Chapter 5

219 16 0
                                    

Aku mendongak, menyadari Mom berhadapan denganku. Ia begitu terkejut. Mungkin karena sosok Yn bersamaku saat ini. Karena semenjak Rose koma, aku tidak pernah membuka hati untuk siapapun gadis terlebih mereka mencoba mendekatiku.

"Mom?"

Aku melihat sepasang mata dari gadis disampingku menatap secara bergantian antara aku dan Mom.

"Sedang apa kau? Dan si-"

"Mom.. kenalkan , ini Yn. Teman kuliahku" aku tersenyum menghilangkan rasa penasaran Mom. Gadis lugu itu mengulurkan tangan dibalas dengan Mom.

"Yfn. Sedang bertemu" tersenyum manis. Begitu mirip dengan Rose saat pertama kali berkenalan dengan Mom.

"Ya sudah Justin sepertinya aku harus pamit." Yn bersuara lagi.

"Mau kuantar?"

"Tidak, aku sudah biasa pulang sendiri. Seperti biasanya" ia nyengir dan aku menyukainya. Dari sudut mataku, aku melihat Mom yang terus memandangi kami secara bergantian. Aku tahu persis pertanyaannya setelah Yn berlalu nanti. Mungkin seperti 'siapa dia? Kau selingkuh dari Rose? Apa dia cantik menurutmu? Ini bukan kebiasaanmu Justin' mom terlalu khawatir. Ia begitu menyayangi Rose. Bahkan melebihi sayangnya padaku. Tak sadar Yn berpamitan, kini hanya tinggal diriku dan Mom yang masih berdiri kaku didepan ruang yang tidak terlalu kuperhatikan.

"Siapa dia?"

'Tebakanku tepat!'

Aku masih bungkam. Menunggu pertanyaannya kedua.

"Apa kau selingkuh dari Rose?"

'Wow! Justin hebat!'

"Dia cantik?"

"Ayolah mom, aku hanya dekat sebatas teman" jelasku.

"Ini bukan kebiasaanmu"

Dan kini hampir 90 persen tebakan ku benar atas mom

"Tidak" aku sambil berjalan menuju ruangan Rose. "Tidak akan, aku hanya dekat dengannya karena entah mengapa aku nyaman dan ia terlihat seperti.."

"Rose" lanjut Mom. Kali ini ia benar. Bahkan orang lain bisa melihat betapa miripnya mereka. 'Mungkinkah Yn saudara kembar Rose? Yang benar saja! Rose bahkan anak tunggal. Dan aku tahu seluruh keluarganya. Jangan bodoh Justin'

"Ya, dia selalu mengingatkanku pada Rose. Dan ini seperti heroin untukku agar tetap berjuang demi Rose. Aku sangat mencintainya"

"Apa dia tahu soal Rose?"

"Tidak" sambarku cepat, "maksudku, belum"

"Dia perlu tahu. Bagaimanapun juga kau tidak boleh menyakitinya"

"Tidak" aku tersenyum dan kembali melanjutkan melangkah masuk kedalam ruangan Rose yang dipenuhi alat medis.

..

Yn pov

Sesampainya diapartement, aku langsung menjatuhkan diri diatas ranjang. Rasanya menyenangkan. Kelelahanku seharian ini lenyap ketika ototku berelaksasi dengan permukaan sprei lembut yang akhir pekan lalu kubeli. Tak lama, aku mendengar pintu diketuk, dan aku tahu itu Grace. Teman sekamarku. Aku sengaja menyewa apartement berdua dengannya, bukan hanya untuk menghemat biaya, Grace juga membantu menghemat tenaga karena kami sering membagi tempat yang menjadi tugas kami membersihkan masing-masing. Itu menyenangkan.

"Masuk" ijinku cepat. Aku bahkan malas bergerak setelah ini.

"Hai" ia berdiri disamping ambang pintu "aku hanya ingin memberitahumu bahwa makan malam sudah siap. Aku lihat belakangan ini kau tampak lelah, jadi aku mengambil jatah hari masakmu malam ini"

"Aw kau sungguh baik Grace" aku langsung berlari kecil kearahnya. Mendengar ia berceloteh yang seolah berkorban untukku itu sangat membanggakan. Bukan hanya sebagai teman, juga sebagai adikku sendiri. Diamerika aku seorang diri, dan aku tidak tahu kapan aku akan kembali pada negeri tercinta hanya sekedar menemui kedua orangtuaku.

Dimeja makan, Grace tak banyak bicara seperti biasa. Ia lebih menjadi sosok pemalu dan pendiam yang berbeda tiga ratus enam puluh derajat denganku. Aku asik dengan pembicaraan yang dominan tertuju padaku. Dari menemani Christian dirumah sakit, mata kuliahku, Lauren mengerjaiku dan aku balik mengerjainya, hingga Justin. Yang terakhir ini sengaja aku lewatkan. Karena bagaimanapun aku takut Grace akan bercerita pada Chris jika suatu saat nanti pria-ku kemari.

"Hmm- harimu menyenangkan" ucap Grace dengan mengarahkan sendok berisi makanan dalam mulutnya. Mengunyahnya perlahan.

"Bagaimana harimu?" Aku berbalik tanya.

"Well- seperti biasa. Kerja ditoko CD itu sangat membosankan. Bossku cabul, teman kerjaku berpikiran kotor setiap kali aku datang. Aku malas membicarakannya" kedua tangannya mengangkat di udara begitu dramatis, kembali menyuap sesendok lain dalam mulutnya. Aku terkekeh mendengarnya.

..

Dikampus, aku bertemu Lauren lagi. Dengan sebutan yang pertama semenjak aku datang kemari, ia menunjukku.

"Rose Rose Rose! Kemari!" Jari telunjuknya tepat menunjuk-ku. Disisi samping Chelsea sudah menahan lenganku agar tidak menurutinya. Namun bodohnya aku malah melangkah maju kearahnya. Bersilang dada, aku berusaha menampakkan ketidaktakutanku.

Satu pertanyaan, 'siapa Rose?'

"Rose penyamar! Dengar ya, hari ini kau janji padaku untuk mentraktir makan siang kami. kau tidak lupa kan?"

Ah! 'Basa basi macam apa ini?'

"Sejak kapan aku memiliki janji pada wanita sepertimu?"

"Wow wow! Lihat gadis pembangkang ini! Kau memang berubah Rose. Sejak awal kau kemari kau bertingkah aneh, sok polos dan.. sedikit bodoh.."

"Aku sudah mengatakan padamu bahwa ak-"

"Kau bukan Rose? Kau pikir kau bisa membohongiku? Tidak!" Lauren tertawa. Terdengar dibuat buat.

"Terserah, aku lelah terus berdebat denganmu yang bahkan aku tidak tahu masalahnya. Aku memang bukan Rose, dan aku tidak tahu siapa itu Rose"

Aku berbalik, berusaha mengabaikannya sekarang.

"Apa kau amnesia? Atau otakmu tertukar dengan seorang idiot dirumah sakit?" Dan tawa itu lagi kudengar. Kali ini disertai teman-teman menjijikannya itu. Emosiku memuncak, bahkan dikantinpun aku tidak bisa tenang. Kembali menghadap Lauren, aku siap dengan kepalan tanganku yang akan melayang diwajahnya. Menghancurkan deretan gigi putih yang menjijikan itu, membuat salah dadanya yang kelewat membesar itu menjadi tak seimbang. Aku siap-

"Hei" seorang menyekal tanganku yang sudah siap melayang dan kusadar ia adalah Justin. Aku masih memandangi Lauren geram, berusaha melepaskan ikatan tangan Justin padaku.

"Lepaskan Just!" Aku berbalik menatap Justin yang semakin kencang memegangi lenganku hingga memerah.

"Tidak! Ayo pergi"

"Tidak!" Aku terseret dalam tarikan kuatnya. "Awas saja kau Lauren- aku tidak akan membiarkanmu hidup setelah ini"

"Yn! Hentikan" Justin melepaskan setelah aku sadar kami terlalu jauh dari kantin. Bahkan sangat tidak mungkin Lauren akan mendengar ucapanku barusan.

"Mengapa kau halangi aku! Seharusnya aku sudah menghajar dia Just! Aku sudah meremukkan jalang itu! Ahhh"

"Tenanglah, belum saatnya"

Keningku berkerut, 'apa maksudnya?' "Maksudmu?"

"Belum saatnya. Ada saat dimana kau akan melakukannya dan aku membiarkan hal itu terjadi. Kau belum cukup kuat jika melakukannya hari ini. Percayalah"

Sialnya nafas Justin berburu diwajahnya, aroma tubuhnya pun hingga bisa kucium. Ia memojokkanku disebuah dinding sudut koridor cukup sepi. Wajah kami begitu dekat dan aku merasa jantungku begitu berdetak kencang. 'Damn it! Dia begitu panas.. dan.. menggairahkan.." kuperhatikan Justin membasahi bibir bawahnya tanpa melepaskan tatapan dariku. Melupakan segalanya, aku ingin merasakannya ketika wajah kami semakin dekat, aku menutup mata, deruan nafasnya semakin berburu menyibakkan rambut yang mencoba menghalangi perbuatan terlarang kami saat ini. Dan semakin dekat.. 'oh god...'

Rose For Rose ( Bieber Love Story )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang