkah itu semakin mendekat seiring jantungku yang berdebar cepat.
"Ternyata bener dugaan gue." Suara seorang pria terdengar dari arah belakang. Dengan cepat aku berbalik. Brengsek. Benar saja. Si psyco berdiri sempurna 10 langkah didepanku dengan seringai sinis menghiasi wajahnya. "Elo yang dia hubungin, bukan pacarnya."
"Sebenernya mau lo apa sih?"
"Lo cepet tanggep juga ya." Dia berjalan mendekat. Maju dua langkah kedepan. "Pilihan lo cuma dua. Take care your precious bestfriend or leave Nadine alone."
"Kenapa lo harus libatin Risa dimasalah ini?!" Suaraku meninggi.
"Choose, Nadine atau Risa?" Dia masih dengan tenang memasukan kedua tangan kedalam saku celananya.
"Lo ga ada hubungan emosi apapun dengan Nadine kan? Jadi, apa yang membuat lo susah buat kasih jawaban kalo lo sendiri tau dimana sebenernya hati lo berlabuh?" Seringai sinis itu nampak lagi.
Lagi-lagi aku terhimpit. Apa yang psyco bilang itu ada benarnya juga. Saat ini, siapakah yang lebih penting dan siapakah yang paling ingin kulindungi?
Seharusnya itu jawaban yang mudah.
"Jadi, siapa yang lo pilih?"
NADINE (POV)
Kenapa dia lama sekali. Hampir 2 jam berlalu tapi ga ada kabar. Apakah terjadi sesuatu padanya? Tuhaan... tolong lindungi dia.
Kucoba untuk menelponnya kembali namun masih ga diangkat. Apa jangan-jangan dia bertemu dengan psyco itu? Abiiiii please kabarin sesuatuuuu.
Kali ini aku kirim line. Harap-harap cemas menunggu balasannya. Sayang, setengah jam berlalu tapi tak ada satupun balasan darinya.
Apakah dia langsung tidur? Tapi dia sudah berjanji akan mengabariku. Apakah dia berubah pikiran? Aduuuh Abiiii kamu dimanaa siih?
ABI (POV)
Memandangi Risa yang tertidur pulas membuatku tenang. Genggaman tangan ini ngga lepas sejak awal aku memasuki rumahnya. Dia ketakutan. Sangat ketakutan. Sekujur tubuhnya gemetar matanya sedikit sembab karna nangis.
"Kenapa kamu meneleponku bukannya menelpon Juna? Kenapa, Risa?" Tanyaku padanya walaupun aku tahu dia tidak akan menjawab.
Sial, aku jadi teringat kata si psyco itu.
"Kalau gue jadi lo, gue akan nanyain langsung ke dia. Kenapa lo nelepon gue? Kenapa lo hanya ngabarin ini ke gue? Memang lo ga penasaran dengan jawabannya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Abi & Nadine
ChickLitNadine : Kalau tiba-tiba kamu dapet tiket buat jadi pacar seorang idola yang selama ini kamu gilai, apa yang akan kamu lakukan? Tapi disatu sisi kamu lagi mencintai seseorang. Mencintai seseorang yang begitu dekat denganmu, namun terasa saaaangat ja...