Chapter 8

195 13 0
                                    

Sudah berjam-jam lamanya kami berjalan, Azzel tampak menikmatinya dan tidak terlihat lelah. Sedangkan diriku sendiri merasakkan kakiku mulai pegal meskipun sudah menggunakan sneakers . Aku menyempatkan mengunjungi makanan siap saji yang cukup terkenal diamerika dan juga dinegaraku. Saat Sekolah menengah atas dulu, aku sering kemari dengan teman teman hanya untuk mencari Wifi dan mendownload yang kami inginkan. Rasanya menggelikan mengingat semua itu. Terlepas dari ingatan lamaku, aku memesan makanan untuk Azzel yang seharusnya sudah terisi perutnya dan segera meminum obat kedua kali. Sesempatnya aku menyuapi Azzel hingga sepiring kandas dilahapnya. Aku bangga karena pria kecilku ini sangat menaati perintahku.

"Saatnya minum obat" aku mengeluarkan obatnya yang sengaja kubawa didalam tas-ku. Azzel tanpa paksaan juga meminumnya dengan cepat. Aku yakin besok ia akan benar-benar sembuh. Aku tersenyum kearahnya. Ditengah berbincang dengan Azzel, telingaku tak sengaja menangkap sebuah lagu yang tak begitu asing ditelinga. Dan seketika itu juga Azzel berteriak kegirangan mengikuti sumber suara berada. Aku yang merasa ketakutan akan kehilangan dirinya mengikuti langkah Azzel yang sudah berlari mendahuluiku. Tak lupa meninggalkan Tip diatas mejanya.

"Azzel.." aku tertatih ketika akhirnya meraih bahu Azzel dengan nafas yang terengah engah. Dan suara itu menghilang. Azzel mendengus kesal dan mengataiku payah karena harus menungguku berlari sehingga ia melewatkan lagu One direction kesukaannya. 'Benar! Lagu one direction. Bahkan terdengar tak asing namun aku melupakan keempat pria tampan yang kukagumi bersama Azzel'

"Harry?" Azzel berucap lagi. Aku sontak menatap lurus kedepan dan mendapati salah personil one direction disana. Mataku mendelik tak menyangka akan bertemu dengan pria ikal itu.

"Harry!" Seruku lebih bernada tinggi. Yang dipanggil menoleh, aku melambaikan tangan bersemangat. Azzel sengaja ku gandeng mendekat kearah Harry. Karena sangat merindukannya, aku sampai lupa diri untuk memeluknya terlalu erat dan Harry membalasnya. Meskipun kami sering bertelfonan dan ia tahu persis aku barusaja putus dengan Chris, namun untuk bertatap muka sangatlah jarang bagi kami. "Aku merindukanmu bodoh" ucapku tersedu dalam kerinduan terdalam, atau mungkin aku lebih ingin menceritakan betapa hatiku terluka karena Chris. 'Harry! Aku mohon bantu aku! Aku diputuskan Chris! Hibur aku! Hipnotis aku agar aku melupakannya! Benturkan kepalaku agar aku melupakan semua ini!' Sial, batinku bercelonteh ditemani airmata yang sudah membasahi bahu Harry sebagai landasannya.

"Aku juga merindukanmu" usapan tangannya dipunggungku menjawab semua kesedihan yang sepertinya Harry sudah menduganya. Aku tidak bisa menangis dihadapan Azzel ataupun bercerita mengenai Chris didepannya. Itu mustahil. Azzel terlalu kecil untuk mengetahui semua itu.

Kami saling menarik diri, sebelum membenarkkkan rambutnya yang lebih panjang dari sebelumnya-saat kami bertemu, Harrys membungkukkan badan untuk mengangkat Azzel dan menggendongnya dalam tubuh kekar dan tinggi itu. Aku bahkan harus berjinjit agar bisa memeluk dan mendapati bahunya seperti tadi. Didalam gendongan Azzel bahagia karena bisa bersama dengan Harry. Salah personil 1D yang sangat ia idolakan. Aku sendiripun tidak tahu mengapa hal ini sampai terjadi, persahabatanku dengan Harry, semua bermula dari Azzel dan itu sangat cepat hingga akhirnya kami sedekat ini.

Meskipun Harry seorang public figur namun diamerika sangatlah berbeda dengan negara asalku, selama berjalan bersamaku didalam Mall tak seorangpun mendekat kearah kami untuk mengambil gambar atau semacamnya. Mereka hanya terkejut dan melewatkannya. Aku juga terheran dengan semua itu. Bukankah kesempatan langka bertemu dengan personil 1D yang kesibukannya tidak tertandingi itu?

"Bagaimana albummu?"

"Bagaimana kabarmu Yn?" Harry malah berbalik bertanya ketika kami tengah terduduk disebuah kursi panjang didalam Mall melihati Azzel yang tengah bermain disebuah area permainan yang jangkauan suara kami tidak bisa dijangkau oleh telinga mungilnya. Menatap mata hijau danaunya yang menyejukkan, sudah hampir setahun belakangan kami tidak pernah jalan berdua seperti ini lagi.

"Aku baik. Dirimu?"

"Baik. Kau masih diapartement itu dengan Grace?" Dan pertanyaan sama dilontarkan. Aku mengingat betul bagaimana Harry sangat membenci Grace. Kupikir ia gadis baik dan pendiam seperti yang aku tahu namun dari laporan Harry saat menginap diapartementku-tertidur diatas sofa dekat tv, Harry melihat Grace keluar kamar tengah malam dan mencoba merayunya. Entah siapa yang kupercaya, sebab itulah aku tidak ingin mengungkitnya dan menganggap mereka tidak cocok untuk dijadikan dalam satu tempat yang sama.

"Masih" jawabku singkat. Harry mengangguk dan memilih untuk tidak meneruskan topik kali ini.

"Apa kau sudah mendapat hak asuh Azzel?"

Masih mengamati Azzel yang sesekali melambaikan tangan kepadaku, aku mengabaikan tatapan Harry yang seolah ingin memakanku hidup-hidup. "Tidak, hanya saja Azzel sakit dan dia ingin bersamaku"

"Jadi dia hanya bersamamu saat Sakit?" Nadanya tampak sedikit dramatis.

Berganti menatap Harry, aku tidak mengerti maksud dari perkataannya namun aku mencoba untuk mengabaikannya dan menyerap cup es susu yang kubeli sebelum terduduk disini. Pikiranku seolah melayang mengingat perkataan Justin padaku mengenai Chris. Jika saja Christian tahu aku hampir berciuman dengan Justin mungkinkah dia juga akan memutuskan ku?haruskah aku berbaikan dengan Chris dan menganggap semua ini impas?ah sial. Ini sangat membingungkan.

"Yn? Kau dengar aku?" Suara Harry mengejutkan ku. Aku mengangguk seraya mengatakan bahwa aku hanya memikirkan Chris dan meminta pendapatnya untuk menjalin hubungan lagi dengannya. HARRY tidak menyetujuinya dan menganggap bahwa perbuatan Chris kelewatan. Aku makin berfikir bila ini salah dan sangat kelewatan, itu tandanya aku juga melakukan hal yang sama. 'Harry mengatakan ini karena ia tak tahu kesalahan ku dan Chris sama. tetapi Aku juga tidak akan menceritakan mengenai Justin pada Harry.' Tidak sebelum aku mengenal lebih jelas siapa Justin. Ya, aku baru mengingat bahwa aku mestinya menyelidiki siapa seseorang yang selalu Justin bawakan mawar merah, juga yang berada di rumah sakit.

...

Di apartement, aku meletakkan Azzel pada ranjang kecilnya di sebelum ruang tidurku. Ia tertidur semenjak keluar dari area bermain hingga Harry harus menggendongnya mengantar ku masuk kedalam mobil untuk segera pulang. Meskipun demikian, aku bersyukur bisa bertemu dengan dirinya lagi. Aku juga bangga pada pria itu karena semakin hari karirnya di industri musik berjalan pesat.

Menutup pintu Azzel perlahan, aku berjalan menuju kamar tidurku sediri untuk menghilangkan penat setelah seharian mengurus segalanya. Barusaja merasakan nyaman diatas ranjangku, benda pipih itu berbunyi, tanganku bergerak tanpa berusaha membuka mataku dan mencoba mencari letaknya. Ketika sampai digenggamanku, aku masih memejamkan mata saat mengangkat telfonnya yang tak tahu dari siapa.

"Hallo?" Suaraku serak dan lemah.

"Hai apa aku mengganggu?"

'DEG!suara itu..' bahkan tanpa harus melihat layar ponselku untuk memastikan aku sudah tahu siapa dia. Bagitu familiar.

Rose For Rose ( Bieber Love Story )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang