Chapter 24

158 11 0
                                    

"oh ya, ini pak Justin,hm-" si perawat dalam Telfon, masih menunggu. "anda mengenal dengan pasien yang bernama Rose? Dia sudah sadar, sedari tadi beliau mencari keberadaan hamba. Sebaiknya anda segera kemari"

Aku mendelik, benar-benar mukjizat Tuhan. Rasanya tubuhku melayang, aku kelewat senang. Aku sampai tak sadar mengeluarkan airmata karena kebahagian yang kuterima malam ini. "Benarkah? Baik. Aku segera kesana" jelasku tegas lalu menutup telfon. Meletakkan ponsel ditempat semula, aku kembali menatap Yn yang masih menatapku dalam kesedihannya. Lagi, hatiku kembali hancur. Ini sulit, ketika keadaan Yn memburuk, ia pastinya membutuhkanku dan aku harus bergegas menemui Rose dirumah sakit. Aku tak sampai hati meninggalkannya namun Rose juga membutuhkanku, God, apa yang harus kulakukan?

"Dengar Yn, aku tahu aku salah. Aku telah berbuat salah padamu begitu besar, karena istriku hidupmu penuh dengan celaan, karena dia juga aku jatuh cinta padamu. Kau tak memiliki teman juga pacar yang sebenarnya tak mencintaimu melainkan Rose, istriku. Kupikir seberapa kalipun aku meminta maaf kau takkan memaafkanku karena kesalahan ini begitu besar. Jadi aku minta maaf sekali lagi padamu, bila kau tak memaafkanku aku tak apa. Sekarang aku harus pergi, maafkan aku Yn. Aku sangat menyesal" aku bangkit, dan berbalik untuk segera keluar kamar namun suara Yn yang lemah itu membuatku berbalik lagi karena dirinya memanggil namaku.

"Apa ini soal Rose? Kepergianmu?"

Aku tersenyum, mengangguk perlahan dan tanpa menjawab aku kembali melanjutkan langkahku. Tak peduli beberapa pasang mata yang mengawasiku saat aku barusaja melewati ruang kamar Yn. Si Chris menahanku, menanyakan soal Yn namun aku acuh dan dirinya mengalah, aku kembali melangkah. Samar-samat telingaku mendengar suara Yn yang kembali menjerit serta pecahan barang yang seakan menjadi pelampiasan emosinya. Aku tetap berjalan hingga suaranya menghilang seiring dengan pintu apartement Yn yang kututup perlahan.

..

Dirumah sakit, aku mempercepat langkah menaiki tangga hingga kedepan ruang ICU dan brengseknya aku tak menemukan Rose. Didepan ruang, seorang perawat barusaja berjalan dari arah lain. Aku mencegahnya. "Apa kau lihat gadis yang diruangan ini? Rose, Rose! Kau melihatnya?"

"Oh dia? Sepertinya dia sudah dipindahkan beberapa menit yang lalu."

"Dimana ruangannya sekarang?"

"Oh tidak, sebaiknya kau tanyakan pada yang lain. "Sial! Aku kelewat panik, rasanya aku begitu merindukannya.

Melewati ruang yang lain, aku menemukan penjaga yang jumlahnya lebih dari seorang. Aku memutuskan untuk bertanya pada mereka. "apa kau mengenal Rose? Gadis yang koma dua tahun silam? Dimana dia sekarang?" Mereka yang melihatiku menatap begitu heran. Aku tak dapat mengontrol nada bicaraku yang terlalu cepat. Aku ingin bertemu dengannya segera.

"Justin, dia ada disini" yang berada didepanku hanya saling bertatapan satu sama lain. Aku meyakini suaranya dari arah belakang, yang membuatku menoleh dan menyadari perawat itu, yang selalu menjadi temanku berbicara saat aku merasakan keterpurukanku pada Rose. Ia tersenyum, aku bergegas mengikutinya yang sudah berbalik badan. Tepat diruang 125 kami berdiri, perawat itu mempersilahkanku untuk membuka pintu. Dengan tangan bergemetar, aku mencoba meraih kenopnya. Hingga kudorong kakiku untuk mulai melangkah maju. Disekitaran ranjang masih ada beberapa perawat serta Ben disana bertanya pada gadis itu yang berposisi setengah terduduk.

"Siapa namamu? Coba ucapkan" si Ben memerintah.

"Rose..."

Gadis itu, Rose, aku masih tak percaya dirinya sudah membuka mata indahnya lagi, bersandar pada Headboard ranjang rumah sakit menoleh padaku. Mulutnya yang tadinya terbuka untuk membalas ucapan Ben beralih padaku.

"Ju-ju-justin?" Ucapnya terbata dan aku tak lagi tertahan untuk segera memeluk tubuhnya. Tangisanku kembali mewarnai, membasahi bahunya. Kurasakan ia membalas pelukanku. 'Rose , aku menyesal membiarkanmu melewatkan kebangkitanmu dari koma seorang diri..'

"Aku merindukanmu Rose.."

Aku semakin mempererat pelukanku, kurasakan tawanya kembali pada pendengaranku. 'Oh god, thank you..' aku terus bergumam syukur pada Tuhan. Ini mukjizat, sangat keajaiban yang terjadi padaku. Aku tak menyangka dia kembali. Aku sangat merindukannya. "Aku sangat merindukanmu, berjanjilah kau takkan meninggalkanku lagi" ia mengangguk dalam pelukanku membuat airmata ini semakin deras membelah kedua pipiku.

Diluar ruang Ben menginginkan pembicaraan denganku lebih privat. Aku yang bersandar didinding menunggunya yang tengah membenarkan jas putihnya. "Dengar Justin, Rose barusaja sadar dari komanya. Apapun bisa terjadi, kau jangan senang dulu. Jangan membuat Rose stress atau apapun yang membuat dirinya down. Dia masih rawan. Kau ingat ok?"

Aku mendengarkan seksama seraya mengangguk. Ben menepuk bahuku berulang, tersenyum bangga seolah merasakan kebahagianku yang tengah mengarungi tubuhku saat ini. Aku sangat bahagia. "Penantianmu berakhir, aku salut padamu." Ia tersenyum dan akhirnya berlalu. Tak sadar sudut bibirku juga sudah terangkat. Aku kembali masuk kedalam ruang Rose. Yang merawat Rose tengah membenarkan infusan ditangan Rose sebelum akhirnya berjalan yang berlawanan dengan arahku.

"Thanks" Rose berucap. Ia sudah terlihat stabil meskipun bibirnya masih tampak pucat dan lesu. Saat pintu tertutup, yang tertinggal hanyalah diriku dan Rose. Ia kembali tersenyum melihat sosokku. Aku terduduk disamping ranjangnya, menggenggam tangannya erat dimana yang sangat berbeda dari sebelumnya, aku bisa merasakan tangannya membalas genggaman tanganku.

"Rose??"

"Hm?" Ia terus menatapku, senyumannya mengambang.

"Kau cantik malam ini"

Ia terkekeh, dan itu hal yang sangat kerindukan dua tahun silam. Namun entah mengapa saat bersamaan, aku terbayang oleh tatapan Yn yang seolah memohonku untuk tetap disana. "Jadi, sebelum malam ini aku tak cantik? Begitu?"

"Tidak sayang, kau cantik. Maksudku- ah, sudahlah Rose, aku hanya merindukanmu"

"Memangnya selama itukah aku tak sadarkan diri?" Keningnya berkerut, kebimbangan melandaku. Aku tak ingin ia memikirkan hal-hal yang berkepanjangan. "Rose.. sudahlah lupakan dulu. Kau harus istirahat, ada saatnya kau akan mengingat semua itu. Oya, aku akan mengabari Mom juga Kakakmu ok?" Akhirnya aku berbicara. Ia menyetujuinya, kembali dalam posisi relax, aku merogoh sakuku. Beberapa pesan singgah disana, namun aku mengabaikannya dan menekan tombol nomor yang menjadi milik Momku serta Dad dan Juga Kakak Rose, Harry.

'Benarkah?! Aku akan segera kesana.' Begitulah kira-kira ucapan mereka setelah menyadari Rose yang sadar dari komanya. Selama waktu menunggu mereka datang, aku terus menggenggam tangan Rose, menciumi punggung tangannya berulang. Ia yang nampak masih lemas menatapku tanpa berpaling. Menceritakan hal-hal yang sering kami lakukan bersama. Aku takut Rose melupakan semua itu. "aku minta maaf jika pernah membuatmu menangis ataupun membuatmu sedih. Aku minta maaf Sayangku"

Senyumannya terus mengambang, "ya, aku memaafkanmu. Kemarilah, kau pasti membutuhkan ciuman jika sudah merajuk seperti ini"

Permintaan maafku seolah ia anggap hal tabu yang biasa kukatakan. Meski pada nyatanya aku sangat berdosa, sangat. Soal Yn, menyentuhnya. Dan.. ah! Yn, bagaimana nasibnya? Aku masih tersenyum paksa dihadapannya. Aku tak ingin Rose tahu apa yang tengah kupikirkan dan segera kudaratkan bibirku diatas Bibirnya.

Rose For Rose ( Bieber Love Story )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang