Chapter 25

164 12 0
                                    

Menarik diriku, Rose menatapku. Matanya berkaca-kaca dan sukses membuatku setengah mati khawatir serta terbawa emosi.

"Sayang, kenapa? Heh?"

Terlambat, airmatanya telah turun. Tanganku segera menghapus airmatanya. "Sayang..."

Ia terisak dalam tangisannya, "maafkan aku. Aku banyak salah padamu" jujur, ucapannya kali ini tak kumengerti. Ia jelas masih tak mengingat yang terjadi. Apalagi masalah Chris. Namun yang jelas aku mengangguk, aku memaafkannya. Aku tak ingin Rose banyak beban. Tidak.

"Rose.. sudahlah sayang, jangan menangis. Aku memaafkanmu. Ok?" Kali ini aku mematikan airmatanya tak lagi turun dan aku tersenyum. Tak lama, seseorang membuka pintunya terlalu keras. Kami berdua menoleh, mendapati Harry disana.

"Rose!" Reaksinya begitu terkejut dan spontan segera memeluk Rose, begitu dalam. Semenjak kedua orangtua mereka meninggal, Harry dan Rose sangat dekat. Bahkan begitu dekat. "Aku merindukamu. Aku kira kau akan meninggalkanku Rose, aku tak mau hidu sendiri didunia ini. Tidak Rose.." kurasa Harry menangis sekarang. Rose mengangguk setuju dalam pelukannya, tersenyum dengan matanya yang terpejam membalas pelukan Harry. Aku sampai iri dibuat keduanya. Sekaliun aku anak sulung, aku tak pernah merasakan hal yang sama seperti Harry rasakan. Bahkan bersama Jazzy dan Jaxon. Sudah dua tahun belakangan aku tak menjenguk mereka. Semenjak Rose koma.

"Rose!" Yang lain menyusul, Dad juga Mom ku secara bersamaan. Aneh rasanya, mengingat mereka sudah bercerai dan masih sering bersama. Dan ibu Jazzy juga Jaxon tidak hadir disini. Kedua bocah itu menatapku, yang satu bersembunyi dibalik sosok Dad yang satu lagi hanya menatap dengan meremas gaun mungilnya. Aku berjongkok melebarkan kedua tanganku. "Kemarilah Jazzy, aku merindukanmu" ujarku dan seketika gadis itu tersenyum berlari kearahku. Pelukannya menghangat ketika tangannya melingkar pada lekuk leherku.

Menarik diri ia menatapku "Justin, kau tak pernah kerumah"

Aku terkekeh, "maafkan aku." Mataku beralih pada Jaxon begitujuga dengan Jazzy. "Kemarilah Jax, kau tidak merindukan big bro mu? Hah?" Dengan ragu ia juga berjalan kearahku. Tidak sesemangat Jazzy namun cukup berani untuk seorang Jaxon yang pemalu. Jazzy melepasku, ia tahu bahwa dirinya harus berbagi dengan Jaxon yang sudah kutarik untuk mendekat hingga keduanya berada dalam lingkaran tanganku yang menerima pelukannya. Pertemuan yang menggelikan setelah aku merasakan keirian pada Harry dan Rose. Mom dan Dad kudengar melontarkan bertubi pertanyaan, tidak, maksudku-Mom. Dia terlalu banyak berucap. Harry yang memangkas rambutnya sedikit memendek duduk ditepian ranjang ketika aku bangkit dengan membawa Jazzy dalam pelukan dan Jaxon beralih pada Harry.

"Mom, jangan banyak bertanya. Rose butuh istirahat" aku mengingatkan. Mom membulatkan mulutnya hingga berbentuk huruf O. Kucium pipi Jazzy, "benar begitu princess?"

"Yas my king"

Dan semuanya tertawa.

..

Pagi harinya ketika Rose tengah dirawat oleh perawat yang memperhatikanku selama dua tahun itu, aku menyempatkan diri untuk mengunjungi babershop memangkas rambutku yang kubuat gimbal hingga agak mendekati botak. Cukup tampan saat aku bercermin disana. Perkataan Jazzy yang memintaku untuk melakukan itu aku kabulkan, toh akhirnya aku sadar betapa kacaunya aku sekarang. Aku mulai berbenah diri, menggunakan celana selutut yang berbahan kain bukan jeans dan baju polos putih serta tatapan rambut yang baru. Aku bersiap untuk menuju rumah sakit, ditengah itu, aku mendengar ponselku berdering. Lauren, aku berburu mengangkatnya. "Hallo?"

"kau dimana Just?"

"Aku mau kerumah sakit. Kau tahu bahwa-"

"tidak! Aku tidak mau tahu. Maksudku- ada berita penting. Um.. hmm.." ia berbisik dengan seseorang disana namun masih begitu jelas untuk didengar. "Apa aku harus memberitahunya? Hm. Okok!"

"Hallo Justin? Kau masih disana?"

"Ya? Ada apa?"

"Hmm ini menyangkut Yn. Semalam ia terus berteriak memanggil namamu. Semua barang dikamarnya hancur berantakan. Ia benar-benar kacau. Dan karena kelelahan, Yn sampai pinsan sekiar 3 jam yang lalu. Sekarang dia dirumah sakit"

Bukan main, aku mendengarnya bak udara tak lagi dapat kucerna dalam paru-paru. Terlalu mencekat. Aku mengerem mendadak, menempelkan keningku pada kemudi mobil dan masih dalam telfon Lauren. 'Aku benar-benar jahat pada Yn. '

"Dimana dia?"

"Dirumah sakit sunshine. Kukira Rose juga disana bukan?"

"Ya dia disana. Ok, aku akan menjenguknya. Dan makasih atas infonya"

"Ok, maafkan aku"

"Its ok" dan kami sama sama menutup telfonnya. Hening. Rasanya aneh ketika kebahagiaan melandaku dengan kehadiran Rose untukku kini aku harus dihadapkan dengan sikap Yn yang terlalu mencintaku. Ini salahku. Tak seharusnya aku membiarkan rasa itu tumbuh ditubuhnya, tak seharusnya aku mengatakan bahwa aku jatuh cinta padanya. Tak- 'dammit Justin! Youre a dumb boy!'batinku berceloteh sendiri. kemarahan meliputiku. Aku salah, aku benar-benar salah.

Kembali melaju mobil sportku, aku tak lupa membelikan bunga mawar merah untuk Rose. Selalu. Sesampai dirumah sakit, aku bergegas keruangan Rose. Si perawat sudah selesai dengan tugasnya, dan Rose bukan main terkejutnya melihat kondisiku yang tampak berbeda. "Justin!" Ia berteriak kegirangan. Aku tersenyum dengan memberikannya setangkai mawar dihadapannya. Lagi, teriakannya makin kencang. Kupeluk tubuhnya dimana ia membalasku. Mawar itu sudah berada digenggamannya dan itu rasanya mustahil. Setelah sekian lama ia selalu terdiam saat aku memberikannya mawar dan saat ini, Rose menerima mawarku.

Rose For Rose.

"Kau tampan sayang. Aku suka gayanan Rambutmu. Sungguh" ia mengacungkan jempol. Bertepuk tangan riang seperti anak kecil. aku terkekeh dibarengi dengan perawat yang kutahu namanya ialah Saarah.

"Kau sungguh beruntung memiliki dia Rose"

Rose menyetujui ucapan Saarah aku hanya tersenyum. aneh, bersama Rose namun aku terus memikirkan Yn. Jiwanya yang terguncang karenaku. Dan aku tersadar ketika pintu ruangan Rose tiba saja tertutup cukup keras karena Saarah barusaja keluar. Untungnya Rose tak menyadari hal itu dan masih sibuk memperhatikan mawar yang kuberikan untuknya.

Yn pov

Suara kicauan burung memekakan telingaku. Aku membuka mata, rasanya berat. Aku mencoba mengedipkannya berulang dan kepedihan itu masih terasa. Tertingal dimataku juga hati ini. Aku terus berpikir mengenai hubunganku dengan Justin, tidak memperdulikan aku dimana sekarang. Aku sadar, aku bukan didalam kamarku. Diruangan serba putih yang disamping ranjangku sudah tertanca cairan yang akhirnya mengalir bercampur dalam darahku. Aku membidik ngeri membayangkan hal itu. Aku sadar betul saat para perawat menancapkan infusan itu untukku, aku menjerit. Rasanya menambah sakit ditubuhku. Aku sadar ketika tanganku tak bisa lagi terkontrol untuk tetap diam bukannya menghancurkan semua make-up ku dikamar. Cermin yang kulempar hingga berkeping, pecahannya menyilet tanganku. Seketika itu, Chris mencoba mengobatinya namun aku menolak membuatku harus berlari keluar kamar dan akhirnya ambruk.

Damn. Kepalaku berdenyut. Aku membutuhkan aspirin. Dan sayangnya ini bukan apartement-ku. Tidak, aku tidak akan kesana lagi. Aku muak dengan Grace. Aku akan pulang kenegaraku. Bertemu abah dan Umi. Aku tak peduli jika harus bertemu dengan Roy ataupun mantanku yang lain. Tidak, asalkan bukan dengan Justin dan mereka yang disini.

Mencabut infusnya secara paksa, aku sampai meringis karena sialnya ini begitu menyakitkan. Lututku lemas, jantungku berdetak tak karuan dan phobiaku akan jarum suntik dan darah kembali muncul. Namun aku memaksakan diri untuk kabur dari rumah sakit. Aku tak peduli dengan sakitku. Aku harus bertemu abah.

Berhasil keluar ruang, aku mengendap agar para perawat itu tak tahu bahwa aku pasien disini meskipun pakaianku mengatakan hal itu. Sial! Mataku berkontak dengan salah satunya, aku bergegas kearah yang lain. Mereka meneriakiku.

"Pasien kabur. Tangkap dia!" Yang berlari mengejarku dibelakang berteriak cukup keras. Aku menjatuhkan semua yang berusaha menangkapku. Bahkan pasien yang lain ikut menontonku. Ada yang sampai keluar ruang dimana hanya untuk melihatku, salah diantaranya tak asing. Ketika mata hazel itu menangkapku. Aku yakin itu dia. Aku sampai menghentikan aksiku untuk memanggil namanya berulang namun ia malah memutuskan kontak dan segera masuk kedalam ruangannya lagi. Aku berusaja menyusul namun perawat itu berhasil menangkapku, tidak memperdulikan aku memberontak cukup kuat. 'Justin, kau tega padaku'

Rose For Rose ( Bieber Love Story )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang