Chapter 9

199 14 0
                                    

"Ju-Justin?" Suaraku terbata. 'Bagaimana dia tahu nomorku?'

"apa kau sedang diapartementmu? Bagaimana jika aku datang? Aku butuh tempat beristirahat" jawabnya dengan nada yang sedikit-entahlah, lebih mirip seperti pria yang tengah mabuk.

"Ya, tetapi kau tak bisa datang. Ak-"

Dia menginterupsiku, "aku sudah ada didepan pintu apartement-mu. Bukakan untukku atau aku harus mengetuk pintunya?"

'Oh sial! Sial! Sial!' Pertanyaan kedua , darimana Justin tahu apartement-ku?

"Ok, tenanglah disana. Aku datang" buruku dengan segera menyeret tubuh dari atas ranjang hingga tertatih namun tetap dalam hati-hatianku agar Grace maupun Azzel tidak terganggu karena ulahku malam-malam begini. Memutar kenop pintu, aku langsung disambut dengan tubuh besar menopang diatas bahuku. Aku sedikit terkejut namun aromanya langsung tercium dan menyakini bahwa dia adalah Justin. Ambruk sesudah pintu apartementku terbuka. 'dia mabuk?'

Tanpa pikir panjang, aku agak menyeret tubuhnya hingga kedalam kamarku, maksudku menyembunyikannya dan tidak mungkin memberitahuku Grace dan lainnya. Sangat mustahil. Setelah menjatuhkan tubuhnya diatas ranjang milikku, aku kembali menutup pintu apartement dan tak lupa menutupnya. Ketika berbalik, aku mendapati Grace diambang pintu dengan piyama yang ia kenakan tampak mengusap kedua mata. Aku terloncat hingga sebelumnya mengatur tubuhku untuk tidak merespon berlebihan.

"Siapa?" Tanyanya acuh tak acuh.

"Oh itu, ak- aku hanya memastikan pintunya terkunci dan ternyata sudah aman"

"Hmm.." ia malah berjalan kearah kamar mandi dan mengacuhkanku berbicara. Aku kembali kedalam kamar dan menguncinya segera. Dihadapanku Justin tampak tak sadarkan diri kasurku. matanya terpejam, rambutnya berantakan, sebuah tindikan dihidungnya serta anting panjang bersimbolkan lambang salib itu ia kenakan berbeda dengan yang kulihat sebelumnya. Dan tak lupa sebuah ikatan melekat dikeningnya, entahlah untuk apa persisnya. Meskipun ia kacau balau, ketampanannya tidak pernah berubah sedikitpun. Alasannya menelfonku menjadikan tempat tinggalku sebagai singgahannya saat mabuk seperti ini sangatlah membingungkan. Bahkan aku tidak tahu darimana ia dapatkan semua informasi mengenaiku. Satu langkah lebih dekat kearahnya, aku melepaskan sepatu yang masih ia kenakan. Justin agak menggeliat tak karuan sebelum akhirnya tertidur lagi. Aku juga melepas jaket Jeans yang ia kenakan hingga dirinya hanya mengenakan kaos putih polos yang begitu menggairahkan..

Tanganku melambai dihadapan wajahnya, memastikan ia memang terlelap dalam tidurnya, aku mengambil kesempatan untuk merasakan kembali hembusan nafas melalui bibirnya, mendekatkan wajah kami hingga mampu menghilangkan jarak diantara keduanya. Membuka sedikit bibirku agar nafasnya masuk kedalam paru-paruku. 'Oh God, aku tidak pernah seceroboh ini dengan seorang pria. Namun ia begitu sexy dan menggodaku untuk selalu mendekat kearahnya' memejamkan mata, aku merasakan deruan nafasnya yang masih kurasakan memasuki tubuhku hingga akhirnya-Bruk! Tubuhku ambruk, aku terkejut karena aku yakin lengan tanganku cukup kuat untuk menopang tubuhku saat mengambanginya. Tersadar Bibirku menempel pada Bibirnya. 'Oh tidak! Tidak!' Dan kurasakan tangan seseorang menahan punggungku untuk tetap dalam posisi. Aku memberontak, mencoba melepaskan ciuman kami. Membuka mata, Justin dalam tatapan sayup dan kurang kesadaran itu nyengir dalam kemenangannya lagi. aku memalingkan wajah untuk melupakan betapa malunya aku saat ini.

"Cium aku Yn" tangannya meraih tanganku yang kini ia letakkan diatas dadanya. Aku menarik tanganku dan sedikit berteriak untuk tidak melakukannya lagi. Justin sedikit terkekeh dengan pejaman matanya dan kini memunggungiku. Aku yang terduduk ditepi ranjang hanya bisa berpasrah untuk merelakan ranjangku untuknya.

..

Justin pov

Sinar itu menyilaukan mataku yang masih tertutup rapat. Rasanya kepalaku berkedut tidak karuan dengan mata yang sulit untuk terbuka. Aku menarik selimut yang menutupiku untuk sekarang menurup seluruh bagian tubuhku. 'Aku ingin tidurku lebih' . Tak lama sebelum aku benar-benar sampai dalam dunia mimpiku kembali, aku mendengar seorang wanita berdendam dengan suara lirihnya menyanyikan sebuah lagu tanpa lirik. Keningku berkerut dalam, 'apa itu Mom?' Namun tidak mungkin jika sepagi ini Mom masuk kedalam kamarku dan bernyanyi seperti wanita ini. Atau..- wait! Dimana aku? Aku mendelik, keadaan gelap karena selimut yang menutupi penglihatanku diarah sekitar. Saat membuka perlahan, aku mendapati sesosok wanita itu tengah memunggungiku- hanya melilitkan handuk yang menutupi lekuk tubuhnya yang seksi, ia sibuk mencari sesuatu dari dalam lemari yang asing bagiku. Memandangi sekitar, aku sadar bahwa ini memang bukan kamarku, dan tidak semewah kamar hotel juga-bila aku melakukannya dengan seorang jalang. Pikiranku melayang mengingat kejadian semalam, diClub- ralat, rumah sakit, aku bertemu Christian- memberiku nomor mantan pacarnya dengan alamat apartementnya. Chris juga membebaskanku untuk bersamanya karena ia tahu kedekatan kami dan menurunkan semangatku akan Rose, aneh dan selalu menjadi pertanyaan mengapa ia menyerahkan Yn padaku?. Kepalaku pusing, aku diclub, meminum banyak minuman, memukuli orang, mengendarai mobil sportku, menelfon seseorang... 'Yn!' Omg! Wanita yang berlilitkan handuk itu berbalik badan, aku berpura menutup mataku meskipun tidak sepenuhnya. Dalam sudut mataku yang sedikit terbuka, aku bisa melihat wajahnya yang begitu mengingatkanku pada Rose-setiap saat. Lekuk tubuhnya yang lebih kurus daripada Rose, dengan kaki jenjang yang semakin membangkitkan naluri lelakiku. Gadis polos itu melirikku, aku dengan berusaha penuh seolah sedang tidak mengintipnya sebelum lilitan handuknya itu terlepas. 'Oh god..' ia memunggungiku, mengenaikan Bra serta celana dalamnya dilanjut dengan kaos hitam dan celana pendeknya. Memungut handuknya yang tergeletak diatas lantai, ia berlalu keluar kamar. Aku segera mengambil udara dalam-dalam untuk memulihkan keadaan sesaat setelah melihat semua kejadian ini. Betapa polosnya ia hingga harus berganti pakaian didalam kamar yang ia tahu persis ada aku didalamnya. Setelah menormal, aku meraih ponsel dalam sakuku, layarnya menunjukkan gambar dimana sebelum Rose kecelakaan dan mengalami Koma, mengambil gambar bersamaku didalam kamar kami sesudah melakukan hal itu. Aku tersenyum sendiri dan berfikiran ini seolah berhubungan dengan semua yang kulihat pagi ini. Terlebih tubuh itu... bagaimana aku bisa menahan Jerryku agar tidak bangun?

'Ayolah.. dia bukan milikmu.. dia bukan milikmu...' aku menepuk dick ku sendiri karena kesal. Maklum saja aku sudah tidak melakukannya dua tahun belakangan dan kini keinginan itu begitu kuat. Damn it!

Tak mau terlarut dalam kesiksaanku pada Jerry yang meminta jatah, aku keluar kamar dan mereka memandangiku- Yn dengan bocah kecil yang asing bagiku. Aku acuh dan bergabung dengan mereka dimeja makan. Yn nampak terkejut sedangkan bocah laki-laki itu menanyakan siapa aku pada Yn.

"Dia Justin. Temanku" jawab Yn agak kaku. Melihat dirinya membasahi bibir bawahnya secara berkala, mengingatkanku pada kejadian semalam saat aku merasakan ia mengambangiku dan aku menariknya hingga kami berciuman. Aku tersenyum.

"Hai, apa aku boleh bergabung?" Aku mencoba mengambil hati bocah laki-laki itu. Karena sepertinya mereka begitu dekat. Si bocah mengangguk. Aku mengambil tempat duduk disamping Yn.

Rose For Rose ( Bieber Love Story )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang