Chapter 23

163 11 0
                                    

"Yn,ak-"

"Cukup! Aku muak direndahkan olehmu seperti ini! Aku Yn, aku bukan Rose. Apa yang harus kubuktikan untukmu agar kau mempercayai semua ini! Hah!!!" Rasanya semua ototku meledak, emosiku kelewat keluar hingga membakar panasanya tubuhku ini. Buku-bukuku berserakan, aku tak peduli dan tanganku mengambil segenggam dari bajunya, Lauren tak melawan, ia hanya menatapku miris. Tak seperti biasanya, "aku Yn, dengar aku, aku Yn. Aku bukan Rose. AKU BUKAN ROSE!!!" Dan kemudian, tangisanku pecah. Aku sadar perlakuanku keterlaluan dan mendengar beberapa gadis disekitar kami berteriak. Aku melepaskan genggamanku dan segera berlari menjauhi kerumunan, aku tak mengontrol diriku kemana aku membawa tubuh ini. Aku rapuh, aku seorang diri disini. Mereka tak pernah menerimaku. Lututku lemas dan akhirnya aku ambruk diatas lantai ditengah koridor sepi, meringkukkan tubuhku diantara lututku. Ditengah itu, aku mendengar suara langkah dari belakang semakin mendekat hingga akhirnya berhenti, kurasakan tumpukan buku yang dijatuhkan kelantai dalam jarak yang dekat. Aku akhirnya berusaha melihatnya, Aaron disana, tanpa senyum dan kakinya yang masih tertatih itu menyerahkan bukuku yang kutinggalkan jatuh saat aku bergulat dengan Lauren. Dengan ranselku yang tak sadar juga lepas dibahuku.

"Aku hanya ingin menyerahkan ini. Sebaiknya kau pulang, dan aku hanya ingin memberitahumu bahwa Grace adalah teman Lauren. Sebaiknya kau tanyakan pada Grace, alasannya selama ini apa. Aku tak ingin ikut campur, aku hanya ingin membantumu. Dan atas nama Lauren, aku minta maaf. Dia benar-benar tak tahu bahwa kau-"

"Ya aku tahu. Tolong tinggalkan aku" aku kembali meringkuk, Grace? Lagi. Dan sekarang aku benar-benar sendiri. Bahkan sejak awal aku kemari, bertemu dengannya didalam cafe hingga akhirnya memutuskan untuk menyewa apartement bersama adalah rencana mereka? Seburuk itukah mereka hingga ingin mengerjai Rose? Sejahat apakah Rose?

Aku mengangkat buku serta ranselku kearea parkir. Persetan dengan semua ini. Dengan semua masalah dan penasaranku yang ada, aku sekarang tahu segalanya. Dan itu menyakitkan. Aku bersyukur karena akhirnya semua ini terungkap. Didalam mobil, tangisanku tak terhenti. Bahkan aku tak sadar untuk memarkirkan mobilku tepat didepan toko bunga dimana aku bertemu dengan Justin dan bunga mawar merahnya, kupikir ia memiliki kekasih, tetapi nyatanya ia sudah menikah. Istrinya koma, dan setiap hari ia membelikan bunga mawar untuknya. Kuyakin Justin begitu mencintai Rose.ia tak mungkin mencintai aku, dia melakukan itu karena rasa kerinduannya pada Rose yang secara tak sengaja mengarah padaku, aku yang memiliki wajah hampir sama dengan Rose. Damn! Aku menangis lagi, rasanya menggelikan, semua ini saling berhubungan satu sama lain. Satu lagi, Grace adalah Lauren. Dimana kenyataannya, sejak awal aku diLA, aku memang tak pernah dianggap sebagai diriku sendiri. Menyedihkan? Itu pasti.

Diapartement, aku bertemu Grace yang menyapaku. Tanganku melayang dipipinya membuat Grace menatapku tajam. "Ada apa denganmu?!"

"Ada apa? Ada apa kau bilang?persetan denganmu Grace! Aku sudah tahu semuanya, soal kau dan Lauren. Kau bersama dengan Lauren ingin mengerjaiku. Bukan begitu?"

Seketika tatapan Grace berubah menjadi keterkejutan yang tampak begitu nyata. "Yn aku benar-benar minta maaf, aku pikir dulunya kau adalah Rose. Musuh aku dan Lauren, tetapi malam itu, setelah Aaron melihat Rose koma dirumah sakit disitulah Lauren mengatakan bahwa kau bukanlah Rose. Maafkan aku, aku benar-benar minta maaf"

aku menggelengkan tak percaya, semuanya brengsek! Kularikan diri didalam kamar. Mengunci pintuku, menjatuhkan diri diatas ranjang. Tangisanku kembali terbentuk. Diluar pintu, Grace mengetuk berulang kali meminta maaf padaku. Disaat bersamaan, aku mendengar ponselku bergetar dan nama Justin disana. Kesal, aku membantingnya hingga benda pipih itu terbagi menjadi dua. "Aaaaaaaa!!! Kalian brengsek!" Aku melemparkan segala barang yang kulihat kesembarang tempat, menarik rambutku hingga pangkalnya terasa pedih.

Justin pov

Tiba saja malam ini Lauren menelfonku, mengatakan bahwa Yn mengurung diri didalam kamar selama berjam jam dimana sebelumnya ia berdebat dengan Grace soal Rose. Aku melanjukan mobil sportku diatas rata-rata, suara klakson yang berulang kali kudengar tak membuyarkan perhatianku ketimbang melihat kondisinya. Grace juga bercerita bahwa Yn baru pulang petang ini. Telfonku tak diangkatnya. Ini benar-benar diluar dugaanku, didalam hati aku menyesal karena tak pernah mengatakan yang sejujurnya dari awal dan membuat Yn tak separah ini. aku masuk keapartementnya terlalu cepat. Diluar kamar Yn, aku sudah melihat Lauren dan Grace serta Aaron dan Chris disana. Mereka panik. Chris berjalan mondar mandir tak karuan, dimana Lauren menenanagkan Grace yang menangis. Kudengar suara teriakan didalam kamar Yn. Berulang, dibarengi dengan suara-suara keras seperti barang yang dilempar sembarang tempat.

Aku mengetuk pintunya berulang, "Yn, ini aku. Kita perlu bicara"

Dan buk! Kudengar dibalik pintu Yn melempar sesuatu yang kedengarannya sangat keras. "Pergi!! Pergi brengsek!!"

"Yn.. kita perlu bicara"

"Pergi!!! Aku bilang pergi!!!" Lagi, ia berteriak. Lebih keras dan aku takut keadaannya semakin memburuk. Aku memutuskan untuk membuka paksa pintunya, keputusanku sebelumnya tak disetujui oleh Chris dan Aaron yang melarangku namun aku tetap menjalankan rencanaku. Sekali, dua kali hingga yang ketiga sebelum akhirnya kayu penghalang aku dan Yn terbuka, dia sana, terduduk menutup diri meringkuk pada lututnya disamping ranjang. Rambutnya berantakan. Grace langsung menghambur masuk, memeluk tubuhnya yang dibalas dengan hentakan Yn yang menggila membuat Grace semakin menangis. Akhirnya aku menyingkirkan Grace darisana, menangkap sisi lengan Yn memaksanya agar menatapku. "Yn! Sadar!"

Matanya yang memerah, diiringi dengan isakan tangis serta airmatanya yang masih mengalir membuat rasa bersalah ini semakin besar. "Brengsek!" Teriaknya dihadapanku. Aku mengangguk menanggapi ucapannya yang kukira akulah pria yang sangat dibencinya sekarang. aku mengusir yang lain agar memberiku waktu bersama Yn, tanpa terkecuali Chris. Bajingan itu yang membuat Yn seperti ini. Saat pintunya tertutup, Yn menunduk dengan wajah yang masih dibanjiri airmata.

"Yn.. maafkan aku, aku ingin menceritakan ini sebenarnya padamu. Tetapi, aku tak tega. Aku tak sanggup."

"Berhenti berucap brengsek! Keluar dari kamarku. Aku membencimu" ia masih tak menatap.

"Aku minta maaf, ak-"

Kami sama-sama mendengar ponselku berdering, aku merogoh saku untuk melihatnya. Dari pihak rumah sakit, jantungku langsung berdetak tak karuan. Ini aneh dan tak biasanya rumah sakit menelfonku semalam ini, dengan tangan gemetar, aku melepaskan sentuhanku pada lengan Yn dan beralih mengangkat telfon.

"Hallo?" Sialnya, aku tak berhasil mengatur suaraku agar tak bergemetar. Bagaimanapun pikiranku langsung tertuju pada Rose. Karena tak ada alasan lain terkecuali gadis itu, seketika itu aku bimbang dan menyadari Yn menatapku dalam kesedihannya, aku membalas tatapannya dengan tetap bertelfon.

"Ini dengan Justin?"

"Ya?" Dan tubuhku gelisah. 'Tidak! Jagan bilang...' Rose! Dia baik-baik saja.

Rose For Rose ( Bieber Love Story )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang